Kamis, 29 Oktober 2015

Live di Daai TV


LIVE 30 Oktober 2015 Jam.11.00-12.00
Tema : Stres Wanita Bekerja
Siaran Ulang di hari yang sama jam 17.00 dan 23.00

Sabtu, 24 Oktober 2015

Mengoptimalkan Terapi Depresi Menuju Perbaikan Fungsi Pasien

Oleh : dr.Andri,SpKJ,FAPM (Psikiater Klinik Psikosomatik RS OMNI ALAM SUTERA)
Saat menuliskan artikel ini saya baru saja selesai mengikuti seminar dan workshop sehari di Ho Chi Minh city, Vietnam yang berlangsung 24 Oktober 2015. Kemarin baru saja saya menyelesaikan pelatihan yang membahas tentang masalah dan perkembangan terapi depresi di Asia. Seminar dan pelatihan yang bertema "Optimizing Treatment in Major Depressive Disorder : Towards Functional Recovery with Tailored Therapy" ini berisi berbagai pembicara baik dari Asia dan Amerika Serikat. Dalam rangkaian acara ini juga terdapat pelatihan "soft skill" tentang cara presentasi dengan menggunakan teknik "storytelling" dalam memaparkan kasus-kasus depresi. 
Indonesia pada kesempatan ini diwakilkan oleh dua psikiater, selain saya salah satu teman sejawat psikiater dari Surabaya juga hadir dalam acara ini. Pembicara pertama dalam seminar ini adalah Prof Lim Yun Chin dari Singapura yang memberikan presentasi tentang "Unveiling depression in Asia : Where Are We Now?". Dalam presentasinya yang merupakan hasil penelitian epidemiologi yang dilakukannya di Singapura berkaitan dengan kesehatan jiwa, Prof Lim pada intinya mengatakan bahwa kasus-kasus gangguan jiwa di negara maju seperti Singapura sekalipun masih menjadi kendala terutama dalam keinginan dari penderitanya untuk mendapatkan pertolongan. Salah satu contoh kasus yang diperlihatkan adalah mengenai Gangguan Depresi di mana terdapat angka kejadian 6,2% dari total penduduk di Singapura yang mengalami depresi tapi 59,6% di antaranya tidak mencari pertolongan profesional. Bahkan untuk kasus masalah penyalahgunaan alkohol, dari total 3,5% populasi yang mengalami masalah, 96,2% tidak mencari pertolongan. Hal ini tentunya dihubungkan dengan banyak hal terutama terkait kemampuan dokter di pelayanan primer untuk diagnosis awal dan juga stigma terhadap masalah gangguan kejiwaan. 
Prof Lim juga mengatakan dalam presentasinya bahwa penggunaan obat antidepresan dan obat anticemas dalam mengatasi masalah gangguan kejiwaan seperti depresi dan cemas juga relatif rendah. Beberapa faktor yang dikatakannya adalah berkaitan dengan lepasnya pasien dengan keinginan sendiri dari obat yang digunakan dan saran dari dokter non-psikiater untuk menghentikan pengobatan karena melihat kondisi pasien membaik. Kondisi ini bisa menyebabkan masalah keberulangan timbulnya gejala-gejala gangguan jiwa karena pengobatan yang tidak optimal dan tuntas.
Pembicara utama dalam seminar ini adalah Prof Michael Thase dari University of Pennsylvania School of Medicine di Philadelphia, Amerika Serikat. Profesor yang fokus pada penelitian gangguan mood ini menekankan pada awal presentasinya bahwa Gangguan Depresi adalah masalah global terbesar saat ini. Dia juga menambahkan bahwa masalah gangguan mental adalah masalah terkait kesehatan masyarakat yang besar dan perlu mendapatkan perhatian. Hal ini karena secara umum masalah gangguan jiwa bukan hanya berdampak bagi si penderitanya tetapi juga pada pasangan, keluarga dan lingkungan sosial di mana si pasien berada. Prof Thase juga mengatakan bahwa masalah gangguan jiwa berhubungan dengan masalah rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan jiwa terutama di berbagai negara berkembang yang sistem kesehatan jiwanya belum baik dan stigma terhadap masalah gangguan jiwa masih sangat kuat. 
Prof Thase selanjutnya juga membahas tentang perkembangan terapi farmakologi dan non-farmakologi yang berkaitan dengan gangguan depresi. Beliau mengatakan bahwa pengobatan untuk masalah-masalah gangguan depresi sangat individual dan harus disesuaikan dengan kondisi pasien berkaitan dengan tanda dan gejala yang dialaminya. Prof Thase dalam kaitan membahas masalah ini menampilkan berbagai contoh kasus gangguan depresi yang berbeda terapinya walaupun diagnosisnya tetap sama. Peserta pada kesempatan ini diajak untuk ikut aktif berpikir tentang hal-hal berkaitan dengan kasus pasien yang ditampilkan dan diminta pendapatnya tentang pengobatan yang berkaitan dengan pasien tersebut. Akhir dari presentasi ini ditutup dengan pembahasan mengenai perkembangan obat antidepresan terbaru. 
Acara selanjutnya adalah pembahasan kasus-kasus gangguan depresi di berbagai negara serta bagaimana tata laksana dari masalah tersebut di negara-negara yang mendapatkan kesempatan untuk memaparkan kasusnya. Amerika Serikat, Malaysia dan India mendapatkan kesempatan untuk memaparkan kasus-kasus depresi yang mereka hadapi dalam keseharian praktek dan bagaimana perbedaan terapi terkait dengan pasien tersebut. Masalah-masalah terkait sosial lingkungan juga tidak lupa dibahas mendalam karena sering kali masalah depresi sangat terkait dengan kondisi sosial lingkungan. 
Setelah makan siang acara dilanjutkan dengan pelatihan teknik presentasi yang menggunakan teknik bercerita. Pembicara Dr Robert Broad dari Weber Shandwick memaparkan teknik-teknik presentasi bagi profesional di kalangan kesehatan jiwa agar mendapatkan kesan yang baik sehingga bisa memberikan kontribusi dan dampak bagi pendengar baik awam maupun kalangan profesional di bidang medis. Selain menonton video teknik presentasi yang baik, peserta juga dibagi menjadi kelompok-kelompok yang mempunyai tugas di masing-masing sesi untuk melakukan presentasi atau bercerita tentang masalah yang ditugaskan kepada kami. Diskusi interaktif juga mewarnai pelatihan ini karena semua peserta diharapkan untuk ikut aktif memberikan kontribusi dalam bertanya maupun berkomentar. 
Acara kemudian ditutup oleh "closing remarks" oleh tuan rumah Dr Nguyen Huu Cat dari Hue University of Medicine and Pharmacy di Vietnam. Saya melihat acara ini sangat baik bukan hanya dalam menambah pengetahuan di dalam penanganan kasus-kasus gangguan depresi tetapi juga menjadi sarana belajar kembali teknik-teknik presentasi yang sangat berguna untuk profesional seperti saya ini. Selain itu juga format presentasi kasus yang dipaparkan oleh pembicara membuat kita bisa mengaplikasikan apa yang didiskusikan dalam acara ini karena apa yang dipresentasikan adalah gambaran sehari-hari di dalam praktek sehari-hari. Acara yang didukung oleh Pfizer Mental Health ini diharapkan dapat terus dilakukan secara berkala agar memberikan manfaat berkelanjutan untuk profesional di bidang kesehatan jiwa di regional asia pasifik. Semoga laporan singkat ini berguna. Salam Sehat Jiwa. 

Daftar acara pelatihan (dok.pribadi)
Saya dan dr.Fenny Anggrajani dari Surabaya menjadi wakil Indonesia di acara ini (dok.pribadi)

Sabtu, 17 Oktober 2015

Haruskah Tergantung Obat Ketika Alami Psikosomatik?

Haruskah Tergantung Obat Ketika Alami Psikosomatik?

Oleh : dr.Andri,SpKJ,FAPM (Psikiater Klinik Psikosomatik RS OMNI Alam Sutera)

Banyak orang sering kali khawatir ketika harus bertemu dengan psikiater. Kekhawatiran yang berkembang adalah pasien takut akan ketergantungan obat yang akan diberikan oleh psikiater pada beberapa kasus tertentu. Sebenarnya kekhawatiran ini tidak beralasan karena biasanya masalah terkait dengan kondisi medis psikiatrik tidak selalu harus menggunakan obat dalam jangka waktu lama. Peran pemberian edukasi untuk pasien juga menjadi penting terutama mengenai brapa lama harus mengkonsumsi obat-obatan. Kurangnya informasi atau kesalahpahaman mengenai hal ini bisa membuat pasien jadi salah tangkap terhadap informasi penggunaan obat yang akan diberikan.
Satu yang perlu ditanamkan dalam pikiran pasien yang berobat untuk masalah psikosomatik adalah bahwa keluhan psikosomatik tidak mengancam jiwa. Sering kali pasien mengatakan bahwa ketika keluhan psikosomatiknya kambuh yang biasanya didasari oleh gangguan cemas panik, pasien merasa tidak berdaya dan akhirnya pergi ke IGD. Kekhawatiran akan mengalami penyakit berat seprti serangan jantung sering ada di pikiran pasien yang  mengalami gejala psikosomatik sebagai suatu manifestasi dari serangan panik. Pasien sering kali menjadi tidak nyaman dan berkali-kali terus memikirkan akan kematian ketika serangan terjadi. Padahal tidak ada suatu masalah di organ pasien itu sendiri.

Hal lain yang perlu ditanamkan dalam pikiran pasien dengan masalah psikosomatik adalah bahwa keluhan itu terjadi karena mekanisme adaptasi yang belum baik dari pasien. Mekanisme adaptasi yang dimaksud berkaitan dengan sistem saraf otonom yang berhubungan dengan pengendalian stres atau tekanan dalam hidup manusia. Beberapa pasien sering mengatakan bahwa sebenarnya dia tidak sedang mengalami stres saat serangan panik terjadi, tetapi sedang dalam keadaan santai saja. Memang biasanya serangan panik malah terjadi ketika pasien sedang dalam kondisi santai, bukan saat dalam kondisi adanya stres yang datang. Artinya sebenarnya masalah serangan panik ini berkaitan dengan ketidakmampuan mekanisme sistem saraf otonom untuk mengendalikan stres yang sudah lama ada bukan yang baru saja terjadi.

Terapi untuk masalah ini tidak selalu dengan obat, atau jika pun menggunakan obat biasanya lebih di awal terapi saja. Terapis biasanya akan meminta pasien juga untuk melakukan hal-hal yang bisa membantu proses penyembuhan salah satunya adalah membantu untuk membuat kenyamanan di dalam diri orang tersebut. Keseimbangan adalah tujuannya. Pasien yang mengalami masalah psikosomatik secara mental emosional sering kali tidak stabil tetapi hal ini sudah berlangsung lama sehingga pasiennya pun kadang tidak menyadari. Tekanan hidup yang lama, kejenuhan dalam kehidupan, konflik-konflik yang timbul dalam hidup serta hal-hal yang berkaitan dengan kepribadian pencemas sering menjadi hal yang mengarah kepada pemicu-pemicu psikosomatik.

Kemampuan pasien untuk menyeimbangkan diri ini yang menjadi fokus utama juga. Jadi tidak heran kadang pasien masih mengalami kecemasan tapi karena sudah mampu mengendalikan dirinya dengan baik dan mengenali kecemasan tersebut maka pasien bisa tidak menggunakan obat untuk membantunya. Obat sendiri biasanya lebih untuk membantu upaya mencapai keseimbangan tersebut. Latihan diri tentunya juga perlu untuk membuat pasien semakin percaya diri untuk mengatasi kecemasannya dan mengendalikan keluhan psikosomatiknya. Relaksasi, meditasi, melakukan hobi, berolahraga, belajar berpikir positif termasuk belajar ikhlas dan sabar dalam menjalani hidup adalah hal-hal yang bisa ikut menyeimbangkan diri pasien sehingga mengurangi gejala-gejala psikosomatik. Kesannya memang klise tapi pada kenyataannya tidak mudah melakukan hal ini. Pasien yang sulit atau merasa tidak mampu berusaha menjalankan ini akan menggantungkan kepada obat untuk  mengatasi keluhannya. Hal ini tentunya tidak sepenuhnya salah namun selalu ingatkan dalam diri untuk selalu berusaha mencapai keseimbangan tanpa menggunakan obat lagi. Semoga tulisan ini berguna. Salam Sehat Jiwa. 

Rabu, 14 Oktober 2015

Cuti Praktek 23-24 Okt 2015 (Pelatihan di Ho Chi Minh City, Vietnam)

Tahun ini selain aktif melakukan presentasi di berbagai kongres dan simposium Nasional dan Internasional, saya juga mendapatkan kesempatan kembali untuk mendapatkan pelatihan berkaitan dengan Gangguan Mood (Gangguan Depresi). Acara ini akan berlangsung 23-24 Oktober di Ho Chi Minh City, Vietnam.
Pelatihan ini merupakan keberlanjutan dari pelatihan yang pernah saya jalani di Cheng Du, China pada tahun 2012 lalu. Saya berharap mendapatkan ilmu yang baik dan bisa disebarkan untuk teman-teman sejawat di Indonesia nantinya.