Minggu, 27 Desember 2015

Sampai Akhir Tahun Tetap Praktek

Praktek Seperti Jadwal Biasa antara tanggal 28-30 Desember 2015. 
Kamis, 31 Desember 2015 Praktek Pagi jam 09.00-12.00 sedangkan Praktek Sore lebih awal jam 14.00-17.00 (Pembatasan Pasien tetap diberlakukan paling banyak 10 pasien)

Sabtu , 2 Januari 2016 PRAKTEK SEPERTI BIASA jam 08.00-12.00 

Rabu, 23 Desember 2015

Cuti Praktek Januari 2016

Sabtu, 23 Januari 2016 TIDAK PRAKTEK seperti biasanya karena harus menjadi pembicara seminar di Bandung. 



Senin, 21 Desember 2015

Gangguan Jiwa Tidak Selalu Gila


Takut Terbang Itu Gangguan Jiwa

Oleh : dr.Andri,SpKJ,FAPM (Psikiater Klinik Psikosomatik RS OMNI Alam Sutera)

Praktek saya sehari-hari di Klinik Psikosomatik RS OMNI Alam Sutera banyak bertemu dengan pasien-pasien yang mengalami gangguan kecemasan. Masalah kecemasan dan gejalanya sering kali datang kepada pasien tanpa alasan yang menurut pasien jelas. Dulu mereka begitu berani dan cuek dalam menghadapi segala macam kegiatan, tapi sejak mengalami gangguan cemas mereka menjadi penuh keterbatasan. 
Salah satu yang sering dikeluhkan pasien adalah soal takutnya mereka melakukan perjalanan dengan pesawat. Akhir tahun yang identik dengan liburan sekolah dan cuti kerja membuat perjalanan pesawat menjadi salah satu yang tidak bisa dihindarkan. Beberapa kisah di bawah ini mungkin bisa memberikan gambaran tentang ketakutan ini.  

Kisah 1.  
Pasien seorang laki-laki muda usia 30-an. Dia biasanya tidak pernah mengalami masalah takut terbang saat masih di usia 20-an. Belakangan sejak 1 tahun yang lalu dia menghindari perjalanan dengan pesawat. Cerita di awali ketika pasien pernah mengalami serangan panik di saat perjalanan dengan mobil di tol. Saat itu pasien merasa tiba-tiba jantungnya berdebar kencang, keluar keringat dingin, napas seperti tercekat dan keluar keringat dingin. Pasien menggambarkannya sebagai suatu kondisi seperti serangan jantung dan membuat pasien takut luar biasa. Saat diperiksa ke IGD pasien tidak mengalami gangguan dalam fungsi tubuhnya. Sejak kejadian itu yang kemudian disusul oleh kejadian berikutnya di bioskop, pasien menjadi selalu was-was jika bepergian sendiri. Puncaknya adalah ketika dia diminta untuk melakukan perjalanan bisnis dengan pesawat terbang. Sempat merasa tidak yakin dengan kondisi kemampuannya tetapi pasien memaksa dirinya karena tidak ada lagi yang bisa menggantikan. Ternyata serangan panik kembali datang saat pasien berada di dalam pesawat dan membuat perjalanan singkat sejam penerbangan itu membuat pasien seperti berada di dalam neraka. Sejak saat itu, pasien selalu menghindari perjalanan udara di mana dia merasa seperti terkungkung di dalam pesawat dan kesulitan melepaskan diri. Dalam wawancaranya, pasien mengatakan kalau ada apa-apa di udara sulit sekali mendapatkan pertolongan.  
Kisah 2.  
Pasien seorang mantan pramugari yang melakukan tugas terbangnya lebih dari 10 tahun. Saat menjalani pekerjaannya tidak ada masalah dalam menjalankan tugasnya dan pasien tidak pernah mengalami peristiwa traumatik dalam penerbangan. Sejak lepas dari tugas terbangnya tersebut, pasien melakukan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga. Dua tahun yang lalu mulai mengalami gejala-gejala panik yang sering datang tanpa sebab. Pasien mulai merasakan kekhawatiran yang tidak jelas sumbernya. Sempat melakukan pengobatan ke psikiater tapi tidak lengkap. Pasien mulai menyadari saat ini ketika diajak bepergian dengan pesawat, pasien malah merasakan ketakutan bahkan beberapa hari sebelum terbang. Ketakutan akan terjadinya serangan panik berulang di atas pesawat membuat pasien seperti tidak mampu berpikir apa yang harus dia lakukan jika hal tersebut terjadi. Latar belakangnya sebagai seorang pramugari tetap tidak bisa membuat pasien lebih menyadari bahwa transportasi udara adalah salah satu yang teraman.  

Dua kisah di atas adalah sebagian gambaran kecil pasien-pasien yang takut terbang setelah mengalami gangguan panik. Kisah pramugari itu bukan satu-satunya. Banyak orang yang sebenarnya dulu tidak bermasalah dengan terbang malah menjadi kesulitan saat ini bahkan sangat menghindari perjalanan udara. Saya mempunyai beberapa pasien yang tidak mau terbang dan melakukan perjalan bisnis dengan konsekuensi kesulitan untuk naik pangkat dalam jabatannya. Sering kali pasien juga merasa tidak berdaya jika harus diminta pergi dan mengikuti perintah itu, tapi selama beberapa hari sebelum terbang pasien sangat "kepikiran" akan terbangnya dan akhirnya mengganggu aktifitas hidup dan kualitas tidur.  
Kebanyakan masalah takut terbang berkaitan dengan gangguan kecemasan terutama gangguan kecemasan panik (panic disorder) atau gangguan kecemasan menyeluruh. Biasanya dua diagnosis gangguan kejiwaan ini paling sering pasiennya mengalami ketakutan terbang. Banyak yang akhirnya bisa kembali menjadi baik setelah melakukan terapi untuk gangguan kecemasannya secara tuntas. Walaupun bagaimanapun awalnya perlu dibantu. Saya pernah ada pasien yang perlu melakukan perjalanan jauh ke Eropa dan bisa akhirnya melewati walaupun dibantu dengan pengobatan bahkan sebelum pasien terbang.  Takut terbang memang banyak dialami oleh banyak pasien. Sering kali dibiarkan begitu saja tanpa mendapatkan pengobatan yang tepat. Padahal kondisi ini bisa diobati dan bisa diberikan pengobatan yang membantu masalah ini bisa hilang. Segeralah berobat jika mengalami hal ini. Jangan ditunda lagi apalagi musim liburan telah tiba. Salam Sehat Jiwa

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/psikosomatik_andri/takut-terbang-itu-gangguan-jiwa_567363a7b77a613005231086

Minggu, 22 November 2015

Cuti Desember


Sabtu, 26 Desember 2015 TETAP PRAKTEK
Sabtu, 02 JANUARI 2016 TETAP PRAKTEK 

Kamis, 29 Oktober 2015

Live di Daai TV


LIVE 30 Oktober 2015 Jam.11.00-12.00
Tema : Stres Wanita Bekerja
Siaran Ulang di hari yang sama jam 17.00 dan 23.00

Sabtu, 24 Oktober 2015

Mengoptimalkan Terapi Depresi Menuju Perbaikan Fungsi Pasien

Oleh : dr.Andri,SpKJ,FAPM (Psikiater Klinik Psikosomatik RS OMNI ALAM SUTERA)
Saat menuliskan artikel ini saya baru saja selesai mengikuti seminar dan workshop sehari di Ho Chi Minh city, Vietnam yang berlangsung 24 Oktober 2015. Kemarin baru saja saya menyelesaikan pelatihan yang membahas tentang masalah dan perkembangan terapi depresi di Asia. Seminar dan pelatihan yang bertema "Optimizing Treatment in Major Depressive Disorder : Towards Functional Recovery with Tailored Therapy" ini berisi berbagai pembicara baik dari Asia dan Amerika Serikat. Dalam rangkaian acara ini juga terdapat pelatihan "soft skill" tentang cara presentasi dengan menggunakan teknik "storytelling" dalam memaparkan kasus-kasus depresi. 
Indonesia pada kesempatan ini diwakilkan oleh dua psikiater, selain saya salah satu teman sejawat psikiater dari Surabaya juga hadir dalam acara ini. Pembicara pertama dalam seminar ini adalah Prof Lim Yun Chin dari Singapura yang memberikan presentasi tentang "Unveiling depression in Asia : Where Are We Now?". Dalam presentasinya yang merupakan hasil penelitian epidemiologi yang dilakukannya di Singapura berkaitan dengan kesehatan jiwa, Prof Lim pada intinya mengatakan bahwa kasus-kasus gangguan jiwa di negara maju seperti Singapura sekalipun masih menjadi kendala terutama dalam keinginan dari penderitanya untuk mendapatkan pertolongan. Salah satu contoh kasus yang diperlihatkan adalah mengenai Gangguan Depresi di mana terdapat angka kejadian 6,2% dari total penduduk di Singapura yang mengalami depresi tapi 59,6% di antaranya tidak mencari pertolongan profesional. Bahkan untuk kasus masalah penyalahgunaan alkohol, dari total 3,5% populasi yang mengalami masalah, 96,2% tidak mencari pertolongan. Hal ini tentunya dihubungkan dengan banyak hal terutama terkait kemampuan dokter di pelayanan primer untuk diagnosis awal dan juga stigma terhadap masalah gangguan kejiwaan. 
Prof Lim juga mengatakan dalam presentasinya bahwa penggunaan obat antidepresan dan obat anticemas dalam mengatasi masalah gangguan kejiwaan seperti depresi dan cemas juga relatif rendah. Beberapa faktor yang dikatakannya adalah berkaitan dengan lepasnya pasien dengan keinginan sendiri dari obat yang digunakan dan saran dari dokter non-psikiater untuk menghentikan pengobatan karena melihat kondisi pasien membaik. Kondisi ini bisa menyebabkan masalah keberulangan timbulnya gejala-gejala gangguan jiwa karena pengobatan yang tidak optimal dan tuntas.
Pembicara utama dalam seminar ini adalah Prof Michael Thase dari University of Pennsylvania School of Medicine di Philadelphia, Amerika Serikat. Profesor yang fokus pada penelitian gangguan mood ini menekankan pada awal presentasinya bahwa Gangguan Depresi adalah masalah global terbesar saat ini. Dia juga menambahkan bahwa masalah gangguan mental adalah masalah terkait kesehatan masyarakat yang besar dan perlu mendapatkan perhatian. Hal ini karena secara umum masalah gangguan jiwa bukan hanya berdampak bagi si penderitanya tetapi juga pada pasangan, keluarga dan lingkungan sosial di mana si pasien berada. Prof Thase juga mengatakan bahwa masalah gangguan jiwa berhubungan dengan masalah rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan jiwa terutama di berbagai negara berkembang yang sistem kesehatan jiwanya belum baik dan stigma terhadap masalah gangguan jiwa masih sangat kuat. 
Prof Thase selanjutnya juga membahas tentang perkembangan terapi farmakologi dan non-farmakologi yang berkaitan dengan gangguan depresi. Beliau mengatakan bahwa pengobatan untuk masalah-masalah gangguan depresi sangat individual dan harus disesuaikan dengan kondisi pasien berkaitan dengan tanda dan gejala yang dialaminya. Prof Thase dalam kaitan membahas masalah ini menampilkan berbagai contoh kasus gangguan depresi yang berbeda terapinya walaupun diagnosisnya tetap sama. Peserta pada kesempatan ini diajak untuk ikut aktif berpikir tentang hal-hal berkaitan dengan kasus pasien yang ditampilkan dan diminta pendapatnya tentang pengobatan yang berkaitan dengan pasien tersebut. Akhir dari presentasi ini ditutup dengan pembahasan mengenai perkembangan obat antidepresan terbaru. 
Acara selanjutnya adalah pembahasan kasus-kasus gangguan depresi di berbagai negara serta bagaimana tata laksana dari masalah tersebut di negara-negara yang mendapatkan kesempatan untuk memaparkan kasusnya. Amerika Serikat, Malaysia dan India mendapatkan kesempatan untuk memaparkan kasus-kasus depresi yang mereka hadapi dalam keseharian praktek dan bagaimana perbedaan terapi terkait dengan pasien tersebut. Masalah-masalah terkait sosial lingkungan juga tidak lupa dibahas mendalam karena sering kali masalah depresi sangat terkait dengan kondisi sosial lingkungan. 
Setelah makan siang acara dilanjutkan dengan pelatihan teknik presentasi yang menggunakan teknik bercerita. Pembicara Dr Robert Broad dari Weber Shandwick memaparkan teknik-teknik presentasi bagi profesional di kalangan kesehatan jiwa agar mendapatkan kesan yang baik sehingga bisa memberikan kontribusi dan dampak bagi pendengar baik awam maupun kalangan profesional di bidang medis. Selain menonton video teknik presentasi yang baik, peserta juga dibagi menjadi kelompok-kelompok yang mempunyai tugas di masing-masing sesi untuk melakukan presentasi atau bercerita tentang masalah yang ditugaskan kepada kami. Diskusi interaktif juga mewarnai pelatihan ini karena semua peserta diharapkan untuk ikut aktif memberikan kontribusi dalam bertanya maupun berkomentar. 
Acara kemudian ditutup oleh "closing remarks" oleh tuan rumah Dr Nguyen Huu Cat dari Hue University of Medicine and Pharmacy di Vietnam. Saya melihat acara ini sangat baik bukan hanya dalam menambah pengetahuan di dalam penanganan kasus-kasus gangguan depresi tetapi juga menjadi sarana belajar kembali teknik-teknik presentasi yang sangat berguna untuk profesional seperti saya ini. Selain itu juga format presentasi kasus yang dipaparkan oleh pembicara membuat kita bisa mengaplikasikan apa yang didiskusikan dalam acara ini karena apa yang dipresentasikan adalah gambaran sehari-hari di dalam praktek sehari-hari. Acara yang didukung oleh Pfizer Mental Health ini diharapkan dapat terus dilakukan secara berkala agar memberikan manfaat berkelanjutan untuk profesional di bidang kesehatan jiwa di regional asia pasifik. Semoga laporan singkat ini berguna. Salam Sehat Jiwa. 

Daftar acara pelatihan (dok.pribadi)
Saya dan dr.Fenny Anggrajani dari Surabaya menjadi wakil Indonesia di acara ini (dok.pribadi)

Sabtu, 17 Oktober 2015

Haruskah Tergantung Obat Ketika Alami Psikosomatik?

Haruskah Tergantung Obat Ketika Alami Psikosomatik?

Oleh : dr.Andri,SpKJ,FAPM (Psikiater Klinik Psikosomatik RS OMNI Alam Sutera)

Banyak orang sering kali khawatir ketika harus bertemu dengan psikiater. Kekhawatiran yang berkembang adalah pasien takut akan ketergantungan obat yang akan diberikan oleh psikiater pada beberapa kasus tertentu. Sebenarnya kekhawatiran ini tidak beralasan karena biasanya masalah terkait dengan kondisi medis psikiatrik tidak selalu harus menggunakan obat dalam jangka waktu lama. Peran pemberian edukasi untuk pasien juga menjadi penting terutama mengenai brapa lama harus mengkonsumsi obat-obatan. Kurangnya informasi atau kesalahpahaman mengenai hal ini bisa membuat pasien jadi salah tangkap terhadap informasi penggunaan obat yang akan diberikan.
Satu yang perlu ditanamkan dalam pikiran pasien yang berobat untuk masalah psikosomatik adalah bahwa keluhan psikosomatik tidak mengancam jiwa. Sering kali pasien mengatakan bahwa ketika keluhan psikosomatiknya kambuh yang biasanya didasari oleh gangguan cemas panik, pasien merasa tidak berdaya dan akhirnya pergi ke IGD. Kekhawatiran akan mengalami penyakit berat seprti serangan jantung sering ada di pikiran pasien yang  mengalami gejala psikosomatik sebagai suatu manifestasi dari serangan panik. Pasien sering kali menjadi tidak nyaman dan berkali-kali terus memikirkan akan kematian ketika serangan terjadi. Padahal tidak ada suatu masalah di organ pasien itu sendiri.

Hal lain yang perlu ditanamkan dalam pikiran pasien dengan masalah psikosomatik adalah bahwa keluhan itu terjadi karena mekanisme adaptasi yang belum baik dari pasien. Mekanisme adaptasi yang dimaksud berkaitan dengan sistem saraf otonom yang berhubungan dengan pengendalian stres atau tekanan dalam hidup manusia. Beberapa pasien sering mengatakan bahwa sebenarnya dia tidak sedang mengalami stres saat serangan panik terjadi, tetapi sedang dalam keadaan santai saja. Memang biasanya serangan panik malah terjadi ketika pasien sedang dalam kondisi santai, bukan saat dalam kondisi adanya stres yang datang. Artinya sebenarnya masalah serangan panik ini berkaitan dengan ketidakmampuan mekanisme sistem saraf otonom untuk mengendalikan stres yang sudah lama ada bukan yang baru saja terjadi.

Terapi untuk masalah ini tidak selalu dengan obat, atau jika pun menggunakan obat biasanya lebih di awal terapi saja. Terapis biasanya akan meminta pasien juga untuk melakukan hal-hal yang bisa membantu proses penyembuhan salah satunya adalah membantu untuk membuat kenyamanan di dalam diri orang tersebut. Keseimbangan adalah tujuannya. Pasien yang mengalami masalah psikosomatik secara mental emosional sering kali tidak stabil tetapi hal ini sudah berlangsung lama sehingga pasiennya pun kadang tidak menyadari. Tekanan hidup yang lama, kejenuhan dalam kehidupan, konflik-konflik yang timbul dalam hidup serta hal-hal yang berkaitan dengan kepribadian pencemas sering menjadi hal yang mengarah kepada pemicu-pemicu psikosomatik.

Kemampuan pasien untuk menyeimbangkan diri ini yang menjadi fokus utama juga. Jadi tidak heran kadang pasien masih mengalami kecemasan tapi karena sudah mampu mengendalikan dirinya dengan baik dan mengenali kecemasan tersebut maka pasien bisa tidak menggunakan obat untuk membantunya. Obat sendiri biasanya lebih untuk membantu upaya mencapai keseimbangan tersebut. Latihan diri tentunya juga perlu untuk membuat pasien semakin percaya diri untuk mengatasi kecemasannya dan mengendalikan keluhan psikosomatiknya. Relaksasi, meditasi, melakukan hobi, berolahraga, belajar berpikir positif termasuk belajar ikhlas dan sabar dalam menjalani hidup adalah hal-hal yang bisa ikut menyeimbangkan diri pasien sehingga mengurangi gejala-gejala psikosomatik. Kesannya memang klise tapi pada kenyataannya tidak mudah melakukan hal ini. Pasien yang sulit atau merasa tidak mampu berusaha menjalankan ini akan menggantungkan kepada obat untuk  mengatasi keluhannya. Hal ini tentunya tidak sepenuhnya salah namun selalu ingatkan dalam diri untuk selalu berusaha mencapai keseimbangan tanpa menggunakan obat lagi. Semoga tulisan ini berguna. Salam Sehat Jiwa. 

Rabu, 14 Oktober 2015

Cuti Praktek 23-24 Okt 2015 (Pelatihan di Ho Chi Minh City, Vietnam)

Tahun ini selain aktif melakukan presentasi di berbagai kongres dan simposium Nasional dan Internasional, saya juga mendapatkan kesempatan kembali untuk mendapatkan pelatihan berkaitan dengan Gangguan Mood (Gangguan Depresi). Acara ini akan berlangsung 23-24 Oktober di Ho Chi Minh City, Vietnam.
Pelatihan ini merupakan keberlanjutan dari pelatihan yang pernah saya jalani di Cheng Du, China pada tahun 2012 lalu. Saya berharap mendapatkan ilmu yang baik dan bisa disebarkan untuk teman-teman sejawat di Indonesia nantinya.


Selasa, 22 September 2015

Masalah Yang Mengintai Terkait Penggunaan Alprazolam

Oleh : dr.Andri,SpKJ,FAPM (Psikiater Klinik Psikosomatik RS OMNI Alam Sutera)

Sudah banyak sekali saya menuliskan tentang masalah penggunaan alprazolam yang tidak pada tempatnya dalam praktek sehari-hari. Alprazolam yang dikenal dengan berbagai merk seperti Xanax, Zypraz, Alganax, Frixitas, Calmlet, Alprazolam generik adalah obat penenang atau anti cemas golongan benzodiazepine yang sangat dikenal luas di kalangan para dokter. Efeknya yang cepat dan poten sering menjadi pilihan dokter untuk menangani kasus-kasus berkaitan dengan masalah kecemasan. Sering kali pula dokter meresepkannya untuk gangguan tidur dan beberapa diberikan pada pasien-pasien dengan keluhan psikosomatik. Sayangnya jika dipakai tanpa pengawasan dokter yang ketat dan terlalu lama, potensi akan toleransi atau semakin naiknya dosis dan kesulitan lepas dari obat ini sangatlah besar.

Beberapa pasien yang tidak sadar akan masalah yang bisa timbul karena obat ini malah memakainya dengan sesukanya dan dibeli secara bebas lewat online atau apotek yang nakal menjual tanpa resep. Beberapa dokter yang kurang pemahamannya akan obat ini menggunakannya untuk banyak kasus yang sebenarnya tidak perlu obat alprazolam ini. Sayangnya sering kali nasi sudah menjadi bubur. Saya sudah sangat sering berhadapan dengan kasus ketergantungan alprazolam yang dimulai dari suatu proses yang salah di masa lalu. Ketidaktahuan pasien akan potensi ketergantungan obat ini dan kurangnya pengetahuan dokter berkaitan dengan obat ini adalah kombinasi yang kurang baik jika berkaitan dengan alprazolam.

Ketergantungan versus Penyalahgunaan
Alprazolam adalah obat anticemas yang sangat efektif dan poten. Itulah mengapa obat ini menjadi favorit di kalangan para dokter dan juga pasien untuk menggunakannya. Beberapa kasus gangguan cemas panik sangat baik jika diobati dengan obat ini saat serangan paniknya masih datang secara dominan. Alprazolam mungkin dianggap satu-satunya obat yang bisa mengatasi serangan panik secara cepat dan efektif. Kegunaan obat ini yang besar menyebabkannya masih menjadi andalan banyak dokter terutama psikiater dalam menangani masalah kecemasan.
Sayangnya memang masalah ketergantungan mengintai. Ketergantungan bisa saja dianggap sebagai sesuatu yang biasa terjadi pada banyak kasus medis seperti contohnya pasien yang harus terus menerus makan obat darah tinggi, obat anti diabetes dan obat-obatan jantung dan pembuluh darah. 

Sayangnya jika berbicara ketergantungan obat penenang orang biasanya menjadi dipenuhi kekhawatiran dan ketakutan. Walaupun demikian banyak kasus kecemasan di dalam prakteknya memang membutuhkan obat penenang secara lama dan terus menerus. Beberapa pasien tidak bisa nyaman dengan obat antidepresan yang dianggap juga mempunyai efek anticemas, kebanyakan lebih nyaman dengan obat anticemas seperti salah satunya alprazolam. Tanpa obat anticemas ini pasien tidak bisa beraktifitas normal. Inilah salah satu contoh ketergantungan dalam praktek sehari-hari.

Definisi lain adalah penyalahgunaan. Penyalahgunaan lebih diartikan menggunakan obat tanpa sesuai dosis dan indikasi yang biasa digunakan dalam proses pengobatan. Penyalahgunaan obat anticemas seperti alprazolam sering kali ditemukan pada pasien yang pernah terlibat atau bersinggungan dengan narkotika seperti heroin dan golongan stimulan seperti metamfetamine dan amfetamine. Dosis penyalahgunaan biasanya tidak seperti pada dosis terapi tetapi biasanya lebih besar. Bayangkan dosis terapi alprazolam yang 0,5mg untuk serangan panik bisa digunakan oleh orang yang menyalahgunakan obat ini sampai 20x lipatnya atau sampai 10mg. Orang yang menyalahgunakan memang mencari efek lain dari obat tersebut dan bukan efek terapinya.

Pengawasan Penggunaan Obat
Psikiater dianggap sebagai dokter yang memahami lebih dalam tentang penggunaan alprazolam. Kebanyakan psikiater akan sangat hati-hati ketika menggunakan obat ini. Dosis kecil dan sering kali diberikan jika perlu lebih sering disarankan untuk pasien daripada dosis besar dan diminum rutin. Beberapa psikiater malah mungkin lebih banyak menghindari penggunaan alprazolam ini jika tidak terlalu perlu.

Pasien juga perlu menyadari bahwa obat anticemas bukanlah satu-satunya cara untuk sembuh dari gangguan cemas. Tulisan saya terdahulu di blog ini juga menegaskan adanya kemungkinan sembuh dari gangguan kecemasan tanpa perlu ke psikiater. Hal ini bertujuan agar pasien menyadari bahwa obat untuk masalah gangguan cemas bukan satu-satunya jalan keluar apalagi obat yang hanya efektif sesaat seperti alprazolam ini.

Salah satu yang perlu diingat pasien dan dokter adalah bahwa sebelum memberikan alprazolam dan kebanyakan benzodiazepine lainnya, perlu ditanyakan adanya riwayat penggunaan narkotika dan alkohol pada pasien. Jika ada maka ada baiknya menghindari penggunaan alprazolam karena potensi untuk ketergantungan dan penyalahgunaan akan lebih besar daripada yang tidak.  
Semoga tulisan singkat ini bermanfaat. Salam Sehat Jiwa

Rabu, 09 September 2015

Tarif Konsultasi (per 1 September 2015)

Tarif Konsultasi di Klinik Psikosomatik RS OMNI Alam Sutera per 1 September 2015 didasarkan pada waktu konsultasi (konsultasi biasa tidak lebih dari 30 menit) dan berkisar antara Rp. 300 ribu s.d. Rp. 400 ribu ( di luar biaya administrasi Rp. 50 ribu dan obat-obatan).
Sesi Psikoterapi (di lakukan pada praktek pagi kec Sabtu) yang biasanya memakan waktu konsultasi antara 30-40 menit berbeda tarifnya (Rp. 450 ribu s.d. Rp. 550 ribu)

Kepala Klinik Psikosomatik RS OMNI Alam Sutera

Senin, 07 September 2015

Perubahan Jadwal Praktek Sementara

INFO PRAKTEK 

Sabtu 12 Sept Praktek jam 7.30-11.00 (pasien dibatasi 15)

Senin 14 Sept Pagi Tidak Praktek,Sore Praktek seperti Biasa

Kamis, 03 September 2015

Jumat, 28 Agustus 2015

Sadar Psikosomatik Via Media Sosial (Laporan dari Glasgow)

Sadar Psikosomatik via Media Sosial


Sadar Psikosomatik via Media Sosial
Berforto bersama peserta para Profesor dari Jepang setelah presentasi di World Congress of Psychosomatic Medicine di Glasgow 21 Agustus 2015 (dok.pribadi)
oleh : dr.Andri,SpKJ,FAPM (Psikiater, Psychosomatic Medicine Specialist, Fellow of Academy of Psychosomatic Medicine (USA) )
Saya baru saja kembali ke kampus dan praktek setelah mengikuti World Congress of Psychosomatic Medicine yang ke-23 di Glasgow, Skotlandia. Pada acara tersebut saya diundang untuk mempresentasikan tentang apa yang selama ini saya lakukan di Indonesia berkaitan dengan penyebaran informasi untuk peningkatan kesadaran masyarakat tentang masalah psikosomatik. 
Saya merasa beruntung bisa menjadi wakil Indonesia di forum ini. Ini merupakan kali kedua saya menghadiri acara kongres psikosomatik tingkat dunia sejak yang terakhir saya hadiri pertama kali di Seoul, Korea Selatan tahun 2011. Pada kesempatan tahun ini pula saya beruntung karena diminta untuk melakukan presentasi di salah satu simposium utama. Ini merupakan pencapaian tersendiri setelah terakhir mengikuti acara ini saya berkesempatan presentasi di poster. Tapi pada kesempatan kali ini pun selain saya melakukan presentasi di simposium, saya juga masih melakukan presentasi poster. Hal ini karena saya berpikir sayang sekali sudah jauh-jauh datang kalau tidak memaksimalkan apa yang kita bisa lakukan di kongres tingkat dunia ini. 
Saya menjadi salah satu wakil dari dua orang dokter Indonesia yang pergi ke kongres ini. Tidak banyak memang dokter yang berminat di bidang ini walaupun kasus-kasus psikosomatik sangat banyak terjadi di praktek umum sehari-hari. Saya sendiri sudah menyebarkan informasi terkait dengan psikosomatik sejak tahun 2009 dan mulai intensif sejak 2010 sepulang dari Amerika Serikat mengikuti course  di American Psychosomatic Society yang saat itu dilaksanakan di Portland, Oregon. Saya memang memilih menyebarkan informasi lewat internet via blog (termasuk Kompasiana) dan media sosial. Media sosial sendiri mempunyai arti yang sangat besar di Indonesia. Facebook di Indonesia merupakan media sosial yang paling banyak dipakai dengan 62 juta pengguna menurut survei tahun 2014. Twitter menempati tempat kedua dengan 20 juta pengguna aktif (dari 29 juta pengguna yang memiliki akun twitter). Indonesia pun dikenal sebagai salah satu negara "terbawel" di Twitter dengan sering kali menyumbang trending topic di lini masa Twitter. Kondisi ini membuat saya melihat adanya kesempatan untuk menyebarkan informasi terkait dengan psikosomatik melalui media sosial.
Sampai saat ini sudah ada sekitar 16.300 follower saya di twitter dengan akun @mbahndi dan ada 5000 teman dan 1875 follower di Facebook. Jumlah ini menurut saya cukup punya arti untuk bisa menyebarkan kesadaran akan psikosomatik. Posting di lini masa yang bersifat pribadi tetap ada tetapi memang kebanyakan saya lebih fokus dalam menyebarkan informasi terkait psikosomatik kepada para followers saya. Hal inilah yang akhirnya menarik minat panitia dan kemudian meminta saya untuk menjadi pembicara berkaitan dengan bagaimana membangun kesadaran publik tentang psikosomatik.
Saat presentasi kemarin, moderator Prof Singh dari Kanada memberikan komentar bahwa membangun kesadaran tentang masalah psikosomatik sangat baik dilakukan karena masyarakat saat ini sangat tergantung dengan informasi dari internet. Sayangnya sering kali informasi di internet tidak memberikan informasi yang baik atau sulit dimengerti oleh pembacanya. Ada pula masalah pasien yang sering kali mendiagnosis dirinya sendiri hanya bermodalkan artikel dari internet. Hal ini yang menyebabkan adanya kebutuhan informasi yang terpercaya dan kalau bisa datang dari seorang yang memang sehari-sehari berkutat di bidang ini.
Saya berharap ke depan akan banyak penelitian berkaitan dengan peran media sosial dalam menyebarkan informasi terkait psikosomatik. Tentunya juga didukung oleh penelitian yang lebih mendalam tentang hal ini.    

Bersama Dr Mike Gow ketua panitia WCPM

Berdiri di depan poster yang dipresentasikan juga di WCPM 2015 Glasgow

Senin, 27 Juli 2015

Pesan Buku Saku Terbaru Seri Psikosomatik



Dimensi : 10cmx14cm (80 halaman+xv)
Penerbit : Meddik Publishing 
ISBN : 978-602-96349-5-2 
Harga : Rp.25.000 (belum termasuk ongkos kirim). 
Pemesanan lewat email : andrisuryadi@gmail.com atau LINE ID : omnipsikosomatik

OUT OF STOCK (per 4 Agustus 2015) 
Akan ada kembali setelah 25 Agustus 2015 

Selasa, 21 Juli 2015

Jadwal Cuti Terbaru


Pada tanggal 29-31 Juli 2015 saya akan menjadi pembicara di Konas Psikiatri Biologi di Makasar sedangkan untuk tanggal 17-24 Agustus 2015 saya akan ke Glasgow untuk menjadi pembicara di World Congress of Psychosomatic Medicine di Glasgow, Skotlandia. Karena kepentingan tersebut maka pada tanggal tersebut di atas saya akan cuti praktek. Semoga bisa menjadi perhatian untuk pasien yang akan berkonsultasi. Terima kasih atas perhatiannya

Salam Sehat Jiwa,
dr.Andri,SpKJ,FAPM



Kamis, 09 Juli 2015

Mewakili Psikiater Indonesia di Tingkat Internasional

Oleh : dr.Andri,SpKJ,FAPM

Tanggal 18 Agustus 2015 saya akan bertolak ke Glasgow untuk memenuhi undangan menjadi pembicara di World Congress of Psychosomatic Medicine di sana. Kesempatan menjadi pembicara ini ditawarkan oleh panitia kongres pada bulan Januari 2015. Sepulang dari Amerika Serikat mengikuti Academy of Psychosomatic Medicine pada bulan November 2014 tawaran menjadi pembicara pertama datang dari World Psychiatric Association (WPA) Regional Meeting di Osaka, Jepang. Selanjutnya tawaran menjadi pembicara di tingkat internasional datang dari International College of Psychosomatic Medicine (ICPM).
Saya sangat menyambut dengan semangat dan rasa gembira tawaran menjadi pembicara Internasional ini. Salah satu impian saya sejak pertama berkarier sebagai dosen dan psikiater klinis adalah suatu saat menjadi pembicara tingkat Internasional. Sejak tahun 2009 saya sudah mulai aktif mengirimkan abstrak untuk kegiatan-kegiatan kongres psikiatri tingkat internasional dan mulai bisa menampilkan poster atau bicara di oral presentation (free paper session) di kongres internasional tersebut. Namun kesempatan untuk berbicara di sesi simposium utama belum datang juga. Tahun 2015 ini pertama kali saya diundang menjadi pembicara simposium bahkan di Osaka yang baru lalu saya berbicara di dua simposium berbeda.
Harapan saya sebenarnya adalah kegiatan ini dapat menginspirasi dokter-dokter Indonesia dan khususnya mahasiswa saya agar bisa lebih berbuat nantinya untuk kemajuan kedokteran Indonesia. Khususnya untuk rekan dokter, tentunya merupakan suatu keniscayaan buat kita dokter Indonesia ikut berkiprah di tingkat Internasional. Mohon doa dari para pembaca sekalian. Semoga saya bisa membawa nama Indonesia ke tingkat yang lebih baik di bidang kedokteran khususnya ilmu kedokteran jiwa. Salam Sehat Jiwa






Kamis, 02 Juli 2015

Hambatan Sembuh dari Gangguan Cemas

Oleh : dr.Andri,SpKJ,FAPM (Psikiater Klinik Psikosomatik RS OMNI Alam Sutera)

Sudah hampir 7 tahun lamanya saya mengkhususkan diri dalam menangani kasus-kasus yang berkaitan dengan keluhan-keluhan psikosomatik. Keluhan fisik yang didasari oleh masalah psikologis ini biasanya sering dialami oleh pasien-pasien yang mengalami gangguan kecemasan. Pada beberapa pasien sering kali masalah terkait dengan gangguan kecemasan bisa disembuhkan dengan segera, tapi untuk pasien yang lainnya sering kali perlu waktu bertahun-tahun untuk tetap menggunakan obat agar menjaga masalah kecemasannya tidak sampai mengganggu kehidupannya sehari-hari. 
Ada beberapa hal yang dalam praktek saya lihat merupakan beberapa kondisi yang terkait dengan kesulitannya sembuh atau lamanya pengobatan pasien-pasien gangguan kecemasan. Hal tersebut akan saya ungkapkan dalam tulisan di bawah ini. Perlu diingat bahwa hal ini disimpulkan dari pengalaman klinis sehari-hari yang didukung oleh teori kedokteran jiwa. Penelitian sahih pada kasus-kasus tersebut belum dilakukan sehingga kesimpulan yang dibuat saya hanya berdasarkan pasien-pasien yang saya tangani selama ini di Klinik Psikosomatik RS OMNI Alam Sutera. 

1. Pasien dengan riwayat penggunaan narkotika stimulan
Saya sering menemukan dalam praktek bahwa kebanyakan pasien yang sulit sembuh dari Gangguan Kecemasan (baik Gangguan Panik atau Gangguan cemas menyeluruh serta tipe lainnya) adalah pasien-pasien yang pernah menggunakan narkotika jenis stimulan dalam waktu yang lama dan dosisnya berlebihan. Saya punya beberapa kasus pasien gangguan kecemasan yang sulit sekali mereda gejala kecemasannya jika tanpa obat-obatan antidepresan yang harus dimakannya dalam waktu yang lama. Pasien seperti ini biasanya memiliki riwayat penggunaan stimulan seperti sabu atau ekstasi. 
Kondisi ini sebenarnya terkait dengan masalah sistem neurotransmiter monoamine di otak pasien pengguna stimulan. Kita memahami bahwa tujuan pemberian stimulan salah satunya untuk meningkatkan euforia dan semangat. Hal ini berkaitan dengan peningkatan neurotransmitter serotonin, norepineprine dan dopamin di otak. Pemberian sabu atau ekstasi akan meningkatkan berkali lipat zat-zat tersebut. Ketika akhirnya pasien menjadi terbiasa dengan kondisi tingginya zat tersebut dalam otaknya lalu kemudian berhenti, maka kondisinya sering kali tidak kembali normal. Ataupun jika kembali ke kondisi normal, otak pasien yang terbiasa mengalami kelebihan akan "menyangka" bahwa kondisi itu adalah kekurangan. Anggap saja jika diberikan stimulan zat tersebut meningkat sampai 100x lipat, tapi jika tidak menggunakan maka level 1x lipat dianggap sebagai sesuatu yang kurang. Padahal selama ini adalah normal.
Sayangnya hal ini sangat berkaitan dengan timbulnya gejala-gejala gangguan kejiwaan. Penurunan serotonin adalah hal yang dianggap sebagai kondisi yang bertanggung jawab terhadap gangguan depresi dan cemas. Begitu juga ketidakseimbangan norepineprin dan dopamin. Dopamin sangat berhubungan dengan daya pikir dan juga gejala-gejala psikotik. Jika berlebihan sering akan mengalami waham (delusi) dan halusinasi terutama jika berlebihan di daerah otak yang dinamakan jaras atau jalur mesolimbik.
Kondisi ini yang sering jadi hambatan dalam kesembuhan pasien. Orang yang sudah terbiasa menggunakan stimulan dalam waktu lama sering kali mengalami masalah kecemasan di kemudian hari walaupun sudah tidak aktif lagi menggunakan zat stimulan tersebut.

2. Penyalahgunaan obat penenang khususnya benzodiazepine
Saya sering menemukan masalah ketergantungan atau penyalahgunaan benzodiazepine di dalam praktek. Beberapa yang sering disalahgunakan misalnya adalah alprazolam, nitrazepam dan nimetazepam (atau dikenal dengan sebutan Happy 5/Erimin 5). Sebenarnya jika obat-obat tersebut digunakan dengan baik, dosisnya pas dan diawasi oleh dokter maka obat tersebut sangat berguna. Nitrazepam (yang dikenal dengan merk dagang Dumolid) diindikasikan untuk pasien gangguan insomnia yang berat yang biasanya disebabkan oleh depresi. Alprazolam digunakan untuk mengatasi dengan baik serangan panik yang datang pada fase-fase awal pengobatan gangguan panik. Sayangnya sering kali penggunaannya menjadi berlebihan karena si pengguna ingin mendapatkan efek yang lebih dari obat-obat ini.
Selain itu biasanya kita temukan pasien-pasien yang cenderung menyalahgunakan obat-obat penenang ini adalah para pengguna zat narkotika lain atau mantan pengguna zat narkotika. Obat penenang diberlakukan oleh pasien ini sebagai zat pengganti untuk menutupi rasa putus zat atau rasa tidak nyaman terkait tidak digunakannya lagi zat narkotika. Ada pula kecenderungan pasien dengan riwayat penyalahgunaan zat ini sering kali sulit memenuhi petunjuk dokter dan mau seenaknya sendiri saja. Penanganan pasien gangguan cemas saat ini biasanya menggunakan antidepresan SSRI atau SNRI, sedangkan benzodiazepine hanya diberikan di awal saja jika perlu. Sayangnya pasien-pasien yang mempunyai riwayat penggunaan benzodiazepine yang lama biasanya malas menggunakan obat antidepresan karena rasanya tidak seenak obat penenang. Inilah masalahnya, pasien ingin tetap cari enaknya bukan ingin kesembuhan. Ada beberapa pasien juga yang selalu mengeluh rasa tidak nyaman setelah lepas dari obat penenang dan mempunyai kecenderungan untuk memakainya lagi.

3. Stresor belum teratasi baik
Pemicu Gangguan Kecemasan sering dikaitkan dengan adanya stresor. Pengalaman praktik mengatakan stresor di rumah tangga dan yang berhubungan dengan pekerjaan adalah stresor yang paling sering dikeluhkan pasien. Sering kali pasien yang mengalami masalah rumah tangga mengalami masalah gangguan kecemasan yang sulit sembuh. Begitu juga jika stresor di pekerjaan tidak kunjung reda. Masalah-masalah ini sering menjadi hambatan untuk mencapai kesembuhan dalam penanganan kasus gangguan kecemasan. 
Biasanya hal ini terkait dengan daya adaptasi yang masih sulit dari kondisi yang berkaitan dengan stresor yang dialami pasien. Kondisi ini tentunya perlu mendapatkan perhatian. Obat dibantu dengan teknik psikoterapi atau konseling yang terarah sedikit banyak bisa membantu daya adaptasi pasien menjadi lebih baik. Setidaknya dia mampu mencoba mekanisme adaptasi yang mungkin dianggap paling cocok untuk mengatasi masalahnya. 
Demikian hal-hal yang paling sering dianggap menghambat kesembuhan masalah gangguan kecemasan. Semoga apa yang dituliskan bermanfaat. Salam Sehat Jiwa

Rabu, 01 Juli 2015

Update Cuti Praktek


Catatan Penting :
1. Kamis 16 Juli 2015, Hanya ada praktek pagi jam 9.30-12.00, Praktek Sore ditiadakan  
2. Rabu 29 Juli 2015, Praktek sore ditiadakan dan diganti ke pagi hari jam 9-12 ( dibatasi 10 pasien)

Kamis, 18 Juni 2015

Buku Terbaru Psikosomatik : Dispepsia, Insomnia dan Nyeri Kepala

Buku Terbaru "Psikosomatik" karya dr.Andri,SpKJ,FAPM
seri Dispepsia, Insomnia dan Nyeri Kepala 
Akan Terbit Akhir Juli 2015 


Senin, 13 April 2015

Menyebarkan Ilmu Psikosomatik Lewat Webinar

oleh : dr.Andri,SpKJ,FAPM (Klinik Psikosomatik RS OMNI Alam Sutera)
Seminggu lalu akhirnya saya mencoba sesuatu yang baru dalam rangka menyebarkan pemahaman tentang masalah-masalah psikosomatik. Kalau selama ini dengan menulis dan membuat video di YouTube, minggu lalu saya putuskan untuk memulai program seminar online dengan bantuan Webinar. 
Setelah mencoba dengan singkat pada malam hari sebelum jadwal yang sudah dipastikan, maka pada tanggal 8 April 2015 saya melakukan webinar pertama saya dari FK UKRIDA, Jakarta. Saat itu topik yang dibawakan adalah tentang Bagaimana Menegakkan Kasus Psikosomatik? Peserta yang mendaftar adalah 44 orang namun sayangnya pada saat acara berlangsung yang online hanya 9 orang. Hal ini mungkin dikarenakan masalah teknis karena ada beberapa registrant yang masih belum akrab dengan webinar ini. Bagi yang tidak menontonya bisa melihat rekamannya di YouTube (https://www.youtube.com/watch?v=P338PUssWnw). Video rekaman otomatis dilakukan saat webinar berlangsung sehingga bisa disaksikan sesudahnya via YouTube. Pada kesempatan awal ini rekaman youtube belum sempurna dan rekaman baru dimulai di tengah seminar. 
Esok Rabu, 15 April 2015 jam 9.30-10.00 WIB saya akan merencanakan Webinar kembali dengan topik Insomnia. Jika ada yang ingin mendaftar bisa mengikuti link di bawah ini :
Please register for Insomnia : Apa dan Bagaimana Terapinya? onApr 15, 2015 9:30 AM  at: 

https://attendee.gotowebinar.com/register/6579291029439415810

Insomnia atau kesulitan tidur bisa merupakan gejala gangguan kejiwaan tapi juga bisa merupakan masalah primer dalam praktek kedokteran. 
After registering, you will receive a confirmation email containing information about joining the webinar.
Brought to you by GoToWebinar®
Webinars Made Easy®
Menjangkau Luas
Salah satu hal mengapa saya mulai menggunakan webinar untuk seminar adalah karena jangkauan yang luas. Modal sambungan internet dan laptop atau gadget dengan aplikasi GoToWebinar sudah cukup untuk para pemirsa yang tertarik mendengarkan seminar berkaitan dengan psikosomatik. Jadwal yang kadang sulit pas disiasati dengan membuat rekaman di YouTube yang bisa diakses setelah webinar berakhir. Siapapun dan kapan pun bisa mengakses video-video tersebut. 
Saya berharap cara ini bisa menjadi penyegar dalam proses edukasi masyarakat tentang masalah psikosomatik dan kaitannya dengan ilmu kedokteran jiwa/psikiatri. 
Semoga bermanfaat. Silahkan register untuk webinar besok jika berkenan. Salam Sehat Jiwa 

Kamis, 26 Maret 2015

Nyeri Pada Depresi

Oleh : dr.Andri,SpKJ,FAPM*
Pasien yang saya tangani sehari-hari di klinik Psikosomatik RS OMNI Alam Sutera memang kebanyakan adalah pasien yang mengalami gejala-gejala psikosomatik. Beberapa di antaranya secara spesifik mengeluhkan rasa nyeri yang dialaminya sebagai bagian dari gejala gangguan kejiwaan yang membawa pasien datang berobat. 
Pasien sering tidak menyadari bahwa gangguan nyeri yang dialaminya adalah bagian dari gangguan kejiwaan sampai ketika semua pemeriksaan yang dilakuan menghasilkan kesimpulan bahwa pasien dalam kondisi baik-baik saja. Nyeri yang dialami pada pasien dengan dasar gangguan jiwa pun sering kali sulit dibedakan dengan pasien yang tidak didasari gangguan kejiwaan. Di bawah ini akan saya bahas sedikit kasus nyeri pada pasien gangguan jiwa yang sering ditemukan di klinik Psikosomatik RS OMNI Alam Sutera.
Nyeri Kepala
Nyeri kepala atau beberapa pasien mengatakannya sakit kepala adalah keluhan yang cukup sering dikeluhkan pasien yang datang berkunjung ke saya di klinik. Nyeri kepala ini biasanya bersifat nyeri kepala tegang, migrain atau vertigo. Kebanyakan di antaranya sudah melakukan pemeriksaan imaging otak seperti MRI dan dinyatakan semua normal. Pasien juga sudah menggunakan obat-obatan penghilang sakit yang biasanya diberikan oleh dokter spesialis saraf tetapi tidak ada perubahan. Artinya nyeri kepala hanya hilang jika makan obat tetapi kembali kambuh sesudahnya. 
Nyeri kepala tegang memang sering ditemukan pada pasien yang mengalami gangguan kejiwaan terutama gangguan kecemasan dan depresi. Pasien yang mengalami Gangguan Kecemasan Menyeluruh dalam berbagai penelitian dikatakan sering mengeluh nyeri kepala tegang. Migrain atau nyeri kepala sebelah juga sering diungkapkan pasien depresi dan cemas. Banyak pasien yang mengalami nyeri kepala kronis juga rentan mengalami depresi. Penelitian mengatakan bahwa ketika pasien mengalami nyeri kepala dan disertai rasa cemas akan sakit kepalanya maka kecenderungan pasien mengalami gangguan depresi lebih besar.
Beberapa antidepresa yang biasa digunakan oleh psikiater juga mempunyai efek anti nyeri seperti antidepresan golongan trisiklik dan golongan SNRI. Beberapa kasus diperlukan penggunakan anti cemas golongan benzodiazepine namun penggunaannya harus hati-hati karena mempunyai potensi ketergantungan dan toleransi. 
Nyeri Lambung
Nyeri lambung sering dikeluhkan pasien gangguan lambung. Selain rasa begah/sebah, nyeri lambung adalah keluhan lambung yang juga sering didapatkan pada pasien gastritis atau peradangan lambung dan dispepsia. Beberapa pasien kasus gangguan cemas sering juga mengalami gejala-gejala nyeri lambung. Pasien dispepsia fungsional yang tidak didasari oleh adanya kelainan organ juga sering mengeluh nyeri lambung.
Sebagai salah satu organ otonom yang besar, lambung memang memiliki kerentanan untuk mengalami gangguan terkait kecemasan yang dialami individu.  Penanganan kasus untuk pasien dengan keluhan lambung yang tidak didapatkan kelainan organ mungkin sebaiknya juga melibatkan peran psikiater di dalamnya. 
Nyeri Otot
Beberapa pasien yang datang ke klinik saya sering mengatakan dirinya mengalami kejang otot. Sebagian pasien bahkan telah menjalani pemeriksaan EMG dan didapatkan hasil spasmofilia. Masalah nyeri otot sendiri merupakan masalah yang kompleks yang sering ditemukan pada pasien-pasien gangguan jiwa. Pasien dengan diagnosis gangguan kecemasan, somatoform, fibromialgia dan depresi sering memunculkan gejala nyeri otot yang nyata. 
Kasus-kasus nyeri otot pada pasien fibromialgia juga sering dikeluhkan pasien terutama pasien perempuan. Masalah nyeri memang bisa mengakibatkan masalah untuk pasien depresi dan cemas karena keluhan nyeri adalah keluhan yang subyektif dan sering kali ini menimbulkan kesulitan dalam terapinya jika hanya fokus pada rasa nyerinya saja. 
Tangani Dengan Baik dan Menyeluruh
Kebanyakan kasus gangguan depresi yang disertai dengan rasa nyeri yang dominan biasanya banyak dialami pasien lanjut usia. Saat ini banyak pasien muda usia juga mengalami kondisi seperti ini. Tentunya diagnosis fibromialgia seperti banyak disebutkan pada kasus gangguan nyeri adalah diagnosis eksklusi. Artinya pasien harus mendapatkan pemeriksaan yang lengkap untuk menyingkirkan masalah lain sebelum jatuh pada diagnosis fibromialgia. 
Gangguan depresi yang dominan gejalanya nyeri juga sering didapatkan pada kasus-kasus depresi yang tidak ditangani secara baik. Gejala nyeri sering menjadi gejala sisa pada pasien depresi yang tidak tertangani baik. Untuk ini dokter perlu dengan cermat untuk mendiagnosis masalah berkaitan nyeri dan menanggulanginya dengan baik. 
Semoga tulisan ini bisa bermanfaat. Salam Sehat Jiwa 
* dr.Andri,SpKJ,FAPM adalah dokter di Klinik Psikosomatik RS OMNI Alam Sutera, Serpong

Kamis, 22 Januari 2015

Tugas Internasional 2015

Tugas Internasional di Tahun 2015 

Dua hari yang lalu baru saja saya mendapatkan bukti konfirmasi bahwa saya telah resmi diangkat menjadi anggota dari International Advisory Committee dari acara World Congress of Psychosomatic Medicine 2015 di Glasgow, Skotlandia( lihat WCPM 2015 International Advisory Committee ) Saya sebelumnya telah dihubungi oleh panitia untuk menjadi salah satu anggota dari board ini dan saya telah menyetujuinya.
Tentunya hal ini menjadi salah satu kebanggaan tersendiri bagi saya. Sebagai seorang akademisi dan klinisi yang belum lama berkarier, kesempatan untuk aktif di aktifitas internasional memang saya harapkan dari dulu. Tahun 2006 saya pertama bergabung di organisasi internasional dan sejak saat itu saya berusaha untuk terlibat aktif dan bukan sebagai anggota saja. 
Saya bangga sebagai psikiater dan dosen dari Indonesia. Saya ingin membuktikan ke para dokter di luar negeri bahwa dokter Indonesia tidak terbelakang dalam ilmu pengetahuan terutama di bidang psikiatri dan khususnya psychosomatic medicine.
Semoga saya bisa menjalankan tugas pertama di tahun 2015 ini dengan baik dan membanggakan Indonesia. Mohon dukungan doanya. 
Salam Sehat Jiwa

dr.Andri,SpKJ,FAPM


Selasa, 06 Januari 2015

Dampak Pemberitaan QZ8501 Untuk Pasien Cemas

Oleh : dr.Andri,SpKJ,FAPM (Psikiater Klinik Psikosomatik RS OMNI Alam Sutera)

Saya dalam praktek lebih banyak berkutat dengan pasien-pasien yang mengalami gangguan cemas ataupun depresi terutama sekali yang mengalami gejala-gejala psikosomatik. Seringnya berhadapan dengan paien seperti ini saya menjadi lebih memahami ada suatu kemiripan yang hampir banyak dialami oleh pasien gangguan cemas yaitu takut akan sesuatu yang berkaitan dengan kematian.
Pasien gangguan cemas biasanya merasa tidak nyaman dengan hal-hal yang berkaitan dengan penyakit dan kematian. Mendengar kabar tetangga yang sakit keras atau meninggal bisa membuat pasien yang mengalami gangguan cemas jadi tidak nyaman dan mengalami gejala-gejala kembali. Berita-berita artis yang mengalami masalah jantung dan akhirnya meninggal juga sering jadi pemicu terjadinya kekambuhan gejala walaupun sebelumnya sudah lebih enak.

Takut Terbang
Kemiripan lain yang sering saya temukan pada kasus-kasus gangguan cemas adalah : TAKUT TERBANG. Pasien yang mengalami gangguan cemas sering kali mengatakan kesulitan untuk mengendalikan kecemasannya jika berada dalam pesawat terbang. Buat mereka, ruangan tertutup dan kemungkinan tidak bisa "turun di tengah jalan" saat menaiki pesawat bisa sangat mungkin memicu kecemasannya. Saya sering mendapatkan cerita bahwa sejak mengalami masalah kecemasan pasien saya tidak pernah berani lagi naik pesawat terbang. Bahkan ada cerita salah satu pasien pernah menunda suatu pesawat terbang gara-gara ketika pintu sudah ditutup, pasien ingin turun dari pesawat dan tidak sanggup melanjutkan penerbangan.
Beberapa pasien lain mengatakan pengalaman terbang yang sangat tidak nyaman sehingga membuat perjalanan pesawat menjadi sangat menyiksa. Hal ini menyebabkan banyak pasien akhirnya memutuskan tidak terbang kecuali sangat terpaksa. Tidak heran banyak yang kariernya agak terhambat karena selalu menolak untuk bepergian dengan pesawat walaupun itu tugas kantor. Lain pasien pernah mengeluh karena keluarga mengeluh tidak bisa kemana-mana dengan pasien karena pasien tidak mau liburan dengan mengggunakan pesawat.

Berita Kecelakaan Pesawat
Berita kecelakaan pesawat walaupun sangat jarang membuat pasien gangguan cemas panik yang sudah takut terbang semakin takut. Belakangan ini sejak adanya peristiwa jatuhnya pesawat QZ8501 dan pemberitaan yang terus menerus tentang hal ini membuat banyak pasien mengalami kekambuhan gejala walaupun sebelumnya sudah lebih nyaman.
Mereka semakin khawatir ke depannya untuk terbang. Sayangnya pasien kasus gangguan cemas tidak mampu berpikir secara rasional terkait dengan terbang itu sendiri. Apalagi jika dikatakan kepada mereka kalau memang takdir tidak akan ada yang bisa menolak. Konsep seperti itu mereka sendiri sudah tahu tetapi tetap bagi mereka kecemasannya tidak bisa hilang. Itulah yang membedakan kecemasan sebagai penyakit dengan kecemasan biasa yang bisa dialami seseorang.
Saran saya untuk pasien gangguan cemas yang masih dalam pengobatan, ada baiknya menghindari pemberitaan terus menerus tentang Air Asia QZ8501. Sulitnya adalah hampir semua media baik online maupun cetak memberitakan. Jika tidak nonton televisi tapi membuka Facebook atau Twitter isinya tetap berkaitan dengan QZ8501. Jika memang belum mampu beradaptasi ada baiknya pasie mencoba lepas dari segala pemberitaan itu. Jika karena pemberitaan QZ8501 ini mengalami kekambuhan kembali, maka ada baiknya pasien segera mengunjungi dokter jiwanya kembali agar mendapatkan terapi yang sesuai keadaanya saat ini.
Semoga bermanfaat. Salam Sehat Jiwa