Oleh : dr.Andri,SpKJ,FAPM (Psikiater Klinik Psikosomatik RS OMNI Alam Sutera)
Sudah hampir 7 tahun lamanya saya mengkhususkan diri dalam menangani kasus-kasus yang berkaitan dengan keluhan-keluhan psikosomatik. Keluhan fisik yang didasari oleh masalah psikologis ini biasanya sering dialami oleh pasien-pasien yang mengalami gangguan kecemasan. Pada beberapa pasien sering kali masalah terkait dengan gangguan kecemasan bisa disembuhkan dengan segera, tapi untuk pasien yang lainnya sering kali perlu waktu bertahun-tahun untuk tetap menggunakan obat agar menjaga masalah kecemasannya tidak sampai mengganggu kehidupannya sehari-hari.
Ada beberapa hal yang dalam praktek saya lihat merupakan beberapa kondisi yang terkait dengan kesulitannya sembuh atau lamanya pengobatan pasien-pasien gangguan kecemasan. Hal tersebut akan saya ungkapkan dalam tulisan di bawah ini. Perlu diingat bahwa hal ini disimpulkan dari pengalaman klinis sehari-hari yang didukung oleh teori kedokteran jiwa. Penelitian sahih pada kasus-kasus tersebut belum dilakukan sehingga kesimpulan yang dibuat saya hanya berdasarkan pasien-pasien yang saya tangani selama ini di Klinik Psikosomatik RS OMNI Alam Sutera.
1. Pasien dengan riwayat penggunaan narkotika stimulan
Saya sering menemukan dalam praktek bahwa kebanyakan pasien yang sulit sembuh dari Gangguan Kecemasan (baik Gangguan Panik atau Gangguan cemas menyeluruh serta tipe lainnya) adalah pasien-pasien yang pernah menggunakan narkotika jenis stimulan dalam waktu yang lama dan dosisnya berlebihan. Saya punya beberapa kasus pasien gangguan kecemasan yang sulit sekali mereda gejala kecemasannya jika tanpa obat-obatan antidepresan yang harus dimakannya dalam waktu yang lama. Pasien seperti ini biasanya memiliki riwayat penggunaan stimulan seperti sabu atau ekstasi.
Kondisi ini sebenarnya terkait dengan masalah sistem neurotransmiter monoamine di otak pasien pengguna stimulan. Kita memahami bahwa tujuan pemberian stimulan salah satunya untuk meningkatkan euforia dan semangat. Hal ini berkaitan dengan peningkatan neurotransmitter serotonin, norepineprine dan dopamin di otak. Pemberian sabu atau ekstasi akan meningkatkan berkali lipat zat-zat tersebut. Ketika akhirnya pasien menjadi terbiasa dengan kondisi tingginya zat tersebut dalam otaknya lalu kemudian berhenti, maka kondisinya sering kali tidak kembali normal. Ataupun jika kembali ke kondisi normal, otak pasien yang terbiasa mengalami kelebihan akan "menyangka" bahwa kondisi itu adalah kekurangan. Anggap saja jika diberikan stimulan zat tersebut meningkat sampai 100x lipat, tapi jika tidak menggunakan maka level 1x lipat dianggap sebagai sesuatu yang kurang. Padahal selama ini adalah normal.
Sayangnya hal ini sangat berkaitan dengan timbulnya gejala-gejala gangguan kejiwaan. Penurunan serotonin adalah hal yang dianggap sebagai kondisi yang bertanggung jawab terhadap gangguan depresi dan cemas. Begitu juga ketidakseimbangan norepineprin dan dopamin. Dopamin sangat berhubungan dengan daya pikir dan juga gejala-gejala psikotik. Jika berlebihan sering akan mengalami waham (delusi) dan halusinasi terutama jika berlebihan di daerah otak yang dinamakan jaras atau jalur mesolimbik.
Kondisi ini yang sering jadi hambatan dalam kesembuhan pasien. Orang yang sudah terbiasa menggunakan stimulan dalam waktu lama sering kali mengalami masalah kecemasan di kemudian hari walaupun sudah tidak aktif lagi menggunakan zat stimulan tersebut.
2. Penyalahgunaan obat penenang khususnya benzodiazepine
Saya sering menemukan masalah ketergantungan atau penyalahgunaan benzodiazepine di dalam praktek. Beberapa yang sering disalahgunakan misalnya adalah alprazolam, nitrazepam dan nimetazepam (atau dikenal dengan sebutan Happy 5/Erimin 5). Sebenarnya jika obat-obat tersebut digunakan dengan baik, dosisnya pas dan diawasi oleh dokter maka obat tersebut sangat berguna. Nitrazepam (yang dikenal dengan merk dagang Dumolid) diindikasikan untuk pasien gangguan insomnia yang berat yang biasanya disebabkan oleh depresi. Alprazolam digunakan untuk mengatasi dengan baik serangan panik yang datang pada fase-fase awal pengobatan gangguan panik. Sayangnya sering kali penggunaannya menjadi berlebihan karena si pengguna ingin mendapatkan efek yang lebih dari obat-obat ini.
Selain itu biasanya kita temukan pasien-pasien yang cenderung menyalahgunakan obat-obat penenang ini adalah para pengguna zat narkotika lain atau mantan pengguna zat narkotika. Obat penenang diberlakukan oleh pasien ini sebagai zat pengganti untuk menutupi rasa putus zat atau rasa tidak nyaman terkait tidak digunakannya lagi zat narkotika. Ada pula kecenderungan pasien dengan riwayat penyalahgunaan zat ini sering kali sulit memenuhi petunjuk dokter dan mau seenaknya sendiri saja. Penanganan pasien gangguan cemas saat ini biasanya menggunakan antidepresan SSRI atau SNRI, sedangkan benzodiazepine hanya diberikan di awal saja jika perlu. Sayangnya pasien-pasien yang mempunyai riwayat penggunaan benzodiazepine yang lama biasanya malas menggunakan obat antidepresan karena rasanya tidak seenak obat penenang. Inilah masalahnya, pasien ingin tetap cari enaknya bukan ingin kesembuhan. Ada beberapa pasien juga yang selalu mengeluh rasa tidak nyaman setelah lepas dari obat penenang dan mempunyai kecenderungan untuk memakainya lagi.
3. Stresor belum teratasi baik
Pemicu Gangguan Kecemasan sering dikaitkan dengan adanya stresor. Pengalaman praktik mengatakan stresor di rumah tangga dan yang berhubungan dengan pekerjaan adalah stresor yang paling sering dikeluhkan pasien. Sering kali pasien yang mengalami masalah rumah tangga mengalami masalah gangguan kecemasan yang sulit sembuh. Begitu juga jika stresor di pekerjaan tidak kunjung reda. Masalah-masalah ini sering menjadi hambatan untuk mencapai kesembuhan dalam penanganan kasus gangguan kecemasan.
Biasanya hal ini terkait dengan daya adaptasi yang masih sulit dari kondisi yang berkaitan dengan stresor yang dialami pasien. Kondisi ini tentunya perlu mendapatkan perhatian. Obat dibantu dengan teknik psikoterapi atau konseling yang terarah sedikit banyak bisa membantu daya adaptasi pasien menjadi lebih baik. Setidaknya dia mampu mencoba mekanisme adaptasi yang mungkin dianggap paling cocok untuk mengatasi masalahnya.
Demikian hal-hal yang paling sering dianggap menghambat kesembuhan masalah gangguan kecemasan. Semoga apa yang dituliskan bermanfaat. Salam Sehat Jiwa