Minggu, 28 September 2014

“Kok ‘Sakit Jiwa’ Saya Gak Sembuh-Sembuh Ya Dok?”

“Kok ‘Sakit Jiwa’ Saya Gak Sembuh-Sembuh Ya Dok?”

Oleh : dr.Andri,SpKJ,FAPM (Psikiater RS OMNI Alam Sutera)

Kesembuhan tentunya menjadi idaman semua pasien. Masalah medis apapun rasanya pasien tidak ada yang ingin tidak sembuh. Di satu sisi lainnya dokter tidak pernah menjanjikan kesembuhan. Dokter hanya akan mengatakan kalau dirinya akan berusaha semampunya untuk kesembuhan pasien. Dalam ilmu kedokteran jiwa istilah sembuh pasien kadang bisa punya makna yang berbeda dengan psikiaternya. Inilah mengapa dalam praktek sehari-hari jika ada pasien yang menanyakan apakah gangguan jiwa yang dialaminya bisa sembuh maka saya biasanya akan bertanya, apa makna sembuh yang dimaksud pasien. Sering kali perbedaan persepsi ini yang sering terjadi di praktek sehari-hari.
Masalah gangguan jiwa secara umum jaman dahulu dibagi menjadi dua, yaitu gangguan jiwa psikotik dan gangguan jiwa neurotic (neurosis atau dulu disebut neurosa). Sebenarnya pembagian ini untuk menunjukkan adanya perbedaan dalam penilaian realita yang terganggu di antara kedua jenis pasien tersebut. Gangguan jiwa psikotik yang termasuk skizofrenia dan gangguan waham dikatakan adalah gangguan jiwa yang pasiennya mengalami gangguan dalam menilai realitas. Gangguan penilaian realitas ini maksudnya adalah gangguan dalam membedakan mana yang nyata dan mana yang fantasi. Adanya halusinasi dan delusi (waham) adalah pertanda adanya gangguan dalam penilain realitas. Lebih jauh pembahasan ini pernah ditulis di beberapa artikel saya sebelumnya.
Sedangkan gangguan jiwa neurosis adalah gangguan jiwa yang tidak mengalami masalah dalam penilaian realitas. Walaupun tidak sepenuhnya tepat, maka yang termasuk di dalamnya adalah gangguan depresi, gangguan bipolar, gangguan kecemasan, gangguan kepribadian dan gangguan somatoform. Mengapa saya katakana tidak sepenuhnya tepat, karena pada gangguan depresi dan gangguan bipolar bisa juga ditemukan adanya masalah penilaian realita. Misalnya pada gangguan depresi berat dengan adanya halusinasi yang menyuruh orang itu untuk bunuh diri. Begitu juga pada gangguan bipolar. Pembagian ini sekarang sudah jarang disebutkan lagi karena masing-masing gangguan jiwa dikatakan langsung dengan diagnosis yang sesuai dengan pedoman diagnosis yang berlaku (DSM atau ICD-10).  

Apakah Gangguan Jiwa Bisa Sembuh?
Pertanyaan seputar kesembuhan gangguan jiwa memang biasanya mengundang dilema. Apalagi dengan persepsi awam yang mengatakan yang dimaksud dengan sembuh itu adalah tidak menggunakan terapi lagi baik obat maupun non obat. Ini sama saja dengan mengatakan apakah pasien yang mengalami darah tinggi bisa dikatakan sembuh jika masih makan obat setiap hari dan seumur hidup?. Sekiranya apa yang dialami oleh pasien gangguan jiwa seperti itu.
Ketika seorang mengalami masalah kejiwaan yang berkaitan dengan gangguan pada pikiran, perasaan dan perilakunya maka sebenarnya tidak semua memerlukan pengobatan. Pada beberapa kasus masalah kejiwaan bisa sembuh sendiri tanpa bekas. Hal ini disebabkan karena daya adaptasi manusia itu sendiri dalam menghadapi masalah. Selain itu juga karena sifatnya yang multifactorial, pemicu masalah kejiwaan sering kali tidak sama setiap orangnya walaupun diagnosis akhirnya sama. Sehingga tidak bisa dibandingkan antara satu pasien dengan pasien yang lainnya walaupun diagnosis sama. Seorang pasien dengan gangguan depresi bisa tanpa obat dalam terapinya tapi pasien yang lain harus makan obat bahkan sampai seumur hidup.
Selain itu juga persepsi awam tentang kalau mengobati gangguan jiwa itu sama dengan mengobati gangguan medis lainnya harus diperjelas. Apa yang diberikan pada pasien gangguan kejiwaan dalam pengobatan sering kali berbeda maknanya dengan penanganan kasus medis lainnya. Misalnya pemberian antidepresan golongan serotonin (SSRI) pada kasus depresi. Apa yang diberikan kepada pasien depresi tersebut sebenarnya bukan suplemen atau sejenis “antibiotic” untuk membunuh kuman bernama “depresi” di otak. Tetapi lebih kepada bahwa obat antidepresan itu diberikan dalam upaya mengaktifkan kembali sistem pembuatan serotonin di otak dan menjamin kesediaan serotonin yang cukup di otak. Ini artinya obat “hanya” berusaha mengaktifkan kembali sistem yang terganggu dan bukan memberikan yang kurang atau mematikan yang lebih. Sedikit berbeda dengan obat antipsikotik golongan antidopamin yang memang diberikan untuk mengurangi aktifitas kelebihan dopamine di otak yang mengakibatkan gejala-gejala psikotik seperti halusinasi dan delusi pada pasien skizofrenia.
Sayangnya ternyata tidak semua pasien ketika diaktifkan kembali sistem otaknya tersebut mampu akhirnya bisa dilepas dari pengobatan. Ada yang ternyata jika tidak dibantu obat, maka sistem otaknya itu tidak aktif kembali. Tidak heran bahwa banyak kasus depresi berulang dan masalah skizofrenia yang kambuhan terutama bila tidak berobat teratur. Bahkan penelitian sendiri mengatakan bahwa pada kasus gangguan depresi walaupun sudah diterapi optimal, maka angka kekambuhannya masih bisa lebih dari 50%. Tentunya seperti diuraikan di atas tidak semua kasus demikian namun bisa menjadi informasi kepada kita bahwa pengobatan masalah kejiwaan memang unik dan individual sekali. Yang penting kualitas hidup dan fungsi pasien kembali normal.

Gaya Hidup Sehat Cegah Kekambuhan
Walaupun keliatannya apa yang saya tuliskan di atas berkaitan dengan pengobatan dengan obat-obatan. Saya tidak mengatakan bahwa itu adalah satu-satunya cara untuk “sembuh” dari masalah kejiwaan. Banyak penelitian telah mengatakan bahwa cara-cara seperti olahraga, relaksasi, konseling, psikoterapi, meditasi, yoga, penambahan supleman makanan telah banyak membantu proses kesembuhan. Hal ini tentunya lebih baik lagi jika didukung datanya oleh penelitian yang sahih dan besar. Satu terapi alternative untuk kasus tertentu belum tentu akan berhasil buat yang lainnya. Itulah mengapa kita tidak bisa membandingkan langsung masalah pasien satu dengan yang lainnya karena bersifat individual.

Semoga sedikit pembahasan tentang proses kesembuhan ini bisa bermanfaat buat pembaca sekalian. Salam sehat jiwa.