Minggu, 29 April 2012

Pemeriksaan Apa Yang Membuktikan Depresi/Cemas?

Ketika pasien bertanya kepada saya tentang pemeriksaan apa yang bisa membuktikan adanya masalah di otak pasien terkait dengan gangguan cemas atau depresi yang dideritanya, terus terang saya tidak bisa merekomendasikan pemeriksaan apa yang umum dilakukan dalam praktek sehari-hari. Sistem otak yang terganggu dalam gangguan cemas adalah kondisi terkait fungsional sistem yang melibatkan banyak faktor sistem di otak, ada sistem saraf otonom, sistem aksis hipotalamus-pituitary-adrenal, serta sistem neurotransmitter monoamine (terkait tiga sistem lainnya yaitu serotonin,dopamin dan norepineprine). Sistem yang terganggu ini bukan bersifat anatomis yang bisa dicek masalahnya dengan pemeriksaan CT-Scan atau MRI. Pemeriksaan EEG juga tidak bisa mengungkapkan apa yang terjadi di dalam tiga sistem yang saya sebutkan di atas. Paling mungkin dan yang banyak diteliti adalah pemeriksaan dengan menggunakan f-MRI (functional MRI) dan PET-SCAN yang sebenarnya dalam praktek sehari-hari jarang digunakan atau bahkan tidak pernah sama sekali.

Gambar 1. Imaging f-MRI pada pasien depresi
 (sumber : Google images from www.mayoclinic.com)

Tampak pada gambar di atas adala hasil f-MRI pada pasien depresi. Terlihat bahwa gambaran pasien yang tidak depresi lebih banyak bagian otaknya yang aktif (bercahaya) dibandingkan dengan pasien depresi yang lebih banyak yang tidak aktif (tidak bercahaya). Hal ini memang secara teori dan klinik terbukti bahwa pasien yang mengalami depresi kebanyakan mengalami gangguan dalam kognitif (fungsi pikirnya) sehingga tampak sulit konsentrasi, sulit berpikir, sulit memutuskan sesuatu dan kesulitan daya kognitif yang lain. 

Gambar 2. Gambaran PET-Scan pada pasien depresi 
(sumber : Google Search http://www.biologicalunhappiness.com

Gambar di atas adalah pasien depresi yang telah mengalami perbaikan setelah pengobatan. Gambaran PET-SCAN memperlihatkan bagian-bagian otak yang mulai aktif secara menyeluruh yang sangat berbeda dengan gambaran sebelumnya. 

Pemeriksaan inilah yang secara penelitian membuktikan adanya perbaikan yang nyata pada pasien depresi ataupun cemas depresi yang diberikan pengobatan, baik dengan obat atau psikoterapi. Sayangnya pemeriksaan ini tidak dilakukan secara rutin di klinik. Selain hanya bersifat konfirmasi dan untuk menunjang hasil pengobatan, harganya juga relatif mahal. Diagnosis pasien depresi atau cemas sampai saat ini masih menggunakan pedoman diagnosis yang sudah diakui secara internasional yaitu ICD-10 (WHO) atau DSM-IV TR (American Psychiatric Association). 





Sabtu, 28 April 2012

Sembuh Dari Gangguan Cemas, Mungkinkah ?


Oleh : dr.Andri,SpKJ (Psikiater Psikosomatik Medis)
Banyak pasien yang sering menanyakan kepada saya apakah gangguan cemas yang dideritanya dapat sembuh atau tidak. Pasien menanyakan hal ini tentunya bukan tanpa alasan. Begitu banyak pasien dengan gangguan cemas yang merasa "terjebak" dalam penggunaan obat anticemas atau dikenal sebagai penenang. Ketergantungan secara psikologis dan fisik sering dilaporkan oleh pasien yang "hanya" mengandalkan obat anticemas seperti alprazolam untuk mengatasi gangguan cemasnya. Padahal sudah sejak beberapa tahun yang lalu beberapa penelitian terbaru di bidang gangguan cemas mengatakan penggunaan obat anticemas golongan benzodiazepin seperti alprazolam sudah mulai ditinggalkan karena kemungkinan mengalami ketergantungan cukup besar apalagi jika tidak dalam pengawasan psikiater. Apalagi di negara barat yang banyak individunya meminum alkohol dalam jumlah lebih banyak maka biasanya kondisi ketergantungan akan lebih mudah tercapai. Obat antidepresan golongan SSRI saat ini yang menjadi pilihan dalam pengobatan gangguan cemas.
Tentang apa itu gangguan cemas dan berbagai macam tipenya pernah saya tulis di berbagai tulisan yang saya tulis di blog ini, namun pertanyaan yang sering muncul di ruang praktek tetaplah seragam, yaitu "Apakah saya bisa sembuh dari gangguan cemas ini?"
Keterlibatan Genetik dan Lingkungan
Ketika menuliskan tulisan ini saya baru saja beberapa hari yang lalu pulang dari pertemuan regional negara asia yang membahas perkembangan terbaru di bidang neuroscience terkait dengan gangguan kejiwaan depresi, cemas, bipolar dan skizofrenia. Dalam dua hari pertemuan ini saya banyak mendapatkan updateilmu terkait kondisi gangguan cemas dan faktor-faktor penyebabnya. 
Sampai saat ini memang tidak ada yang bisa menjelaskan faktor utama terjadinya ketidakseimbangan sistem di otak sehingga membuat pasien mengalami gangguan cemas. Keterlibatan faktor genetik dan lingkungan masih dianggap faktor yang berperan secara sinergis dalam "membentuk" suatu kondisi gangguan kecemasan. Namun walaupun demikian kedua faktor ini tidak dapat berdiri sendiri. Jika terdapat faktor genetik bawaan tetapi tidak ada faktor lingkungan maka tidak akan terjadi gangguan kecemasan. Begitupun jika memang kondisi lingkungan dalam arti begitu banyaknya stres atau tekanan dalam kehidupan namun tidak didukung oleh faktor genetik bawaan maka kondisi gangguan kecemasan juga tidak terjadi.
Kok Bisa Kambuh ?
Jika ditanyakan oleh pasien apakah penyakit ini bisa kambuh tanpa ragu saya menjawab BISA. Penjelasan tentang mengapa bisa kambuh sebenarnya sederhana. Seperti juga kondisi flu yang biasanya berhubungan dengan kondisi keseimbangan kesehatan individu, maka sering saya mengumpamakan gangguan cemas itu sebagai kondisi yang tidak berbeda dari flu. Artinya pasien bisa menjadi baik dan tidak kambuh jika pengobatan dilakukan dengan baik dan tepat serta menjaga kondisi badan dan pikiran yaang baik. 
Pengobatan dengan obat-obat antidepresan lebih sering diperlukan untuk memperbaiki keseimbangan sistem otak pada pasien gangguan cemas. Setelah seimbang maka diharapakn keluhan-keluhan psikologis dan fisik terkait cemas bisa hilang atau mereda sama sekali. Saat keseimbangan tercapai inilah maka pola-pola pikir positif akan bisa muncul dan menjadi suatu bekal untuk menghadapi kondisi stres sehari-hari. 
Namun jika pola pikir tidak terlatih dan lingkungan juga memang sangat tidak nyaman dan diidentifikasikan sebagai suatu kondisi yang penuh tekanan, maka lama-lama keseimbangan sistem di otak yang pada walanya sudah benar itu kembali berulah. Pada saat inilah keluhan-keluhan cemas muncul lagi dan itulah yang dinamakan kambuh (relaps).
Walaupun bisa kambuh jangan kecil hati kalau ini adalah akhir dari segalanya. Pasien sering merasa putus asa jika kambuh walaupun itu banyak terjadi karena memang angka kekambuhan pada pasien depresi misalnya bisa mencapai 50% lebih walaupun mendapatkan pengobatan. Untuk itulah dalam setiap sesi konsultasi, pendidikan dan informasi tentang penyakit ini saya berikan detil agar mencegah kesalahpahaman. Kondisi pasien bisa baik sama sekali dari kondisi kecemasan tetapi bukan berarti tidak bisa kambuh. Kuncinya adalah seberapa besar pasien bisa mempertahankan pola adaptasi stressnya dan mampu beradaptasi dengan stres kehidupaan sehari-hari itu.  
Jadi tidak perlu menjadi putus asa jika anda kambuh dari gangguan cemas, tetapi juga jangan terlalu pesimis sampai mengatakan bahwa tidak bisa sembuh dari gangguan cemas.
Salam Sehat Jiwa