Jumat, 16 Desember 2016

Jadwal Cuti 2017

10-15 Februari 2017
3-6 Maret 2017

Senin, 28 November 2016

Jadwal Cuti


Sembuh dari Gangguan Cemas, Obat Bukan Terapi Satu-Satunya!

Selama kurang lebih delapan tahun ini berkecimpung di bidang psikiatri dan banyak berhubungan dengan pasien yang mengalami gangguan kecemasan di beberapa tahun terakhir ini, saya melihat banyak pasien yang berpikir bisa sembuh dari gangguan cemas hanya dengan menggunakan obat. Padahal sebenarnya masalah gangguan cemas adalah masalah yang penyebabnya multifaktorial sehingga penyembuhannya pun melibatkan banyak faktor.
Saya akan mencoba membahas beberapa peranan faktor lain selain obat yang mempunyai kontibusi terhadap perbaikan gejala gangguan cemas
a. Kepribadian Kita memahami bersama bahwa masalah kejiwaan tidak luput dari kepribadian orang tersebut. Masalah gangguan kejiwaan terutama cemas dikaitkan dengan kepribadian perfeksionis atau di dalam bahasa kedokteran jiwa disebut anankastik. Orang yang mengalami gejala kecemasan biasanya memliki kepribadian pencemas, suka dengan keteraturan, mau semua sesuai dengan kehendak dirinya dan tidak sabaran. Jika kepribadian ini tidak diadaptasi dengan baik maka orang yang mempunyai kepribadian seperti ini akan cenderung lebih sering cemas dan akhirnya menimbulkan masalah gangguan kecemasan. Untuk bisa sembuh dengan baik selain diobati dengan obat pasien juga perlu mengubah kepribadiannya agar bisa lebih relaks dan mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Hal ini akan mengurangi kecemasan pasien
b. Gaya Hidup Sehat Banyak pasien yang saya temui pada saat awal mengalami gangguan panik sering kali menjadi ketakutan akan kesehatan tubuhnya. Banyak di antaranya menjadi berhenti merokok dan diet ketat berbagai larangan sampai akhirnya kurus. Sayangnya ketika membaik pasien kemudian kembali ke gaya hidup tidak sehat seperti merokok, makan sembarangan dan kembali tidur tidak sesuai jam tidur yang disarankan. Inilah yang akhirnya akan menjadi pemicu kembali timbulnya gangguan cemas walaupun mungkin sudah sembuh awalnya.
c Pemakain narkoba
RIwayat pemakaian narkoba di masa sebelum mengalami gangguan kecemasan bisa menjadi penghambat kesembuhan. Beberapa pasien dengan latar belakang penggunaan narkotika sebelumnya apalagi golongan stimulan seperti sabu dan ekstasi lebih sulit untuk sembuh karena memang pengaruhnya terhadap serotonin. Serotonin sering mengalami masalah jika pasien pernah mempunyai riwayat penggunaan narkotika jenis stimulan dan ini berpengaruh terhadap penyembuhan.
Beberapa hal tersebut di atas mempunyai kontribusi terhadap terjadinya gangguan kecemasan dan keberulangannya kembali. Obat yang digunakan akan memperbaiki gejala gangguan cemas dan membuatnya lebih seimbang. Namun demikian jangan lupakan untuk tetap menjaga kesehatan fisik dan juga melakukan perubahan perilaku dan kognitif (daya pikir). Itulah mengapa konseling dan psikoterapi juga mempunyai peran dalam perbaikan gejala gangguan cemas selain daripada obat-obatan.
Semoga informasi singkat ini bermanfaat. Salam Sehat Jiwa

Kamis, 20 Oktober 2016

Informasi Praktek dan Cuti Praktek

Yth Bapak Ibu 
Pasien Klinik Psikosomatik 
Omni Hospital Alam Sutera


JUMAT, 4 November 2016 TIDAK PRAKTEK 

Cuti Praktek :
Di Bulan November Cuti Praktek Pada Hari Sabtu. Sampai saat ini yang sudah pasti adalah tanggal : 
19 November dan 26 November. 

Kemungkinan besar tanggal 12 November 2016 juga cuti. 
Mohon untuk menelpon ke 02129779999 untuk informasi dan sebelum datang

Salam Sehat Jiwa 
dr.Andri,SpKJ,FAPM

Rabu, 21 September 2016

Talkshow Bersama Ruang Keluarga Daai TV

Jumat, 7 Oktober 2016
Jam : 11.00-12.00 WIB (LIVE) 

Senin, 12 September 2016

Mengapa Orang Perfeksionis Rentan Alami Gangguan Kecemasan?

oleh : dr.Andri,SpKJ,FAPM (Psikiater Klinik Psikosomatik Omni Hospital Alam Sutera) 

Selama 8 tahun berpraktek memfokuskan diri pada pasien yang mengalami gangguan kecemasan, saya melihat beberapa hal yang berkaitan dengan kondisi terkait kepribadian pasien dan kecenderungannya untuk mengalami suatu gangguan kejiwaan tertentu. Dalam hal gangguan kecemasan terutama gangguan panik dan gangguan cemas menyeluruh, saya melihat bahwa kepribadian perfeksionis sangat berhubungan dengan masalah terkait gangguan cemas yang dialami pasien. Dalam tulisan ini saya akan sedikit membahas tentang hal ini.  

Kepribadian Perfeksionis 
Kepribadian perfeksionis di dalam ilmu kedokteran jiwa lebih dikenal sebagai kepribadian anankastik atau kepribadian obsesif kompulsif. Jangan salah mengira bahwa orang yang perfeksionis itu mengalami OCD (Obessesive Compulsive Disorder) karena hal ini sesuatu yang berbeda walaupun sedikit banyak ada kemiripan. Kepribadian anankastik atau perfeksionis suka dengan keteraturan. 

Orang yang memiliki kepribadian ini biasanya sangat konsisten dan persisten. Dia biasanya agak sulit untuk bisa menerima jika ada orang lain yang tidak bisa sama seperti dirinya. Kadang orang yang perfeksionis suka terburu-buru dalam melakukan hal tertentu, selalu merasa diburu deadline atau ada suatu target yang ingin dicapai. Walaupun demikian dalam karier orang perfeksionis biasanya sering memiliki karier yang bagus dibandingkan yang lain. Lalu apa hubungannya dengan masalah kecemasan? 

Sebenarnya hal tersebut bisa dijelaskan secara ilmiah tentang apa yang terjadi di otak orang yang perfeksionis. Ketika ada stres dalam tubuh kita, maka untuk menjaga keseimbangan di otak dan tubuh kita maka stres tersebut akan direspon tubuh dengan cara-cara tertentu agar keseimbangan otak dan tubuh terjaga. Saat stres maka akan terjadi respon hormonal lewat jalur aksis hipotalamus pituitary adrenal (HPA Axis) sehingga tubuh akan mengeluarkan hormon stres lebih banyak yaitu kortisol. Sistem saraf otonom juga akan merespon stres tersebut untuk membuat tubuh seimbang. Sistem saraf otonom yang terdiri dari sistem saraf simpatis dan parasimpatis akan melakukan respon saraf otonom sehingga kita akan merasakan seperti adanya jantung berdebar, tegang otot, keringat lebih banyak, ada keinginan BAB dan BAK berulang, dan nafas menjadi lebih cepat. Pada dasarnya respon stres ini akan berlangsung jika ada stres. Namun jika otak mendapatkan signal stres setiap saat atau sangat sering misalnya karena orang yang memiliki kepribadian perfeksionis merasa dirinya selalu dikejar waktu dan goal, maka bisa saja tubuh mengartikan kondisi ini sebagai stres yang terus menerus. Maka yang terjadi respon stres lewat jalur hormonal dan sistem saraf otonom juga akan berlangsung terus menerus.  

Kondisi seperti ini yang akhirnya bisa membuat orang mengalami gangguan kecemasan ke depannya jika ternyata sistem adaptasi di tubuh orang tersebut sudah tidak mampu lagi beradaptasi dengan stres yang ada. Tidak heran bisa saja terjadi tiba-tiba serangan panik sebagai suatu respon tubuh yang sudah tidak tahan dalam menghadapi stres.  

Perkuat Adaptasi Tubuh dan Hindari Stres Berlebihan 

Tidak ada kehidupan yang bebas dari stres, namun perlu diingat bukan stres yang membunuh kita tetapi respon kita terhadap stres yang membunuh kita. Kata-kata tersebut dikatakan Hans Seyle sejak awal abad 20. Untuk itu kita perlu bisa mengurai stres kita atau beradaptasi dengan baik terhadap stres tersebut.  

Pada orang-orang dengan kepribadian perfeksionis, dia harus mampu untuk mengenali dirinya sendiri dan mempunyai kesadaran bahwa kondisi itu jika tidak dapat dikendalikan baik malah akan membuatnya mudah mengalami gangguan jiwa. Relaksasi ddengan cara berolahraga, meditasi atau melakukan relaksasi akan sangat bemanfaat. Liburan yang bisa diambil setelah kerja panjang dan lama adalah pilihan yang bisa. Kadang tidak perlu selalu keluar kota atau ke luar negeri, halaman belakang dan atau depan rumah saja bisa menjadi tempat bersantai yang baik. Cari sendiri apa yang bisa membuat kita nyaman dengan hidup kita. Usahakan ada hal-hal yang menyenangkan dan membuat kita relaks. Hidup Seimbang adalah Kuncinya. Semoga artikel ini bermanfaat. Salam Sehat Jiwa 

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/psikosomatik_andri/mengapa-orang-perfeksionis-rentan-alami-kecemasan_57d6aff182afbdb73c9ee269

Rabu, 31 Agustus 2016

Informasi Praktek (update 09 Oktober 2016) :

Informasi Praktek (update 09 Oktober 2016) 

Jumat, 14 Oktober 2016 Praktek jam 15.00-18.00 (terima pasien seperti biasa max 10) 
15-16 Okt 2016 : Cuti Praktek (Pelatihan Depresi di Shanghai, China)

Senin, 17 Okt 2016 : Praktek Pagi TIDAK ADA, Praktek Sore jam 15.30-20.00 (Terima Maksimal 15 pasien) 

Terima Kasih
dr.Andri,SpKJ,FAPM 

Senin, 22 Agustus 2016

Keluhan Fisik pada Pasien Depresi dan Cemas (laporan dari Fukuoka)

oleh : dr.Andri,SpKJ,FAPM (Psikiater Klinik Psikosomatik OMNI Hopital Alam Sutera)

Kemarin 21/08/2016 saya baru saja memberikan presentasi saya berkaitan dengan Gejala Fisik pada Pasien Depresi di salah satu simposium di Asian College of Psychosomatic Medicine di Fukuoka, Jepang. Saya memilih tema ini berkaitan dengan latar belakang saya sebagai seorang psikiater yang mempunyai pengalaman klinis yang banyak pada pasien-pasien dengan keluhan fisik terutama sekali yang berkaitan dengan gangguan cemas dan depresi. Simposium saya ini bertema Depression and Somatization diisi oleh tiga pembicara yaitu dari Jepang, Mongolia dan saya sendiri dari Indonesia. 

Saya sendiri mempresentasikan survei yang saya lakukan mulai tahun lalu berkaitan dengan masalah fisik pada pasien dengan gangguan cemas dan depresi. Gangguan depresi dan cemas sendiri lebih banyak kita temukan pada pasien di pelayanan primer. Pasien dengan gangguan fisik tentunya tidak banyak datang langsung ke psikiater walaupun sebenarnya gejala dan keluhannya tersebut didasari oleh gangguan psikologis. Orang biasa menyebutnya sebagai gejala psikosomatik sedangkan para ahli di kedokteran jiwa menyebutnya sebagai gejala somatik. 

Hasil survey yang saya paparkan kemarin memang ternyata tidak jauh berbeda dari penelitian-penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya di bidang psikosomatik. Penelitian sebelumnya kebanyakan mengatakan keluhan yang paling sering didasari oleh gangguan depresi dan cemas adalah gejala nyeri (pain), jantung berdebar (palpitasi), gejala lambung dan kelelahan (fatigue). Inilah gejala yang bisa membuat orang mengalami masalah dalam kehidupannya karena mereka sering menjadi bingung sendiri apalagi jika tidak ditemukan adanya masalah terkait dengan keluhan atau gejala tersebut. Hasil survey di Indonesia yang saya lakukan juga demikian. Tiga terbesar keluhan yang paling sering dialami pasien adalah gejala jantung berdebar, nyeri (pain) dan kelelahan (fatigue). Nomor empat disusul oleh gejala gangguan lambung. Sekiranya penelitian yang dilakukan secara sederhana ini juga memberikan hal yang sama tentang masalah terkait gangguan psikosomatik di Indonesia. 

Saya berharap hasil penelitian kecil ini bisa untuk menjadi dasar penentuan diagnosis sehari-hari dokter di pelayanan klinis. Pasien dengan keluhan fisik yang sering berpindah dan berkaitan dengan masalah emosional baik disadari maupun tidak ada baiknya untuk bisa dipikirkan adanya kemungkinan masalah depresi dan cemas jika dasar fisiologis atau medis fisik dari gejalanya tersebut tidak jelas. Beberapa penelitian telah mengatakan semakin banyak gejala fisik yang dikeluhkan pasien maka semakin tinggi kemungkinannya untuk mengalami depresi. 
Semoga tulisan ini bermanfaat. Sampai berjumpa dua hari lagi di Semarang dalam Kongres Nasional Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI). Saya di sana akan presentasi dalam dua topik simposium berkaitan dengan gangguan cemas dan gangguan tidur. Sampai di laporan berikutnya. Salam Sehat Jiwa 
Saat presentasi di salah satu simposium ACPM 2016 Fukuoka (dok.Pribadi)

Bersama para pembicara dan faculty member of ACPM 2016 (dok Pribadi)

Sabtu, 20 Agustus 2016

Laporan dari Asian College of Psychosomatic Medicine

ACPM 2016, Fukuoka, Japan
Oleh : dr.Andri,SpKJ,FAPM (Psikiater)

Saat saya menuliskan artikel ini saya sedang berada di Fukuoka, Jepang dalam rangka untuk menghadiri Asian College of Psychosomatic Medicine (ACPM) 2016 yang berlangsung di Centennial Hall, Medical Faculty, Kyushu University. Selain datang sebagai peserta, saya juga berkesempatan untuk berbicara di salah satu simposium kongres ini berkaitan dengan tema Somatic Symptoms and Depression. Saya juga sebelumnya telah diminta dalam persiapan acara ini menjadi salah satu International Organizing Committee bersama president of ACPM 2018 nanti Prof Byung Sung Kim. 

Acara ini diikuti oleh peserta dari Asia seperti Indonesia, Korea Selatan, China, Mongolia, Canada, Taiwan dan tentunya Jepang sebagai tuan rumah. Indonesia diwakili oleh empat psikiater dan empat internist psikosomatik dari berbagai daerah. Topik yang dibawakan kebanyakan berkaitan dengan penemuan terbaru dengan adanya pengaruh stres dan perilaku terhadap tubuh manusia. 

Saya sendiri merasa beruntung bisa mewakili Indonesia dalam acara ini. Setelah tahun lalu di acara World Congress of Psychosomatic Medicine (WCPM) 2015 di Glasgow, Skotlandia juga saya ikut serta dalam salah satu simposium yang ada. Kesempatan untuk bisa berkontribusi lebih besar dalam acara ini juga dimulai tahun lalu dengan menjadi penasehat internasional bersama beberapa ahli lagi. Saya berharap dengan keikutsertaan aktif ini dapat membawa nama Indonesia lebih besar lagi di kalangan psikosomatik dunia dan khususnya Asia. Saya berharap juga tahun depan di Beijing, China saya bisa kembali aktif menjadi salah satu pembicara di World Congress of Psychosomatic Medicine. 
Nantikan laporan selanjutnya dari ACPM 2016, Fukuoka Japan. Salam Sehat Jiwa 

Salah satu pembicara dalam Simposium ACPM 2016 Tentang Somatic Complaints and Depression 

Menjadi Salah Satu International Organizing Committee (dok Pribadi)



Minggu, 14 Agustus 2016

Obati Gangguan Cemas Kok Pake Antidepresan?

Obati Gangguan Cemas Kok Pake Antidepresan?
Oleh : dr.Andri,SpKJ,FAPM
Klinik Psikosomatik Omni Hospital Alam Sutera

Pada saat praktek saya sering mendapatkan pertanyaan pasien ketika saya menjelaskan tentang obat yang saya berikan untuk mengatasi masalah gangguan cemas mereka. Salah satu yang paling sering ditanyakan "Mengapa saya diberikan obat antidepresan padahal saya tidak depresi?". Ada juga yang bertanya "Kan saya cemas mengapa diberikan obat antidepresan bukan anticemas saja?"

Pengobatan gangguan cemas tentunya merujuk pada suatu standar pengobatan yang terbaru saat ini. Antidepresan golongan Serotonin seperti Sertraline, Escitalopram, Fluoxetine, Venlafaxine, Duloxetine adalah obat antidepresan yang disarankan sebagai terapi lini pertama pada pengobatan gangguan cemas. Dalam bidang kedokteran yang berbasis bukti (evidence based medicine/EBM) antidepresan untuk mengatasi gangguan cemas direkomendasikan dan terbukti efektif mengatasi gangguan kecemasan. Istilahnya adalah Level Evidence-nya level A1 (terbukti secara ilmiah dan direkemondasikan sebagai obat yang pertama diberikan pada praktek sehari-hari).

Sedangkan anticemas seperti golongan Clonazepam, Lorazepam ataupun alprazolam dimasukkan ke dalam kategori A2 dalam artian terbukti secara ilmiah mengatasi masalah kecemasan namun direkemondasikan sebagai level dua di dalam praktek, artinya jika ada antidepresan maka diberikan sebagai alternatif kedua.

Pada kenyataan di praktek, psikiater sering mengkombinasikan kedua jenis obat ini untuk mengatasi gangguan cemas. Misalnya pasien dengan gangguan cemas menyeluruh atau istilahnya Generalized Anxiety Disorder/GAD biasanya mendapatkan antidepresan dan juga anticemas. Begitu juga kasus Gangguan Panik. Hanya saja saat ini penggunaan obat anticemas terutama golongan benzodiazepine telah dibatasi karena memiliki potensi ketergantungan dan toleransi serta kadang menimbulkan reaksi putus obat yang berlebihan jika tidak digunakan lagi. Biasanya anticemas diberikan dalam tempo yang singkat dan diberikan dengan dosis yang makin menurun. Beberapa kondisi yang perlu dihindari saat menggunakan obat anticemas golongan benzodiazepine adalah pada peminum alkohol yang aktif dan pernah mengalami masalah penyalahgunaan berbagai obat golongan ini sebelumnya. Walaupun ada beberapa pasien yang memerlukan obat anticemasn benzodiazepine dalam jangka waktu lama, sebaiknya hindari pemakaian berlebihan apalagi jika tanpa pendampingan dokter jiwa
Semoga informasi singkat ini membantu. Salam Sehat Jiwa (Dokter Andri Psikiater)

Obati Gangguan Cemas Kok Pake Antidepresan?

Obati Gangguan Cemas Kok Pake Antidepresan?
Oleh : Dokter Andri Psikiater

Pada saat praktek saya sering mendapatkan pertanyaan pasien ketika saya menjelaskan tentang obat yang saya berikan untuk mengatasi masalah gangguan cemas mereka. Salah satu yang paling sering ditanyakan "Mengapa saya diberikan obat antidepresan padahal saya tidak depresi?". Ada juga yang bertanya "Kan saya cemas mengapa diberikan obat antidepresan bukan anticemas saja?"
Pengobatan gangguan cemas tentunya merujuk pada suatu standar pengobatan yang terbaru saat ini. Antidepresan golongan Serotonin seperti Sertraline, Escitalopram, Fluoxetine, Venlafaxine, Duloxetine adalah obat antidepresan yang disarankan sebagai terapi lini pertama pada pengobatan gangguan cemas. Dalam bidang kedokteran yang berbasis bukti (evidence based medicine/EBM) antidepresan untuk mengatasi gangguan cemas direkomendasikan dan terbukti efektif mengatasi gangguan kecemasan. Istilahnya adalah Level Evidence-nya level A1 (terbukti secara ilmiah dan direkemondasikan sebagai obat yang pertama diberikan pada praktek sehari-hari).
Sedangkan anticemas seperti golongan Clonazepam, Lorazepam ataupun alprazolam dimasukkan ke dalam kategori A2 dalam artian terbukti secara ilmiah mengatasi masalah kecemasan namun direkemondasikan sebagai level dua di dalam praktek, artinya jika ada antidepresan maka diberikan sebagai alternatif kedua.
Pada kenyataan di praktek, psikiater sering mengkombinasikan kedua jenis obat ini untuk mengatasi gangguan cemas. Misalnya pasien dengan gangguan cemas menyeluruh atau istilahnya Generalized Anxiety Disorder/GAD biasanya mendapatkan antidepresan dan juga anticemas. Begitu juga kasus Gangguan Panik. Hanya saja saat ini penggunaan obat anticemas terutama golongan benzodiazepine telah dibatasi karena memiliki potensi ketergantungan dan toleransi serta kadang menimbulkan reaksi putus obat yang berlebihan jika tidak digunakan lagi. Biasanya anticemas diberikan dalam tempo yang singkat dan diberikan dengan dosis yang makin menurun. Beberapa kondisi yang perlu dihindari saat menggunakan obat anticemas golongan benzodiazepine adalah pada peminum alkohol yang aktif dan pernah mengalami masalah penyalahgunaan berbagai obat golongan ini sebelumnya. Walaupun ada beberapa pasien yang memerlukan obat anticemasn benzodiazepine dalam jangka waktu lama, sebaiknya hindari pemakaian berlebihan apalagi jika tanpa pendampingan dokter jiwa
Semoga informasi singkat ini membantu. Salam Sehat Jiwa (Dokter Andri Psikiater)

Rabu, 10 Agustus 2016

Psikosomatik...Dasar dari Gangguan Cemas dan Depresi!

Psikosomatik...Dasar dari Gangguan Cemas dan Depresi!
oleh : Dokter Andri Psikiater
Saya sering mendapatkan pertanyaan dari pasien yang datang ke Klinik Psikosomatik Omni Hospital Alam Sutera. Apakah saya ini Psikosomatik, Cemas atau Depresi? Atau saya ini mengalami Gangguan Jiwa?
Pertanyaan ini sebenarnya telah dijawab di beberapa artikel terkait Psikosomatik yang saya tulis di blog Kompasiana saya. Namun mungkin akan saya bahas lagi di status singkat ini.
Psikosomatik adalah merujuk pada suatu keluhan fisik yang dikaitkan dengan faktor psikologis. Pasien dengan keluhan Psikosomatik biasanya tidak didapatkan dasar gangguan medis yang mendasarinya dalam artian tidak ada masalah medis dan organ terkait dengan keluhan psikosomatiknya tersebut. Atau jika pun ada gangguan medisnya, keluhan yang disampaikan terlalu berlebihan atau tidak sesuai dengan patofisiologi atau dasar perjalanan suatu penyakit di tubuh manusia.
Dasar dari keluhan Psikosomatik ini di dalam praktek sehari-hari kita temukan pada pasien yang mengalami Gangguan Cemas dan Depresi. Gangguan cemas dan Gangguan Depresi itu adalah termasuk Gangguan Jiwa!.
Jadi jangan bingung bagaimana membedakan psikosomatik dengan gangguan cemas. Pasien dengan gangguan cemas panik misalnya banyak mengalami gejala psikosomatik. Banyak dari mereka pertama kali malah datang ke dokter jantung atau spesialis penyakit dalam karena keluhan dominannya yang mereka kenali adalah gejala fisik. Dokter yang menangani biasanya mengatakan tidak ada masalah medisnya dan kemungkinan pasien mengalami psikosomatik.
Sayanngnya stigma yang melekat di bidang kedokteran jiwa sangat erat. Mereka tidak semua memahami masalah kejiwaan terkait psikosomatik ini. Kebanyakan lebih sering menganggap enteng masalah ini dan tidak membantu orang sekitarnya yang alami gangguan psikosomatik. Mari bantu saudara kita atau teman kita memahami masalah psikosomatik ini. Jika perlu bantuan segeralah datang ke psikiater terdekat di kota anda. Salam Sehat Jiwa (Dokter Andri Psikiater)

Minggu, 07 Agustus 2016

"Kapan Sembuhnya Gangguan Cemas saya ini?"

"Kapan Sembuhnya Gangguan Cemas saya ini?"
Oleh : dr.ANdri,SpKJ,FAPM
Di banyak kesempatan memberikan seminar atau sedang dalam praktek sehari-hari, banyak orang menanyakan berapa lama obati Gangguan cemas dan mengapa ada beberapa kok yang sepertinya tidak sembuh-sembuh.
Gangguan cemas adalah suatu gangguan fungsional di sistem otak yang faktor pemicunya multifaktorial. Tidak seperti penyakit medis yang faktor pemicunya lebih jelas maka gangguan cemas tidak demikian. Itulah mengapa disebutnya Gangguan Jiwa bukan Penyakit Jiwa karena tidak ada virus, bakteri atau mikroorganisme renik yang menyebabkannya. Gangguan cemas bukan seperti penyakit tifus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella Typhosa yang bisa membaik dengan memberikan antibiotik sesuai aturan. Gangguan cemas adalah gangguan jiwa yang begitu kompleks dan juga melibatkan kepribadian orang tersebut dalam proses penyembuhannya.
Bayangkan jika memang pasien gangguan cemas adalah pasien dengan kepribadian yang perfeksionis. Selama ini dia biasa tegang dan tidak santai, mudah teriritasi dan gampang tersinggung. Inilah yang membuat masalah kadang buat pasiennya juga. Pasien kemudian bertanya bagaimana dia bisa sembuh segera? Memang tidak mudah menjawab pertanyaan ini karena sebenarnya masalah gangguan cemasnya juga terpicu dari kondisinya sendiri. Kondisi kepribadiannya yang sering kali menimbulkan masalah. Orang dengan sifat kepribadian perfeksionis seperti ini memang lebih tegang daripada kebanyakan orang dan membuatnya lebih mudah mengalami gangguan cemas.
Jadi mengobati gangguan cemasnya tidak hanya memberikan obat kepada diri pasien tetapi juga mengajak pasien untuk bisa mampu mengenali dirinya dengan baik dan berupaya mengurangi sedikit tegangan pada dirinya karena sifat perfeksionisnya tersebut. Ini yang sebenarnya tidak muda dilakukan pasien.
Kalau bicara standar pengobatan gangguan cemas menurut literatur saja, saya bisa katakan bahwa untuk kasus gangguan panik yang termasuk dalam kategori gangguan cemas, pengobatannya berkisar antara 12-18 bulan. Pada prakteknya di kehidupan praktek sehari-hari, kebanyakan pasien sudah mengeluh makan obat terus jika sudah lebih tiga bulan.
Semoga informasi singkat ini bermanfaat. Salam Sehat Jiwa (Dokter Andri Psikiater)

Minggu, 31 Juli 2016

Perubahan Jam Praktek di hari SABTU bulan Agustus (update per 8-8-2016)

Yth Bapak/Ibu

Dikarenakan akan memberikan seminar dan mengikuti pertemuan pada Sabtu, maka jam praktek untuk :
Sabtu, 13 Agustus 2016 berubah menjadi mulai jam 15.00-17.00 (menerima paling banyak 15 pasien)
Sabtu, 20 Agustus dan 27 Agustus TIDAK ADA PRAKTEK

Informasi (021) 29779999

Terima kasih atas perhatiannya

Salam Sehat Jiwa,
dr.Andri,SpKJ,FAPM

Selasa, 19 Juli 2016

Cuti Praktek Agustus 2016

Yth Bapak Ibu

Bulan Agustus 2016 saya banyak mendapatkan undangan untuk berbicara di dalam maupun luar negeri. Jadwal presentasi saya ini mengharuskan saya cuti praktek sementara. Terlampir di bawah adalah cuti praktek saya :

17-22 Agustus 2016 ( Presentasi di Fukuoka, Jepang)
25-27 Agustus 2016 ( Presentasi di Semarang)
30-31 Agustus 2016 ( Presentasi di Kediri, Jawa Timur )

Di luar tanggal tersebut saya praktek seperti biasa termasuk Minggu.

Semoga informasi ini bermanfaat.
Salam Sehat Jiwa

Sabtu, 09 Juli 2016

Praktek 11-15 Juli 2016 dan Jadwal Praktek Minggu

Yth Bapak Ibu

Khusus untuk tanggal 11-15 Juli 2016, Untuk Praktek Sore akan dimulai pukul 15.30-20.00 (pasien maksimal 15). Praktek Pagi akan berlangsung seperti biasa.
Mulai 17 Juli 2016 akan ada praktek Minggu kembali jam 09.00-11.00 (pasien dibatasi maksimal 10). Praktek Minggu akan berlangsung sampai akhir Agustus 2016. Untuk informasi hubungi (021)29779999
Cuti Agustus 17-22 Agustus 2016 dan 25-27 Agustus 2016

Khusus Praktek SABTU Tanggal 6 Agustus 2016 akan dimulai siang jam 12.00-15.00 (pasien dibatasi 20)

Terima Kasih Atas Perhatiannya

dr.Andri,SpKJ,FAPM

Rabu, 06 Juli 2016

Jadwal Cuti Selanjutnya

Kepada Yth Bapak/Ibu Pasien Klinik Psikosomatik RS OMNI Alam Sutera

Jadwal Cuti Praktek Berikutnya :
17-22 Agustus 2016 (Menjadi Pembicara di Pertemuan Psikosomatik Asia di Fukuoka Jepang)
25-27 Agustus 2016 (Menjadi Pembicara di Konas PDSKJI Semarang)

Terima Kasih atas perhatiannya

Salam sehat jiwa ,
dr.Andri,SpKJ,FAPM

Senin, 20 Juni 2016

Sembuh dari gangguan jiwa butuh berapa lama?

Perpanjangan Jadwal Praktek Minggu

Kepada Yth Bapak/Ibu

Diberitahukan bahwa Praktek Minggu pagi diperpanjang sampai akhir Agustus 2016. Khusus Minggu 10 Juli 2016 TIDAK ADA PRAKTEK dahulu. Mulai Praktek Minggu kembali 17 Juli 2016.
Praktek Minggu pagi dimulai pukul 09.00-11.00 (menerima pasien 10 saja).
Dengan demikian Praktek Klinik Psikosomatik Omni Hospital Alam Sutera Buka Setiap Hari selama Juni s.d. Agustus 2016 kecuali saat CUTI PRAKTEK. 
Bulan Agustus cuti praktek : 17-22 Agustus dan 25-27 Agustus 2016.  
Praktek Sore di bulan Juli 2016 akan kembali seperti biasa ke jam 17.00-20.00 (dibatasi 10 pasien)
Demikian pengumuman ini agar menjadi perhatian bersama. Terima kasih

Salam Sehat Jiwa
dr.Andri,SpKJ,FAPM

Jumat, 17 Juni 2016

Jadwal Praktek Jelang Idul Fitri

Yth Bapak/Ibu 

Saya akan memulai cuti pada Selasa, 28 Juni 2016 sampai dengan 8 Juli 2016. Kembali Praktek Sabtu, 9 Juli 2016. 
Aktifitas praktek menjelang cuti akan dimulai setiap hari kerja seperti biasa dan untuk praktek sore akan dimulai jam 15.30-20.00 (menerima pasien paling banyak 15). Praktek Minggu dimulai pukul 09.00-11.00 (paling banyak 10 pasien) 
Khusus Minggu 26 Juni 2016 dikarenakan harus memberikan seminar di Bandung maka praktek Minggu 26 Juni 2016 dimulai pukul 09.00-10.00 (hanya menerima 5 pasien saja). 
Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih 

Salam Sehat Jiwa
dr.Andri,SpKJ,FAPM

Senin, 13 Juni 2016

Cuti Mendadak

Yth Bapak Ibu Sdr/Sdri

Karena adanya kedukaan di keluarga besar, maka saya CUTI PRAKTEK Selasa, 14-6-2016 dan Rabu 15-6-2016. Akan kembali praktek seperti biasa kembali mulai Kamis 16-6-2016 di Praktek Sore jam 15.30-20.00

Terima kasih atas perhatiannya

dr.Andri,SpKJ,FAPM

Kamis, 02 Juni 2016

Bulan Puasa Datang, Pasien Psikosomatik Menurun!

Oleh : dr.Andri,SpKJ,FAPM (Psikiater Klinik Psikosomatik Omni Hospital, Alam Sutera)

Saya sudah 10 tahun menekuni masalah psikosomatik dan tahun ini merupakan tahun ke-8 Klinik Psikosomatik Omni Hospital berdiri. Sepanjang pengalaman saya menjadi psikiater di Omni Hospital saya melihat bahwa ada penurunan jumlah pasien yang berkunjung ke Klinik Psikosomatik di saat bulan puasa. Adapun sebab pastinya tidak pernah saya ketahui karena tidak ada penelitian yang pernah saya lakukan berkaitan dengan hal ini. Namun dari pengamatan dan pengalaman klinis mungkin ada beberapa hal yang berkaitan dengan penurunan jumlah pasien selama bulan Puasa. 

1. Meminta obat sebelum puasa untuk dua bulan ke depan
Ini tentu adalah alasan yang berkaitan dengan masalah teknis. Biasanya pasien yang datang berobat sebelum bulan puasa akan meminta obat yang diresepkan untuk dua bulan ke depan. Harapannya adalah agar bisa konsentrasi menjalankan puasa tanpa harus disibukkan jadwal kontrol ke saya yang biasanya berlangsung antara dua minggu sekali atau sebulan sekali. Pada beberapa pasien yang sudah menjalani fase rumatan (pemeliharaan) maka kondisi ini dimungkinkan karena dosis obat sudah tetap dan biasanya pasien sudah bisa melatih pikirannya sendiri tanpa perlu proses konsultasi yang lebih rutin. 

2. Obat yang diminum sudah berkurang frekuensinya
Beberapa kasus terkait psikosomatik biasanya diharapkan menggunakan obat dalam jangka waktu tertentu. Saat masa pengobatan sudah berlangsung sesuai rujukan maka ada beberapa pasien yang mulai dicoba untuk mengurangi dosis obatnya dan juga frekuensi makan obatnya. Saya selalu mempunyai harapan yang baik bahwa bulan puasa adalah awal yang baik untuk memulai perubahan termasuk dosis obat yang diminum pasien. Untuk itu biasanya awal bulan puasa Ramadan biasanya saya minta beberapa pasien yang saya lihat sudah mengalami perbaikan untuk mengurangi frekuensi minum obatnya menjadi lebih kurang dengan cara diseling sehari tanpa makan obat. Kondisi ini membuat obat yang biasanya habis sebulan dapat baru habis setelah dua bulan. Ini membuat pasien tidak perlu berkunjung saat bulan puasa dan tentunya mengurangi jumlah pasien kontrol ke klinik psikosomatik. 

3. Gangguan lambung yang dialami pasien membaik karena puasa
Masalah gangguan lambung yang sering menjadi masalah terkait di gangguan psikosomatik biasanya malah membaik di saat pasiennya menjalani puasa. Banyak sudah tulisan yang berkaitan dengan hal ini. Tulisan masalah lambung dan puasa biasanya dapat ditemukan di tulisan oleh dr.Ari Fahrial, SpPD,KGEH yang juga merupakan seorang Kompasianer. Puasa sendiri mungkin memberikan efek istirahat yang baik untuk lambung yang selama ini kurang mendapatkan perhatian untuk istirahat. 

4. Pengendalian diri yang lebih baik
Tidak dipungkiri lagi puasa adalah cara untuk melatih diri dan mengendalikan diri agar menjadi pribadi yang lebih baik. Terapi perilaku saat bulan puasa adalah salah satu yang terbaik yang bisa dilakukan oleh seseorang. Semua yang berkaitan dengan terapi perilaku ada di bulan puasa. Ada latihan, ada reward atau imbalan dan ada tata cara yang jelas. Dokter jiwa memahami bahwa masalah terkait psikosomatik sering kali berkaitan dengan masalah pola pikir dan perilaku yang salah. Pola pikir yang negatif, egosentris, penuh marah dan benci serta tidak ikhlas sering dikaitkan dengan masalah psikosomatik. Harapannya bulan puasa adalah langkah awal untuk menuju perbaikan di bulan-bulan berikutnya. 

5. Fokus untuk urusan spiritual meningkat  
Jika selama ini urusan spiritual mungkin dikesampingkan, maka bulan puasa diharapkan untuk bisa memberikan suatu kesempatan bagi pasien untuk lebih fokus lagi ke masalah spiritual yang baiknya pada bulan puasa banyak diberikan kemudahan akses dan sarana. Peningkatan spiritual ini akan meningkatkan kesabaran dan keikhlasan yang sangat berhubungan dengan perbaikan gejala psikosomatik.

Demikian beberapa asumsi yang saya kumpulkan dan simpulkan dari pengalaman praktek selama ini. Apa yang saya tuliskan di atas belum tentu sepenuhnya berlaku sama untuk setiap orang tetapi mungkin bagi sebagian kecil pasien psikosomatik bisa membantu untuk memulai latihan ini beberapa hari kedepan. Selamat menjalankan ibadah puasa bagi para Kompasianer yang melaksanakannya, semoga ibadahnya diterima oleh Tuhan YME. Mohon Maaf Lahir dan Batin. Salam Sehat Jiwa

Senin, 30 Mei 2016

Pembicara dalam Expert Meeting di Bandar Lampung

Sabtu, 28 Mei 2016 yang lalu saya diundang untuk menjadi pembicara dalam Expert Meeting di Bandar Lampung. Saya diundang untuk berbicara di depan para psikiater tentang bagaimana menangani kasus gangguan depresi yang resisten terhadap pengobatan. Foto di bawah ini adalah gambar saat saya melakukan presentasi di sana dan para peserta yang hadir dari berbagai daerah.



Kamis, 26 Mei 2016

Perubahan dan Penambahan Jadwal Praktek Klinik Psikosomatik OMNI Hospitals Alam Sutera

Yth Bapak/Ibu Sekalian

Dengan Hormat,
Demi meningkatkan pelayanan selama bulan Ramadhan 1437H, maka selama bulan Juni 2016 akan ada praktek tambahan di Minggu Pagi yaitu pada tanggal 5, 12, 19 dan 26 Juni 2016 pada jam 09.00-11.00 (menerima paling banyak 10 pasien saja). Praktek Sore akan dimulai lebih awal yaitu jam 16.00-20.00 (Pasien dibatasi 15) 
Kondisi ini hanya berlaku di Bulan Juni 2016

Libur Idul Fitri akan dimulai tanggal 28 Juni 2016 s.d. 8 Juli 2016. 
Klinik Psikosomatik akan buka kembali SABTU, 9 Juli 2016. 
Terima kasih banyak atas perhatiannya

Salam Sehat Jiwa
dr.Andri,SpKJ,FAPM 
Kepala Klinik Psikosomatik Omni Hospital Alam Sutera

Minggu, 15 Mei 2016

Pengumuman Jadwal Tambaha Praktek dan Libur Idul Fitri

Yth Bapak/Ibu Sekalian

Dengan Hormat,
Demi meningkatkan pelayanan selama bulan Ramadhan 1437H, maka selama bulan Juni 2016 akan ada praktek tambahan di Minggu Pagi yaitu pada tanggal 5, 12, 19 dan 26 Juni 2016 pada jam 09.0-11.00 (menerima paling banyak 10 pasien saja)
Libur Idul Fitri akan dimulai tanggal 28 Juni 2016 s.d. 8 Juli 2016. 
Klinik Psikosomatik akan buka kembali SABTU, 9 Juli 2016. 
Terima kasih banyak atas perhatiannya

Salam Sehat Jiwa
dr.Andri,SpKJ,FAPM 
Kepala Klinik Psikosomatik Omni Hospital Alam Sutera

Selasa, 10 Mei 2016

Depresi dan Fungsi Kognitif

oleh : dr.Andri,SpKJ,FAPM (Psikiater Klinik Psikosomatik RS OMNI Alam Sutera)

Saat menulis artikel ini saya masih berada di Hongkong mengikuti acara pelatihan Depresi dan Fungsi Kognitif. Acara ini diselenggarakan oleh Lundbeck Institute dan dihadiri oleh 15 peserta dari Hongkong, Malaysia, Indonesia dan Filipina. Acara yang dikemas dalam diskusi interaktif dan workshop ini memang diperuntukkan untuk menambah pengetahuan psikiater dan dokter yang menangani kasus psikiatri (ada dokter umum dan dokter anak yang ikut dari Hongkong)  tentang Depresi khususnya hubungannya dengan fungsi kognitif.

Depresi Sulit Dikenali?
Gejala fisik pada pasien depresi membuat depresi sulit dikenali terutama oleh dokter pelayanan primer non psikiatri. Pasien yang mengalami gejala fisik biasanya tentu akan mendatangi dokter non psikiater. Sedangkan secara statistik kasus depresi yang murni tanpa adanya masalah lain hanyalah 12% dari semua kasus depresi. Ini artinya lebih dari 78% kasus depresi mengalami masalah terkait lainnya termasuk gangguan fisik.
Gangguan cemas juga salah satu yang sering berkaitan dengan depresi. Hampir lebih dari 50% kasus depresi mengalami gangguan kecemasan.
Sayangnya depresi membuat masalah yang besar bagi penderitanya walaupun pada saat gejala masih ringan sekalipun atau ketika gejalanya baru hanya satu dua saja. Gejala yang berkaitan dengan fungsi kognitif membuat depresi sendiri sering dihubungkan dengan lebih segeranya seseorang mengalami demensia (kepikunan) akibat depresi.

Gejala Kognitif Sebagai Gejala Sisa Depresi
Selama ini kita mengetahui bahwa depresi dengan pengobatan selama ini baik secara terapi obat maupun dengan psikoterapi angka keberhasilan sembuhnya tidak terlalu memuaskan. Berbagai penelitian mengatakan bahwa kemungkinan kambuh depresi pada pasien yang mengalaminya berkisar 50% walaupun dengan pengobatan yang optimal.
Selain kekambuhan, pengobatan depresi juga sering terkendala dengan adanya gejala sisa yang sering dialami oleh pasien depresi. Gejala sisa yang sering dialami pasien depresi antara lain gangguan tidur, kekelahan berkepanjangan, hilangnya minat melakukan sesuatu, masalah konsentrasi dan perasaan bersalah.
Secara khusus gejala sisa berkaitan dengan masalah fungsi kognitif yang dialami pasien depresi berkaitan dengan fungsi eksekutif, memusatkan perhatian, daya ingat dan fungsi visuospasial (berkaitan dengan ruang).
Gejala kognitif ini juga berkaitan dengan masalah pikiran negatif dan pembicaraan negatif yang sering dialami pasien depresi. Pasien depresi sering merasa bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan dirinya atau merupakan bagian dari dirinya adalah sesuatu yang buruk dan akan membuat semuanya jadi bermasalah. Pikiran negatif ini sangat kuat ada di dalam diri pasien sehingga membuat masalah terkait dengan kesembuhan juga sulit dicapai secara optimal.
Terapi seperti terapi kognitif dan perilaku serta terapi interpersonal memegang peranan penting saat ini dalam membentuk "framing" yang baik dan positif berkaitan dengan pikiran dan perilaku pasien depresi. Hal ini akan membantu pasien untuk bisa keluar dari pola pikiran negatif yang sering kali berlangsung otomatis. Walaupun kondisi ini biasanya juga sangat berhubungan dengan latar belakang pasien dan hubungan pasien dengan lingkungannya, terapi kognitif banyak dibuktikan secara ilmiah memperbaiki gejala depresi.

Arahan Terapi Depresi Ke Depan
Ada hal yang terus dikembangkan dalam penelitian berkaitan dengan penemuan obat untuk mengatasi depresi. Selain pengobatan tentunya juga psikoterapi terus dikembangkan sebagai upaya untuk memperbaiki gangguan depresi yang dialami pasien.
Penemuan obat saat ini tentunya bukan hanya berkaitan dengan bagaimana menghilangkan gejala mood atau suasana perasaan tetapi juga memperbaiki fungsi pasien sehari-hari. Target terapi untuk memperbaiki kualitas hidup ini juga memerlukan terapi yang tepat dan sesuai dengan mekanisme depresi itu sendiri.
Tidak dilupakan adalah mengembalikan fungsi kognitif pasien depresi yang sering mengalami masalah terkait dengan depresinya. Salah satu yang paling diharapkan berubah oleh pasien adalah bagaimana dia bisa merasakan hidupnya kembali. Tujuan inilah yang ingin dicapai dalam terapi dan bukan hanya berkaitan dengan hilangnya gejala saja. Semoga tulisan ini bermanfaat. Salam Sehat Jiwa

Bersama dr.Dharmawan A.Purnama,SpKJ yang juga merupakan peserta dari Indonesia (dok.pribadi)

Saat sesi diskusi dalam kelompok membahas kasus (dok.pribadi)

Senin, 25 April 2016

Pencegahan Depresi Pada Lanjut Usia

Oleh : dr.Andri,SpKJ,FAPM (Psikiater Klinik Psikosomatik Omni Hospitals Alam Sutera) 

Saya baru saja menghadiri dan menjadi pembicara di 4th Asian Central Nervous System Summit meeting di Bangkok, Thailand. Pada kesempatan kali ini saya tidak hanya datang sebagai peserta sebagaimana ACNS pertama di Chengdu, Republik Rakyat Tiongkok tahun 2013 lalu tetapi juga berkesempatan untuk menjadi pembicara untuk topik bagaimana mencegah depresi pada usia lanjut. Selain itu juga saya menjadi moderator pada acara ini berkaitan dengan tema Mental Health Issues in Asia. 

Topik saya adalah sekian kecil topik yang membahas tentang bagaimana mencegah gangguan jiwa khususnya pada usia lanjut. Beberapa pembicara lain lebih fokus pada diagnosis dan terapi terbaru di bidang gangguan jiwa khususnya depresi dan gangguan cemas. Pembicara dari Asia sendiri hanya terdiri dari 3 orang yaitu Prof Kongsakon dari Thailand, Prof Kim Jae Min dari Korea Selatan dan saya sendiri. Dominasi pembicara Asia di acara seminar di Asia sendiri memang masih kurang sampai saat ini. Pembicara lain berasal dari USA, Italy, United Kingdom dan Belanda.  

Ledakan Populasi Lanjut Usia di Asia 
Presentasi saya dibuka dengan menunjukkan adanya suatu kondisi yang perlu menjadi perhatian yaitu tingginya angka populasi lanjut usia di Asia dan Global. Khususnya untuk Asia saja, tahun 2000 populasi lanjut usia yang 206.822 akan meningkat dua kali lipat di tahun 2025 menjadi 456.303 dan tiga kali lipat di tahun 2050 menjadi 857.040. Untuk Asia Tenggara sendiri populasinya di tahun 2000 berjumlah 24.355 dan menjadi dua kali lipat di tahun 2025 menjadi 57.836. Sedangkan di tahun 2050 diprediksikan akan bertambah empat kali lipat menjadi 128.958. Data ini diambil dari laporan United Nations di tahun 2001.  Sangat menariknya adalah pertambahan populasi lanjut usia ini hanya terjadi di benua Asia sedangkan di benua lain seperti Eropa, Amerika dan Afrika termasuk stabil sejak 1980. (Sumber : World Population Aging 2015 : Highlights.United Nation)  

Ledakan usia populasi lanjut usia ini menimbulkan masalah terkait lanjut usia termasuk gangguan jiwa pada populasi ini yang akan mengalami peningkatan juga. Populasi gangguan jiwa pada lanjut usia menurut laporan WHO sebesar 15% dan yang terbanyak adalah depresi dan demensia.     

Perbedaan Depresi Pada Lanjut Usia 
Depresi adalah gangguan kejiwaan yang sangat sering dialami oleh manusia. Gejala yang berkaitan dengan suasana perasaan ini sangat mengganggu kualitas hidup dan meningkatkan risiko kematian akibat bunuh diri. Pasien yang mengalami gangguan depresi memiliki ciri dan gejala yang mengenai perasaan, pikiran dan perilaku. Gejala umum seperti rasa sedih yang berlebihan, penurunan mood, putus asa dan tiada harapan serta tidak ingin beraktifitas seperti biasa karena rasa lelah dan tidak ada keinginan bergerak yang sangat berat.  

Pada lanjut usia gejala depresi lebih sering dikeluhkan sebagai gejala berkaitan dengan fisik seperti banyaknya keluhan fisik seperti nyeri, rasa lelah, sulit tidur dan gangguan konsentrasi. Sering gejala ini terkaburkan dengan gejala demensia sehingga tidak jarang pasien depresi pada lansia juga mengalami apa yang disebut pseudodementia atau demensia palsu karena walaupun tidak mengalami demensia tapi mengalami penurunan memori yang cukup signifikan akibat depresinya.  

Masalah yang terkait depresi pada lanjut usia sayangnya tidak dikenali baik di pelayanan kesehatan primer dan sekunder karena masih banyaknya pendapat kalau depresi atau gangguan suasana perasaan pada lanjut usia adalah sesuatu yang wajar karena proses penuaannya. Penelitian yang dimuat di Jurnal Canadian Psychiatry, Vol49, Suppl 1, March 2004 mengatakan bahwa pasien gangguan depresi pada lansia hanya bisa dideteksi oleh dokter di pelayanan primer tidak lebih dari 51%. Padahal prevalensi gangguan depresi lansia di pelayanan primer bisa mencapai 4.4% pada wanita dan 2.7% pada laki-laki. 

Selain itu faktor klasik stigma gangguan jiwa juga masih turut menghantui orang untuk mencari pertolongan untuk masalah gangguan jiwa.  Masalah depresi pada lanjut usia juga semakin dipersulit karena faktor terkait masalah medis yang dialami individu dan juga fisiologis yang sudah semakin berkurang fungsinya. Belum lagi penggunaan obat yang banyak pada beberapa lansia dengan penyakit yang beragam. Tidak heran jika angka kesembuhan depresi pada lansia hanya berkisar 30% saja.  

Mencegah Lebih Baik Daripada Mengobati 

Populasi Lanjut Usia memang akan terus meningkat terutama di Asia. Jika kita tidak mencegah masalah gangguan jiwa pada lanjut usia khususnya depresi maka akan sangat menimbulkan masalah di kemudian hari. Produktifitas yang rendah dari lanjut usia ditambah dengan masalah gangguan jiwa akan membuat kompleks penanganan dan kondisi keseharian tempat tinggal lanjut usia tersebut.  Beberapa faktor risiko bisa dikenali baik dan dimodifikasi baik. 

Saat kemarin saya presentasi, masalah faktor risiko ini menjadi lebih dapat perhatian daripada sekedar penanganan kasus-kasus depresi lansia yang sebenarnya tidak mempunyai angka kesembuhan yang terlalu baik. Faktor seperti makanan sehat, olahraga, sosialisasi, berhenti merokok dari sekarang dan tidak minum alkohol adalah hal-hal yang sebenarnya mudah dilakukan segera sejak muda. Makanan sehat sendiri dalam seminar ini banyak dibahas terutama terkait dengan minyak ikan omega 3 yang mempunyai faktor proteksi terhadap terjadinya depresi dan gangguan perasaan lain pada individu. 

Sosialisasi yang baik di antara individu bukan dari sekedar jumlah kelompok yang dimiliki tetapi juga kualitas hubungan sosialisasi itu menjadi faktor utama sebagai pencegah stress atau stress buffering . Pola hidup sehat selama ini kadang tidak menjadi perhatian utama karena dianggap hanya dilakukan jika perlu saja. Bahkan ada beberapa yang berpendapat bahwa pola hidup sehat membuat orang seperti tidak menikmati hidup.  Pada akhir presentasi saya mengingatkan kembali bahwa dengan prevalensi angka kejadian depresi lansia yang tinggi dan tingkat kesembuhan yang rendah, maka ada baiknya upaya pencegahan depresi sejak dini adalah salah atu yang harus lebih ditekankan. Lebih baik mencegah daripada mengobati. Salam Sehat Jiwa.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/psikosomatik_andri/pencegahan-depresi-pada-lanjut-usia_571ec87af57e61ea0423e7a7

Saat tampil mempresentasikan presentasi (dok.pribadi)

Bersama para pembicara lain dalam jamuan makan malam (dok.pribadi)

Sabtu, 09 April 2016

Praktek Minggu Pagi Selama Bulan Juni 2016

Yth Bapak/Ibu Sekalian

Dengan Hormat,
Demi meningkatkan pelayanan selama bulan Ramadhan 1437H, maka selama bulan Juni 2016 akan ada praktek tambahan di Minggu Pagi yaitu pada tanggal 5, 12, 19 dan 26 Juni 2016 pada jam 8.30-11.00 (menerima paling banyak 12 pasien saja)
Libur Idul Fitri akan dimulai tanggal 28 Juni 2016 s.d. 8 Juli 2016. 
Klinik Psikosomatik akan buka kembali SABTU, 9 Juli 2016. 
Terima kasih banyak atas perhatiannya

Salam Sehat Jiwa
dr.Andri,SpKJ,FAPM 
Kepala Klinik Psikosomatik Omni Hospital Alam Sutera

Senin, 04 April 2016

Efek Penggunaan Alprazolam Yang Tidak Sesuai Indikasi

Efek Penggunaan Alprazolam Yang Tidak Sesuai Indikasi

Oleh : dr.Andri,SpKJ,FAPM (Psikiater Klinik Psikosomatik Omni Hospitals Alam Sutera)

Sejak salah seorang pasien menuliskan tentang pengalamannya melepaskan diri dari alprazolam (tulisannya bisa dibaca di http://psikosomatik-omni.blogspot.co.id/2011/08/akhirnya-lepas-dari-ketergantungan.html) banyak pasien yang mendatangi saya untuk berkonsultasi dengan masalah yang sama. Menariknya kasus ini rata-rata mirip latar belakangnya yaitu pasien diberikan obat tersebut tanpa tahu karena dokter yang meresepkannya mengatakan obat tersebut adalah obat racikan obat lambung.

Pada beberapa kali kesempatan bertemu dengan dokter umum atau spesialis dan memberikan seminar tentang penggunaan obat golongan benzodiazepine (alprazolam termasuk obat golongan ini) saya selalu menekankan perlunya untuk mengatasi masalah pasien dengan obat yang sesuai indikasinya. 

Penggunaan obat golongan penenang jenis benzodiazepine ini memang menjadi perhatian saya sejak mulai berkecimpung di dunia psikiatri. Badan kesehatan dunia WHO pada laporannya mengatakan 80% peresepan benzodiazepine dilakukan oleh dokter umum di pelayanan primer. Sejak ditemukan di tahun 1957 dalam bentuk sediaan Chlordiazepoxide sebagai sediaan benzodiazepine pertama yang ditemukan oleh Leo Sternbach (1908-2005) maka penemuan selanjutnya semakin banyak berkaitan dengan obat golongan ini dan penggunaannya semakin marak di praktek klinis.

Benzodiazepine sebagai obat lambung?

Penggunaan benzodiazepine sebagai salah satu pelengkap obat lambung sebenarnya sudah lama dikenal. Librax suatu merk dagang obat yang diindikasikan untuk tambahan terapi tukak (ulkus) peptikum dan irritable bowel syndrome (IBS)mengandung Chlordiazepoxide 5mg dan Clidinium Br 2,5mg. Dalam keseharian praktek sehari-hari banyak dokter juga yang mencampur beberapa obat golongan benzodiazepine dengan obat lambung lainnya agar mendapatkan efek yang baik untuk lambung pasien.

Hal ini dikarenakan pada banyak kasus masalah lambung di pelayanan praktek sehari-hari lebih berkaitan dengan dispepsia fungsional di mana keterlibatan aksis otak dan lambung (brain gut axis) sangat kentara. Secara praktik klinis banyak dokter yang menyimpulkan bahwa masalah yang terkait dengan lambung yang dialami pasien adalah masalah terkait stres.
Obat golongan benzodiazepine yang mempunyai efek menenangkan sistem saraf pusat lewat jalur GABA (Gama-amino-butiric-acid) secara umum mempunyai efek menenangkan sistem saraf otonom juga yang berkaitan dengan sistem pencernaan. Selain itu secara embriologi asal lambung dan otak berasal dari satu batang otak (core) yang berkembang terpisah selanjutnya. Tidak heran hubungan antara lambung dan susunan saraf pusat.

Alprazolam salah satu obat golongan benzodiazepine yang paing dikenal di kalangan dokter dan pasien. Banyak dokter juga menggunakan obat ini untuk mengatasi masalah kecemasan, gangguan tidur dan juga gangguan psikosomatik termasuk gangguan lambung terkait masalah psikosomatik. Sayangnya kurangnya pengetahuan banyak dokter tentang efek obat ini di dalam sistem saraft pusat dan bagaimana menggunakannya secara tepat sering menyebabkan masalah di kemudian hari. Salah satunya adalah kesulitan lepas dari obat ini dan reaksi putus zat yang sangat tidak nyaman.

Salah satu masalah yang ditimbulkan penggunaan alprazolam dikarenakan penggunaan yang rutin (lebih dari 4 minggu), tanpa jeda (tidak intermitten) dan dosis besar walaupun terbagi dalam beberapa kali penggunaan sehari. Pengalaman klinis saya menangani masalah kesuitan lepas dari alprazolam pada pasien-pasien yang sebenarnya tidak mengetahui bahwa dirinya diberikan alprazolam oleh dokternya mengatakan bahwa pemakaian lebih dari 4 minggu secara rutin obat ini bisa menimbulkan efek tidak nyaman ketika dilepaskan salah satunya tidak bisa tidur. Jadi ada beberapa pasien yang ketika mulai menggunakan obat racikan alprazolam ini sebenarnya tidak mengalami sulit tidur tetapi karena menggunakan alprazolam dan akhirnya dilepas karena merasa sakit lambungnya sudah baik malah tidak bisa tidur.

Selain gangguan tidur, penggunaan lama alprazolam dapat menyebabkan masalah jika dilepas tiba-tiba seperti ganguan kecemasan dan rasa tidak nyaman terkait dengan gejala fisik. Hal inilah yang akhirnya menjadi masalah yang sulit ditangani. Penggunaan alprazolam yang tidak sesuai indikasi utamanya dan dalam waktu lama akan menyebabkan masalah. Sebagai informasi indikasi utama alprazolam adalah untuk mengatasi gejala gangguan kecemasan panik karena sifatnya yang sedatif (menenangkan) dan efeknya cepat.

Hindari penggunaan lama dan rutin
Alprazolam adalah obat yang sangat diperlukan di dalam praktek sehari-hari. Efektifitasnya yang baik dalam menangani serangan panik pada pasien gangguan kecemasan sampai saat ini belum ada yang bisa menandingi. Namun demikian penggunaannya untuk indikasi lain perlu diwaspadai termasuk untuk membantu masalah insomnia atau kesulitan tidur.

Salah satu yang perlu dipikirkan adalah bahwa pasien harus mengetahui bahwa obat yang digunakannya mempunyai potensi menimbulkan masalah jika digunakan dalam waktu lama dan rutin. Dokter yang meresepkannya juga perlu memahami dengan baik penggunaan obat ini. Pemberian informasi kepada pasien tentang obat ini sangat perlu agar pasien dan dokter juga bisa bekerja sama untuk jalan terbaik dalam pengobatan.


Hindari penggunaan lama dan rutin untuk mengatasi masalah pasien. Penggunaan lama dan rutin harus atas pengawasan dokter ahli jiwa atau psikiater yang memahami masalah ini. Jika tidak masalah di depan akan bisa didapatkan apalagi jika pasien mempunyai riwayat masalah narkotika dan alkohol. Semoga informasi ini bermanfaat. Salam Sehat Jiwa 


Minggu, 03 April 2016

Jadwal Cuti Praktek (Update per 21 April 2016)

  1. 21-24 April 2016 (Menjadi Pembicara di CNS Summit di Bangkok)
  2. 19-22 Mei 2016 (Menjadi Pembicara di Konas Psikosomatik Padang)
  3. 25 Juni 2016 (acara keluarga) 
  4. LIBUR IDUL FITRI 30 Juni s.d. 10 Juli 2016

Kamis, 17 Maret 2016

Jadwal Cuti Praktek (terbaru)


  1. 30 Maret s.d. 3 April 2016 (acara keluarga)
  2. 13 April 2016 (Mengajar di RSJD Klaten)
  3. 21-24 April 2016 (Menjadi Pembicara di CNS Summit di Bangkok)
  4. 20-22 Mei 2016 (Menjadi Pembicara di Konas Psikosomatik Padang)
  5. 25 Juni 2016 (acara keluarga)

Rabu, 03 Februari 2016

Cuti Praktek

11-14 Maret 2016
30 Maret s.d. 3 April 2016
21-24 April 2016

Catatan : Sabtu, 5 Maret 2016 Praktek hanya dibatasi 12 pasien saja, mulai jam 8.00. Dikarenakan akan memberikan seminar setelahnya