Rabu, 31 Agustus 2016

Informasi Praktek (update 09 Oktober 2016) :

Informasi Praktek (update 09 Oktober 2016) 

Jumat, 14 Oktober 2016 Praktek jam 15.00-18.00 (terima pasien seperti biasa max 10) 
15-16 Okt 2016 : Cuti Praktek (Pelatihan Depresi di Shanghai, China)

Senin, 17 Okt 2016 : Praktek Pagi TIDAK ADA, Praktek Sore jam 15.30-20.00 (Terima Maksimal 15 pasien) 

Terima Kasih
dr.Andri,SpKJ,FAPM 

Senin, 22 Agustus 2016

Keluhan Fisik pada Pasien Depresi dan Cemas (laporan dari Fukuoka)

oleh : dr.Andri,SpKJ,FAPM (Psikiater Klinik Psikosomatik OMNI Hopital Alam Sutera)

Kemarin 21/08/2016 saya baru saja memberikan presentasi saya berkaitan dengan Gejala Fisik pada Pasien Depresi di salah satu simposium di Asian College of Psychosomatic Medicine di Fukuoka, Jepang. Saya memilih tema ini berkaitan dengan latar belakang saya sebagai seorang psikiater yang mempunyai pengalaman klinis yang banyak pada pasien-pasien dengan keluhan fisik terutama sekali yang berkaitan dengan gangguan cemas dan depresi. Simposium saya ini bertema Depression and Somatization diisi oleh tiga pembicara yaitu dari Jepang, Mongolia dan saya sendiri dari Indonesia. 

Saya sendiri mempresentasikan survei yang saya lakukan mulai tahun lalu berkaitan dengan masalah fisik pada pasien dengan gangguan cemas dan depresi. Gangguan depresi dan cemas sendiri lebih banyak kita temukan pada pasien di pelayanan primer. Pasien dengan gangguan fisik tentunya tidak banyak datang langsung ke psikiater walaupun sebenarnya gejala dan keluhannya tersebut didasari oleh gangguan psikologis. Orang biasa menyebutnya sebagai gejala psikosomatik sedangkan para ahli di kedokteran jiwa menyebutnya sebagai gejala somatik. 

Hasil survey yang saya paparkan kemarin memang ternyata tidak jauh berbeda dari penelitian-penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya di bidang psikosomatik. Penelitian sebelumnya kebanyakan mengatakan keluhan yang paling sering didasari oleh gangguan depresi dan cemas adalah gejala nyeri (pain), jantung berdebar (palpitasi), gejala lambung dan kelelahan (fatigue). Inilah gejala yang bisa membuat orang mengalami masalah dalam kehidupannya karena mereka sering menjadi bingung sendiri apalagi jika tidak ditemukan adanya masalah terkait dengan keluhan atau gejala tersebut. Hasil survey di Indonesia yang saya lakukan juga demikian. Tiga terbesar keluhan yang paling sering dialami pasien adalah gejala jantung berdebar, nyeri (pain) dan kelelahan (fatigue). Nomor empat disusul oleh gejala gangguan lambung. Sekiranya penelitian yang dilakukan secara sederhana ini juga memberikan hal yang sama tentang masalah terkait gangguan psikosomatik di Indonesia. 

Saya berharap hasil penelitian kecil ini bisa untuk menjadi dasar penentuan diagnosis sehari-hari dokter di pelayanan klinis. Pasien dengan keluhan fisik yang sering berpindah dan berkaitan dengan masalah emosional baik disadari maupun tidak ada baiknya untuk bisa dipikirkan adanya kemungkinan masalah depresi dan cemas jika dasar fisiologis atau medis fisik dari gejalanya tersebut tidak jelas. Beberapa penelitian telah mengatakan semakin banyak gejala fisik yang dikeluhkan pasien maka semakin tinggi kemungkinannya untuk mengalami depresi. 
Semoga tulisan ini bermanfaat. Sampai berjumpa dua hari lagi di Semarang dalam Kongres Nasional Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI). Saya di sana akan presentasi dalam dua topik simposium berkaitan dengan gangguan cemas dan gangguan tidur. Sampai di laporan berikutnya. Salam Sehat Jiwa 
Saat presentasi di salah satu simposium ACPM 2016 Fukuoka (dok.Pribadi)

Bersama para pembicara dan faculty member of ACPM 2016 (dok Pribadi)

Sabtu, 20 Agustus 2016

Laporan dari Asian College of Psychosomatic Medicine

ACPM 2016, Fukuoka, Japan
Oleh : dr.Andri,SpKJ,FAPM (Psikiater)

Saat saya menuliskan artikel ini saya sedang berada di Fukuoka, Jepang dalam rangka untuk menghadiri Asian College of Psychosomatic Medicine (ACPM) 2016 yang berlangsung di Centennial Hall, Medical Faculty, Kyushu University. Selain datang sebagai peserta, saya juga berkesempatan untuk berbicara di salah satu simposium kongres ini berkaitan dengan tema Somatic Symptoms and Depression. Saya juga sebelumnya telah diminta dalam persiapan acara ini menjadi salah satu International Organizing Committee bersama president of ACPM 2018 nanti Prof Byung Sung Kim. 

Acara ini diikuti oleh peserta dari Asia seperti Indonesia, Korea Selatan, China, Mongolia, Canada, Taiwan dan tentunya Jepang sebagai tuan rumah. Indonesia diwakili oleh empat psikiater dan empat internist psikosomatik dari berbagai daerah. Topik yang dibawakan kebanyakan berkaitan dengan penemuan terbaru dengan adanya pengaruh stres dan perilaku terhadap tubuh manusia. 

Saya sendiri merasa beruntung bisa mewakili Indonesia dalam acara ini. Setelah tahun lalu di acara World Congress of Psychosomatic Medicine (WCPM) 2015 di Glasgow, Skotlandia juga saya ikut serta dalam salah satu simposium yang ada. Kesempatan untuk bisa berkontribusi lebih besar dalam acara ini juga dimulai tahun lalu dengan menjadi penasehat internasional bersama beberapa ahli lagi. Saya berharap dengan keikutsertaan aktif ini dapat membawa nama Indonesia lebih besar lagi di kalangan psikosomatik dunia dan khususnya Asia. Saya berharap juga tahun depan di Beijing, China saya bisa kembali aktif menjadi salah satu pembicara di World Congress of Psychosomatic Medicine. 
Nantikan laporan selanjutnya dari ACPM 2016, Fukuoka Japan. Salam Sehat Jiwa 

Salah satu pembicara dalam Simposium ACPM 2016 Tentang Somatic Complaints and Depression 

Menjadi Salah Satu International Organizing Committee (dok Pribadi)



Minggu, 14 Agustus 2016

Obati Gangguan Cemas Kok Pake Antidepresan?

Obati Gangguan Cemas Kok Pake Antidepresan?
Oleh : dr.Andri,SpKJ,FAPM
Klinik Psikosomatik Omni Hospital Alam Sutera

Pada saat praktek saya sering mendapatkan pertanyaan pasien ketika saya menjelaskan tentang obat yang saya berikan untuk mengatasi masalah gangguan cemas mereka. Salah satu yang paling sering ditanyakan "Mengapa saya diberikan obat antidepresan padahal saya tidak depresi?". Ada juga yang bertanya "Kan saya cemas mengapa diberikan obat antidepresan bukan anticemas saja?"

Pengobatan gangguan cemas tentunya merujuk pada suatu standar pengobatan yang terbaru saat ini. Antidepresan golongan Serotonin seperti Sertraline, Escitalopram, Fluoxetine, Venlafaxine, Duloxetine adalah obat antidepresan yang disarankan sebagai terapi lini pertama pada pengobatan gangguan cemas. Dalam bidang kedokteran yang berbasis bukti (evidence based medicine/EBM) antidepresan untuk mengatasi gangguan cemas direkomendasikan dan terbukti efektif mengatasi gangguan kecemasan. Istilahnya adalah Level Evidence-nya level A1 (terbukti secara ilmiah dan direkemondasikan sebagai obat yang pertama diberikan pada praktek sehari-hari).

Sedangkan anticemas seperti golongan Clonazepam, Lorazepam ataupun alprazolam dimasukkan ke dalam kategori A2 dalam artian terbukti secara ilmiah mengatasi masalah kecemasan namun direkemondasikan sebagai level dua di dalam praktek, artinya jika ada antidepresan maka diberikan sebagai alternatif kedua.

Pada kenyataan di praktek, psikiater sering mengkombinasikan kedua jenis obat ini untuk mengatasi gangguan cemas. Misalnya pasien dengan gangguan cemas menyeluruh atau istilahnya Generalized Anxiety Disorder/GAD biasanya mendapatkan antidepresan dan juga anticemas. Begitu juga kasus Gangguan Panik. Hanya saja saat ini penggunaan obat anticemas terutama golongan benzodiazepine telah dibatasi karena memiliki potensi ketergantungan dan toleransi serta kadang menimbulkan reaksi putus obat yang berlebihan jika tidak digunakan lagi. Biasanya anticemas diberikan dalam tempo yang singkat dan diberikan dengan dosis yang makin menurun. Beberapa kondisi yang perlu dihindari saat menggunakan obat anticemas golongan benzodiazepine adalah pada peminum alkohol yang aktif dan pernah mengalami masalah penyalahgunaan berbagai obat golongan ini sebelumnya. Walaupun ada beberapa pasien yang memerlukan obat anticemasn benzodiazepine dalam jangka waktu lama, sebaiknya hindari pemakaian berlebihan apalagi jika tanpa pendampingan dokter jiwa
Semoga informasi singkat ini membantu. Salam Sehat Jiwa (Dokter Andri Psikiater)

Obati Gangguan Cemas Kok Pake Antidepresan?

Obati Gangguan Cemas Kok Pake Antidepresan?
Oleh : Dokter Andri Psikiater

Pada saat praktek saya sering mendapatkan pertanyaan pasien ketika saya menjelaskan tentang obat yang saya berikan untuk mengatasi masalah gangguan cemas mereka. Salah satu yang paling sering ditanyakan "Mengapa saya diberikan obat antidepresan padahal saya tidak depresi?". Ada juga yang bertanya "Kan saya cemas mengapa diberikan obat antidepresan bukan anticemas saja?"
Pengobatan gangguan cemas tentunya merujuk pada suatu standar pengobatan yang terbaru saat ini. Antidepresan golongan Serotonin seperti Sertraline, Escitalopram, Fluoxetine, Venlafaxine, Duloxetine adalah obat antidepresan yang disarankan sebagai terapi lini pertama pada pengobatan gangguan cemas. Dalam bidang kedokteran yang berbasis bukti (evidence based medicine/EBM) antidepresan untuk mengatasi gangguan cemas direkomendasikan dan terbukti efektif mengatasi gangguan kecemasan. Istilahnya adalah Level Evidence-nya level A1 (terbukti secara ilmiah dan direkemondasikan sebagai obat yang pertama diberikan pada praktek sehari-hari).
Sedangkan anticemas seperti golongan Clonazepam, Lorazepam ataupun alprazolam dimasukkan ke dalam kategori A2 dalam artian terbukti secara ilmiah mengatasi masalah kecemasan namun direkemondasikan sebagai level dua di dalam praktek, artinya jika ada antidepresan maka diberikan sebagai alternatif kedua.
Pada kenyataan di praktek, psikiater sering mengkombinasikan kedua jenis obat ini untuk mengatasi gangguan cemas. Misalnya pasien dengan gangguan cemas menyeluruh atau istilahnya Generalized Anxiety Disorder/GAD biasanya mendapatkan antidepresan dan juga anticemas. Begitu juga kasus Gangguan Panik. Hanya saja saat ini penggunaan obat anticemas terutama golongan benzodiazepine telah dibatasi karena memiliki potensi ketergantungan dan toleransi serta kadang menimbulkan reaksi putus obat yang berlebihan jika tidak digunakan lagi. Biasanya anticemas diberikan dalam tempo yang singkat dan diberikan dengan dosis yang makin menurun. Beberapa kondisi yang perlu dihindari saat menggunakan obat anticemas golongan benzodiazepine adalah pada peminum alkohol yang aktif dan pernah mengalami masalah penyalahgunaan berbagai obat golongan ini sebelumnya. Walaupun ada beberapa pasien yang memerlukan obat anticemasn benzodiazepine dalam jangka waktu lama, sebaiknya hindari pemakaian berlebihan apalagi jika tanpa pendampingan dokter jiwa
Semoga informasi singkat ini membantu. Salam Sehat Jiwa (Dokter Andri Psikiater)

Rabu, 10 Agustus 2016

Psikosomatik...Dasar dari Gangguan Cemas dan Depresi!

Psikosomatik...Dasar dari Gangguan Cemas dan Depresi!
oleh : Dokter Andri Psikiater
Saya sering mendapatkan pertanyaan dari pasien yang datang ke Klinik Psikosomatik Omni Hospital Alam Sutera. Apakah saya ini Psikosomatik, Cemas atau Depresi? Atau saya ini mengalami Gangguan Jiwa?
Pertanyaan ini sebenarnya telah dijawab di beberapa artikel terkait Psikosomatik yang saya tulis di blog Kompasiana saya. Namun mungkin akan saya bahas lagi di status singkat ini.
Psikosomatik adalah merujuk pada suatu keluhan fisik yang dikaitkan dengan faktor psikologis. Pasien dengan keluhan Psikosomatik biasanya tidak didapatkan dasar gangguan medis yang mendasarinya dalam artian tidak ada masalah medis dan organ terkait dengan keluhan psikosomatiknya tersebut. Atau jika pun ada gangguan medisnya, keluhan yang disampaikan terlalu berlebihan atau tidak sesuai dengan patofisiologi atau dasar perjalanan suatu penyakit di tubuh manusia.
Dasar dari keluhan Psikosomatik ini di dalam praktek sehari-hari kita temukan pada pasien yang mengalami Gangguan Cemas dan Depresi. Gangguan cemas dan Gangguan Depresi itu adalah termasuk Gangguan Jiwa!.
Jadi jangan bingung bagaimana membedakan psikosomatik dengan gangguan cemas. Pasien dengan gangguan cemas panik misalnya banyak mengalami gejala psikosomatik. Banyak dari mereka pertama kali malah datang ke dokter jantung atau spesialis penyakit dalam karena keluhan dominannya yang mereka kenali adalah gejala fisik. Dokter yang menangani biasanya mengatakan tidak ada masalah medisnya dan kemungkinan pasien mengalami psikosomatik.
Sayanngnya stigma yang melekat di bidang kedokteran jiwa sangat erat. Mereka tidak semua memahami masalah kejiwaan terkait psikosomatik ini. Kebanyakan lebih sering menganggap enteng masalah ini dan tidak membantu orang sekitarnya yang alami gangguan psikosomatik. Mari bantu saudara kita atau teman kita memahami masalah psikosomatik ini. Jika perlu bantuan segeralah datang ke psikiater terdekat di kota anda. Salam Sehat Jiwa (Dokter Andri Psikiater)

Minggu, 07 Agustus 2016

"Kapan Sembuhnya Gangguan Cemas saya ini?"

"Kapan Sembuhnya Gangguan Cemas saya ini?"
Oleh : dr.ANdri,SpKJ,FAPM
Di banyak kesempatan memberikan seminar atau sedang dalam praktek sehari-hari, banyak orang menanyakan berapa lama obati Gangguan cemas dan mengapa ada beberapa kok yang sepertinya tidak sembuh-sembuh.
Gangguan cemas adalah suatu gangguan fungsional di sistem otak yang faktor pemicunya multifaktorial. Tidak seperti penyakit medis yang faktor pemicunya lebih jelas maka gangguan cemas tidak demikian. Itulah mengapa disebutnya Gangguan Jiwa bukan Penyakit Jiwa karena tidak ada virus, bakteri atau mikroorganisme renik yang menyebabkannya. Gangguan cemas bukan seperti penyakit tifus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella Typhosa yang bisa membaik dengan memberikan antibiotik sesuai aturan. Gangguan cemas adalah gangguan jiwa yang begitu kompleks dan juga melibatkan kepribadian orang tersebut dalam proses penyembuhannya.
Bayangkan jika memang pasien gangguan cemas adalah pasien dengan kepribadian yang perfeksionis. Selama ini dia biasa tegang dan tidak santai, mudah teriritasi dan gampang tersinggung. Inilah yang membuat masalah kadang buat pasiennya juga. Pasien kemudian bertanya bagaimana dia bisa sembuh segera? Memang tidak mudah menjawab pertanyaan ini karena sebenarnya masalah gangguan cemasnya juga terpicu dari kondisinya sendiri. Kondisi kepribadiannya yang sering kali menimbulkan masalah. Orang dengan sifat kepribadian perfeksionis seperti ini memang lebih tegang daripada kebanyakan orang dan membuatnya lebih mudah mengalami gangguan cemas.
Jadi mengobati gangguan cemasnya tidak hanya memberikan obat kepada diri pasien tetapi juga mengajak pasien untuk bisa mampu mengenali dirinya dengan baik dan berupaya mengurangi sedikit tegangan pada dirinya karena sifat perfeksionisnya tersebut. Ini yang sebenarnya tidak muda dilakukan pasien.
Kalau bicara standar pengobatan gangguan cemas menurut literatur saja, saya bisa katakan bahwa untuk kasus gangguan panik yang termasuk dalam kategori gangguan cemas, pengobatannya berkisar antara 12-18 bulan. Pada prakteknya di kehidupan praktek sehari-hari, kebanyakan pasien sudah mengeluh makan obat terus jika sudah lebih tiga bulan.
Semoga informasi singkat ini bermanfaat. Salam Sehat Jiwa (Dokter Andri Psikiater)