Selasa, 29 Maret 2011

Gangguan Panik : Gangguan Dalam Fungsional Otak

Banyak orang bertanya kepada saya dan bahkan membawa hasil CT-Scan/MRI saat berkunjung, mengapa mereka dikatakan baik-baik saja dalam hasil test CT-Scan dan MRI itu walaupun mereka menderita Gangguan Panik.
Satu yang perlu diingat adalah gangguan panik adalah gangguan fungsional di otak yang melibatkan sistem neurotransmitter (dopamin, serotonin) dan juga sistem neuroendocrine (kortisol, adrenalin).
Jadi yang mengalami kerusakan bukan secara anatomis yang bisa terlihat dengan pemeriksaan CT-Scan, misalnya pada pasien stroke, pasien tumor, pasien demensia berat tetapi lebih kepada kelainan fungsional.
Keadaan ini bisa dilihat dengan penggunaan Functional MRI (f-MRI) namun ini bukanlah pemeriksaan rutin dan tidak ditemukan dalam pemeriksaan rutin RS.
Selain itu pasien yang mengalami gangguan panik juga perlu melakukan pemeriksaan kadar hormon tiroid (FT4 dan FSH) untuk mengetahui apakah keadaan gangguan paniknya merupakan aktifitas berlebihan dari kelenjar tiroid walaupun biasanya hal ini berbeda (kelainan tiroid biasanya berlangsung terus menerus sedangkan gejala panik ada masa tenggangnya).
Semoga keterangan ini berguna

Salam,
dr.Andri,SpKJ
Psychosomatic Medicine Specialist
mbahndi@yahoo.com

Jumat, 18 Maret 2011

Pendekatan Psikiatri Biologi Lebih Disukai Mahasiswa Kedokteran

Hari ini kembali diadakan Psychosomatic Medicine Interest Group di FK UKRIDA. Sesi ketiga kali ini mengambil tema Medically Unexplained Physical Symptoms dan jurnal yang dibahas adalah Medically Unexplained Physical Symptoms, Anxiety, and Depression: A Meta-Analytic Review (Psychosomatic Medicine 65:528–533 (2003) ). Acara dibuka oleh presentasi saya tentang MUPS, presentasi yang biasa saya bawakan di kuliah ini masih menarik minat banyak pertanyaan. Sebagai informasi di FK UKRIDA, kami memasukkan kuliah Consultation Liaison Psychiatry dan Psychosomatic Medicine serta Medically Unexplained Physical Symptoms. Untuk kuliah CLP, saya biasanya lebih banyak mendiskusikan kasus-kasus yang biasa ditangani oleh CL-psychiatrist. Beberapa pertanyaan yang biasa muncul dalam kuliah biasanya tentang kondisi gangguan medis yang berkaitan dengan kondisi timbulnya gangguan kesehatan jiwa. Pertanyaan ini biasanya saya jawab dengan pendekatan patofisiologi stres dan dampaknya pada kondisi medis. Keterlibatan Sistem HPA Aksis, psychoneuroimmunology dan neuroendocrine serta peran masing-masing bagian otak dan sistem neurotransmitter selalu ditekankan dalam pemahaman tentang kondisi-kondisi gangguan kejiwaan dalam penyakit medis. Tujuan pendekatan ini menurut pendapat saya adalah agar lebih mendekatkan pemahaman psikiatri mereka dengan dasar ilmu yang mereka pelajari selama ini.

Hal ini yang selalu menjadi dasar dalam kelompok ini. Ketertarikan mahasiswa dengan pendekatan ini memberikan suatu input buat saya bahwa mereka lebih tertarik dengan pemahaman psikiatri secara biologis.

Sekian laporan sekilas ini semoga berguna.

Andri

Faculty Sponsor PMIG APS FK UKRIDA

Minggu, 13 Maret 2011

Disfungsi Seksual Psikogenik

Kalau bicara tentang disfungsi seksual, pikiran kita biasanya tertuju pada disfungsi ereksi laki-laki yang kesulitan membangunkan salah satu alat vitalnya yaitu penis. Disfungsi seksual jadi disempitkan artinya dengan tujuan kepada kepuasan dan keinginan laki-laki untuk selalu tegar berdiri di hadapan pasangannya. Tidak banyak yang memikirkan kalau wanita juga punya masalah disfungsi seksual yang sama dan itu juga sama tidak menyenangkannya seperti laki-laki yang kesulitan ereksi. Namun kali ini lagi-lagi saya berpihak pada laki-laki karena kasus yang akan kita bahas kali ini lebih sering kentara jika pada laki-laki daripada perempuan.

Disfungsi Ereksi Psikogenik

Ereksi adalah suatu hal yang wajar pada laki-laki normal. Kesiapan dalam hubungan seksual setelah melewati fase arousal ditandai dengan semakin mengerasnya penis yang diakibatkan karena penuhnya pembuluh darah penis. Ereksi yang baik ditandai dengan kemampuan si laki-laki untuk mempertahankan ereksi sepanjang proses perangsangan sampai fase penetrasi dan sesaat sebelum ejakulasi. Setelah itu ereksi akan lama kelamaan berkurang kekerasannya sampai fase resolusi.

Namun bagaimana dengan laki-laki yang kesulitan ereksi bila berhubungan badan dengan pasangan sah-nya tapi tidak dengan wanita lain? Jawabannya adalah Disfungsi Ereksi Psikogenik.

Saya pernah mendapatkan beberapa pasien laki-laki yang mengalami keadaan ini. Kesulitan ereksi jika berhadapan dengan pasangan hidupnya namun bisa ereksi maksimal ketika berhadapan dengan perempuan lain. Rasa bersalah membuat kesulitan ereksi semakin menjadi. Si perempuan menjadi merasa rendah diri atau bahkan marah karena menganggap si laki-laki sudah melihatnya tidak menarik lagi. Kemarahan ini bukan menjadikan kondisi ini lebih baik malah akan membuat keadaan semakin sulit buat kedua belah pihak.

Apa Yang Harus Dilakukan ?

Pemeriksaan yang baik secara fisiologis dan psikologis sangat diperlukan. Paling mudah untuk mendeteksi hal ini bukanlah dengan mencoba berhubungan badan dengan perempuan lain jika sudah mengalami kesulitan ereksi bila berhadapan dengan pasangan sah. Cara paling awal untuk mendeteksi hal ini adalah dengan memperhatikan ereksi saat bangun pagi. Jika ereksi bangun pagi (morning erection) masih bagus tetapi ketika berhubungan badan dengan istri sudah tidak ada atau sulit, maka anda perlu mengkhawatirkan adanya disgungsi ereksi psikogenik.

Penanganan masalah ini bukan dengan obat-obatan yang sudah dikenal dari golongan sildenafil seperti Viagra, tetapi lebih dengan memfokuskan pada masalah internal psikologis. Pasangan bisa memulainya dengan membicarakan hal ini di antara mereka terlebih dahulu. Jika sulit maka bisa meminta bantuan seorang konselor seks, psikiater atau psikolog klinis yang ahli di bidang seks. Pemecahan yang tepat dan cepat untuk masalah ini akan sangat baik ke depan dan bisa menyelamatkan perkawinan.

Andri,dr,SpKJ

mbahndi@yahoo.com

Kamis, 10 Maret 2011

Mengapa Artis Pakai Sabu ?

Yoyo yang merupakan drumer band Padi dan Iyut Bing Slamet tertangkap tangan sedang menggunakan sabu sehingga tertangkap petugas. Berita artis terjerat narkoba kembali muncul di permukaan.
Fenomena pemakaian narkoba jenis sabu memang bukan hal baru di kalangan artis. Alasan memilih narkotika jenis ini mungkin dapat sedikit saya bagi untuk pembaca sekalian.
Euforia dan ekstase
Sabu murni berbentuk kristal putih. Ini merupakan golongan obat stimulan jenis metamfetamin yang satu derivat turunan dengan amfetamin yang terkandung dalam pil ekstasi. Banyak orang menggunakan zat ini untuk mendapatkan efek psikologis.

Selanjutnya di http://health.kompas.com/index.php/read/2011/03/10/13401362/Mengapa.Artis.Pakai.Sabu

Senin, 07 Maret 2011

Jangan Remehkan Psikosomatik

Entah sudah berapa kali saya menulis tentang psikosomatik, bidang yang saya geluti lebih dari 4 tahun belakangan ini menurut saya selalu menarik untuk dibahas. Dari kondisi keluhannya yang kadang membuat para dokter pusing mencari penyebabnya, sampai kerancuan istilah ini digunakan di kalangan komunitas dokter. Beberapa tulisan saya sebelumnya biasanya membahas tentang keluhan-keluhan dan diagnosis namun kali ini saya akan lebih membahas seberapa jauh kondisi ini mempengaruhi kehidupan penderitanya

Kondisi psikosomatik yang ditandai dengan keluhan-keluhan fisik yang tidak jelas dasar kelainan organisnya. Maksud tidak jelas di sini adalah dengan pemeriksaan yang rutin dilakukan, misalnya pemeriksaan fisik, EKG, CT-Scan, Pemeriksaan Laboratorium, Endospoki, Echocradio dan lain-lain tidak ditemukan adanya bukti yang menjelaskan patofisiologi kondisi keluhannya saat ini. Namun dengan pemeriksaan yang biasanya hanya dilakukan di bidang penelitian seperti functional-MRI (f-MRI) dapat diketahui kondisinya.

Hal yang menjadi penting adalah bahwa kondisi ini memang terkait dengan sistem otak yang saling berkaitan satu sama lain. Kondisi stres yang panjang biasanya dikaitkan dengan perubahan sistem otak ini. Makanya tidak heran pasien dengan keluhan psikosomatik ketika datang dan ditanyakan apakah ada pemicunya, biasanya jawabannya dia tidak sedang stres atau ada masalah. Namun jika dirunut ke belakang, biasanya orang-orang yang mengalami kondisi ini mempunyai latar belakang kondisi psikologis yang mempunyai peran dalam kondisinya saat ini, hanya saja mungkin karena pola adaptasinya membaik dari hari ke hari, perasaan itu tidak dirasakan lagi. Sampai suatu saat akhirnya blow-up dan menjadi gejala-gejala awal psikosomatik yang kebanyakan berhubungan dengan kecemasan.

Keluhan psikosomatik bukanlah suatu diagnosis menurut pedoman diagnosis gangguan jiwa. Ketika mengajarkan hal ini kepada mahasiswa saya, saya selalu mengatakan kalau kondisi psikosomatik adalah suatu gejala dan tanda. Diagnosis yang menjadi latar keluhan ini biasanya adalah gangguan kecemasan yang berupa jenisnya dan gangguan depresi. Di antara gangguan kecemasan yang paling sering mengeluhkan kondisi psikosomatik, gangguan panik dan gangguan cemas menyeluruh adalah yang terbanyak.

Mengganggu Kualitas Hidup

Keluhan psikosomatik memang menggangu kehidupan. Banyak pasien saya yang menjadi enggan bekerja karena kondisi ini sangat tidak nyaman. Belum lagi yang dasar keluhannya adalah kondisi gangguan panik. Orang yang mengalami gangguan panik, pasti merasakan gejala-gejala kondisi psikosomatik yang sangat tidak nyaman.

Inilah faktor yang membuat kondisi gangguan psikosomatik ini bisa menjadi sangat tidak nyaman buat pasien dan membuat kualitas hidupnya menurun. Pasien jadi malas untuk bekerja dan seringkali tidak mampu melakukan aktifitas sosial di luar rumah atau kalaupun melakukan harus ditemani. KOndisi ini biasanya ditemukan pada pasien dengan keluhan psikosomatik dengan dasar diagnosis gangguan panik. Gejala palpitasi atau jantung berdebar-debar adalah salah satu keluhan psikosomatik yang sangat ditakutkan pasien.

Pengobatan yang Tuntas

Kondisi psikosomatik dengan dasar kondisi gangguan cemas dan depresi adalah kondisi yang bisa disembuhkan. Dengan pengobatan yang teratur dan kondisi lingkungan yang baik akan sangat mendorong perbaikan yang cepat. Walaupun butuh beberapa minggu untuk mencapai taraf lepas pengobatan, kondisi berulang biasanya jarang ditemukan jika pengobatan awal baik dilakukan.

Kondisi keluhan psikosomatiknya jika diobati akan bisa hilang dalam waktu sekitar 2-4 minggu, bahkan ada yang 1 minggu pun bisa jauh lebih enak. Namun pengobatan ini perlu diteruskan sampai waktu tertentu yang biasanya 3-6 bulan untuk mencegah keberulangan.

Selain pengobatan dengan obat, sebenarnya yang paling penting adalah edukasi dan pengetahuan tentang kondisi ini. Banyak ditemukan, setelah mengetahui penyakitnya, pasien menjadi lebih sadar apa yang dialami dan mau berusaha lepas dari kondisi ini. Seringkali kita perlu memberikan dukungan dan psikoterapi yang singkat untuk membantu pasien mengenali kondisi dan lingkungannya serta hal-hal yang menjadi kerentanannya. Hal ini sangat penting karena setelah obat selesai digunakan, yang melindungi pasien dari kondisi lingkungannya adalah cara pandang dia terhadap stres di luar kondisinya.

Walaupun tidak terlalu sulit diobati dengan terapi yang tepat dan waktu yang sesuai, sayangnya pengenalan terhadap kondisi psikosomatik terkait dengan gangguan kejiwaan seringkali tidak lengkap. Hal ini membuat pasien seringkali perlu berpindah-pindah dokter beberapa kali sampai menemukan penjelasan bahwa sakitnya membutuhkan pertolongan psikiater terutama psikiater yang mengerti tentang kondisi psikosomatik .

Semoga tulisan ini membantu.

Gangguan Kepribadian Ambang

Gangguan kepribadian ambang terjadi antara 2-3% dari populasi umum, terutama ditemukan dalam pusat-pusat kesehatan klinis. Di Amerika sendiri dikatakan sekitar 1% penduduknya mengalami gangguan kepribadian ambang. Gangguan kepribadian jenis ini lebih sering terjadi pada wanita daripada pria: wanita mempunyai kecenderungan 3 kali lebih rentan dibandingkan pria. Sampai saat ini belum ada pasti di Indonesia, namun diperkirakan kejadian gangguan kepribadian ambang cukup tinggi karena biasanya gangguan kepribadian ini ditandai oleh perilaku agresif dan impulsif, yang biasanya banyak terdapat pada individu dengan perilaku kekerasan. Hal ini dapat kita lihat sehari-hari dari berbagai laporan media. Pada kebanyakan kasus, gangguan kepribadian ambang pertama kali ditemukan pada usia akhir remaja; beberapa terjadi pada anak namun jarang terjadi pada dewasa di atas 40 tahun.

Ganggguan kepribadian ambang pertama kali diperkenalkan oleh Kernberg pada tahun 1975 sebagai suatu diagnosis pada sekelompok pasien dengan mekanisme pertahanan yang primitif dan objek relasi internal yang patologis. Pada banyak kepustakaan, gangguan kepribadian ambang dahulu sering dianggap sebagai batasan antara psikosis dan neurosis.

Penyebab yang pasti gangguan kepribadian ini sendiri masih dipertanyakan. Namun, belakangan ini para peneliti terutama di bidang neurobiologi dan psikofarmakologi melakukan pendekatan biologis yang lebih mendalam dengan hipotesis adanya keterlibatan baik unsur fungsi otak, neurotransmiter, genetik, dan neuroendokrin. Salah satu yang paling sering diteliti adalah hubungan antara sistem serotonergik dan regio otak yang terlibat dalam perilaku impulsif dan agresif pada pasien gangguan kepribadian ambang.

Diagnosis Gangguan Kepribadian

Ciri kepribadian adalah pola perilaku yang berlangsung lama, berhubungan dengan lingkungan dan diri sendiri, dan hal tersebut keluar dalam bentuk konteks sosial dan pribadi. Ketika pola perilaku ini secara bermakna menjadi maladaptif dan menyebabkan hendaya yang serius dalam fungsi pribadi dan sosial, hal ini dinamakan gangguan kepribadian. Manifestasi gangguan kepribadian mudah ditemukan pada remaja dan terus berlanjut sampai usia dewasa.

Dalam mendiagnosis gangguan kepribadian ambang di dalam klinis sehari-hari maka kita memerlukan suatu pedoman diagnositik yang terdapat baik dalam DSM IV-TR atau di dalam PPDGJ III/ICD 10. Berdasarkan Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorder IV- Text Revised (DSM IV-TR), gangguan kepribadian ambang adalah suatu pola yang menetap dari ketidakstabilan hubungan interpersonal, gambaran diri dan afek dan impulsivitas yang nyata dimulai pada masa dewasa awal dan bermanifestasi dalam berbagai konteks, seperti diindikasikan oleh 5 atau lebih dari hal-hal yang tercantum di bawah ini :

  1. usaha yang tidak beraturan untuk menghindari penolakan yang nyata atau imajiner. Catatan: tidak termasuk bunuh diri dan perilaku menyakiti diri seperti yang tertuang pada butir ke-5
  2. sebuah pola hubungan interpersonal yang tidak stabil dan terus menerus yang ditandai dengan pertukaran antara idealisasi dan devaluasi yang ekstrem
  3. gangguan identitas: ketidakstabilan gambaran diri atau perasaan diri yang nyata dan terus menerus
  4. impulsivitas pada setidaknya dua area yang mempunyai efek potensial dalam perusakan diri (contoh: belanja, seks, penyalahgunaan zat, berkendaraan ceroboh, makan dan minum berlebihan). Catatan: tidak termasuk perilaku bunuh diri atau melukai diri yang terdapat pada kriteria ke-5
  5. perilaku, isyarat atau ancaman bunuh diri yang sering atau perilaku melukai diri
  6. afek yang tidak stabil yang ditandai mood yang reaktif (contoh: episode disforia yang sering, iritabel atau kecemasan yang berlangsung beberapa jam dan jarang lebih dari 2 hari)
  7. perasaan kosong yang kronis
  8. marah yang tidak sesuai, sering atau kesulitan dalam mengendalikan amarah (contoh: sering menunjukkan perangai, marah yang konstan, sering berkelahi)
  9. ide paranoid yang berhubungan dengan stress yang berlangsung sementara atau gejala disosiatif yang parah

Pengobatan

Pegangan praktis American Psychiatric Association untuk pengobatan gangguan kepribadian ambang meyarankan kombinasi antara psikoterapi dengan pengobatan farmakologis untuk hasil yang optimal. Walaupun tidak ada penelitian tentang kombinasi terapi ini namun pendapat lama mengatakan bahwa terapi obat membantu psikoterapi dan begitu juga sebaliknya.

Suatu penelitian dengan metode double blinded dengan menggunakan kontrol dan plasebo menunjukkan bahwa pasien dengan gangguan kepribadian ambang mempunyai respons yang baik terhadap obat golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) dengan perbaikan pada kemarahan, perilaku agresif impulsif (terutama agresi verbal), dan afek yang labil.6,9 Obat ini membantu psikoterapi dengan mengurangi “suara-suara afektif” seperti kemarahan yang menetap, kecemasan atau disforia, yang mencegah pasien untuk tidak merefleksikan hal tersebut ke dunia internal mereka. Juga terdapat bukti bahwa SSRI menstimulasi neurogenesis, terutama di hippocampus, yang memperbaiki memori deklaratif verbal. Sebagai tambahan, SSRI dapat mengurangi hiperaktivitas aksis Hipothalamic Pituitary Adrenal (HPA) dengan mengurangi hipersekresi Corticotropine Releasing Factor (CRF).

Psikoterapi dengan menggunakan SSRI dapat membantu menfasilitasi perubahan di otak. Kemampuan pasien melihat terapis sebagai seseorang yang membantu dan memberi perhatian, bukan sebagai tokoh yang menuntut dan penuh dengki, akan membantu membangun jaringan neuron yang baru dan akan melemahkan yang lama. Splitting juga dapat berkurang karena kecemasan yang lebih ringan mengurangi keperluan membuat pertahanan. Penelitian dengan menggunakan PET memperlihatkan bahwa psikoterapi dapat meningkatkan metabolisme sistem serotonergik pada pasien dengan gangguan kepribadian ambang.


Sumber : Andri, Kusumawardhani AAAA. Neurobiologi Gangguan Kepribadian Ambang: Pendekatan Biologis Perilaku Impulsif dan Agresif. Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 4, April 2007.

Korupsi Itu Gangguan Jiwa

Saya tergerak menuliskan judul di atas karena membaca tulisan saudara Laode Ida berjudul Korupsi, Reformasi, Kekuatan Politik (Kompas 15/12/2010) yang kalimat awalnya mengatakan bahwa korupsi pada dasarnya adalah suatu penyakit kronis yang merusak moralitas para penyelenggara negara. Sebagai seorang psikiater saya melihat korupsi seperti layaknya penyakit jiwa yang bersifat kronis dan sering kambuh. Kalau bisa disamakan dengan suatu diagnosis gangguan jiwa, penyakit korupsi lebih cocok dimasukkan ke dalam gangguan kepribadian.

Gangguan kepribadian merupakan gangguan kejiwaan yang tidak disadari oleh si penderitanya. Kondisi gangguan jiwa jenis ini biasanya menimbulkan permasalahan pada lingkungan terdekat si penderita dan orang-orang di sekitarnya. Gangguan kepribadian berkembang sejak masa anak dan remaja dan mencapai puncaknya ketika mulai merambah kedewasaan muda.

Ciri yang paling menonjol dari gangguan kepribadian adalah tidak adanya suatu upaya untuk memperbaiki diri. Karena tidak disadari oleh dirinya, biasanya si penderita tidak akan mencari pertolongan karena memang merasa tidak ada yang salah. Orang sekitar penderita dan lingkungan sosial yang biasa mengalami keluhan akibat perilaku dari orang yang mengalami gangguan kepribadian ini.

Gangguan Kepribadian Antisosial

Berbicara tentang jenis gangguan kepribadian yang paling cocok disematkan kepada koruptor, saya akhirnya memilih jenis gangguan kepribadian antisosial. Gangguan kepribadian antisosial lebih dikenal dengan sebutan gangguan psikopatik dengan orang yang menderitanya disebut psikopat.

Beberapa ciri yang sekiranya cocok dengan karakter dari seorang koruptor adalah tidak merasa bersalah atas perbuatan yang telah dilakukan malahan ada kecenderungan untuk mengulanginya terus, sering berbohong, menggunakan orang lain untuk kepentingan pribadi, perilaku impulsif, agresif, tidak bertanggung jawab serta menggunakan alasan-alasan rasionalisasi untuk membenarkan segala tindakannya yang salah dan merugikan orang lain.

Kondisi ini sangat pas untuk menggambarkan suatu kondisi yang dialami oleh para koruptor. Para koruptor tahu apa yang dilakukannya merugikan masyarakat, tetapi mereka tidak peduli sekedar untuk memberikan kepuasan kepada diri mereka sendiri. Walaupun mengetahui perbuatan itu melanggar hukum negara dan hukum agama, tetap saja perbuatan itu dilakukan berulang-ulang tanpa ada niat menghentikan dan merasa menyesal akan perbuatannya. Para koruptor juga sering menggunakan orang lain untuk kepentingan mereka pribadi dan seringkali memberikan alasan-alasan yang mendukung perbuatan korupsinya. Yang paling berbahaya adalah kondisi gangguan kepribadian layaknya koruptor tidak mampu untuk berempati.

Kalau sudah demikian layaklah seorang koruptor dikatakan memang menderita gangguan jiwa yaitu gangguan kepribadian antisosial.

Terapi Perilaku dan Kognitif

Gangguan kepribadian adalah salah satu gangguan jiwa yang paling sulit disembuhkan. Hal ini karena daya tilikan atau penilaian terhadap diri dari penderita gangguan kepribadian tidak ada. Mereka merasa dirinya tidak bersalah dan merasa perbuatannya tersebut tidak ada hubungan dengan orang lain. Untuk itulah kondisi ini biasanya diperbaiki dengan melibatkan banyak faktor yang mampu memfasilitasi perbaikan yang diharapkan.

Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah dengan terapi kognitif dan perilaku. Perkembangan kognitif anak dimulai dari masa keemasan di bawah 4 tahun. Kemampuan untuk meniru adalah sesuatu yang paling pertama bisa dilakukan oleh anak. Selanjutnya bertambah usia maka kemampuan berolah pikiran dan mencerna informasi semakin baik. Kondisi ini bisa dimanfaatkan dalam memupuk rasa tanggung jawab dan empati kepada sesama. Memberikan contoh perilaku yang baik dimulai pada saat anak mulai tertarik dengan lingkungannya dimulai sejak usia dini 6 bulan.

Memberikan contoh yang baik tentang tanggung jawab dan tidak mencuri adalah sangat baik bagi perkembangan mentalnya kelak. Setelah makin besar maka kita bisa membuat anak mengerti tentang apa itu korupsi dan dampaknya bagi masyarakat. Jangan biarkan mereka mendapatkan informasi dari televisi yang memberikan informasi yang simpang siur tentang perilaku korupsi. Apakah tidak aneh ketika pencuri uang negara dihukum lebih ringan daripada pencuri buah di kebun orang lain. Walaupun sama-sama mencuri harusnya orang yang mencuri lebih besar dampaknya dihukum lebih berat. Pelajaran ini yang tidak didapatkan dari televisi malahan pelajaran kalau mau mencuri sekalian yang besar saja karena nantinya juga sama saja hukumannya.

Sungguh melihat kondisi saat ini rasanya bukan kondisi yang baik untuk tumbuh kembang anak kita di masa depan. Mereka menjadi kebingungan tentang berbagai macam standar ganda yang ditetapkan di masyarakat. Lindungi mereka dari bahaya laten korupsi, jangan sampai terpengaruh tanpa sadar karena menjadi koruptor sebenarnya sama saja seorang yang menderita gangguan jiwa.

Dimuat di Suara Pembaruan 30 Jan 2011

Selasa, 01 Maret 2011

Sakit Jantung atau Keluhan Kecemasan ?

Pasien laki-laki usia 35 tahun dengan keluhan merasa tidak nyaman di dada kanannya. Keluhan seperti terasa "pegal" dan rasanya kadang berpindah. Keluhan ini sudah dialami pasien sejak sekitar 4 bulan sebelum datang kontrol ke Klinik Psikosomatik RS OMNI. Pasien telah melakukan pemeriksaan penunjang EKG dan Echocardiography namun tidak ditemukan adanya kelainan yang mendasari keluhannya saat ini. Wawancara dengan pasien mendapatkan keterangan bahwa pasien sudah mengalami hal ini sebenarnya sejak 6 bulan yang lalu, keluhan rasa tidak enak di dada sebelah kanan ini memang tidak spesifik untuk keluhan di organ jantung tapi pasien sendiri merasa "kadang" ada keluhan di dada kiri. Keluhan sering disertai dengan jantung berdebar-debar dan perasaan tidak enak seperti ingin pingsan. Karena keadaan ini pasien menjadi sulut beraktifitas, sering merasa takut bila bepergian ke mana-mana karena takut bila keluhannya kambuh.
Dari riwayat perkembangan psikososial didapatkan pasien seorang yang "perfeksionis", bekerja di dalam tekanan dan selalu ingin tampil baik dalam pekerjaan dan kehidupan sosialnya. Riwayat nyeri dada ini dimulai ketika pasien mengetahui jika ada salah satu temannya yang mengalami sakit dada dan kemudian meninggal keesokan harinya.
Masalah keluarga tidak ditemukan yang berarti atau yang dianggap berarti bagi pasien. Dukungan istri baik dan tidak tampak adanya disfungsi di dalam keluarga.

Tata Laksana
Setelah melakukan pengulasan terhadap hasil wawancara dengan pasien, pemeriksaan fisik dan pengulasan rekam medik yang dibawa pasien, ditemukan tidak adanya kondisi medis fisik yang bermakna yang dapat menjelaskan keadaan sakit fisiknya saat ini. Keluhan dada pasien dikategorikan sebagai keluhan somatik yang berasal dari kondisi aktifitas psikologis (psikosomatik). Hal ini dimungkinkan karena suatu sistem neurotransmiter di otak yang memicu sistem saraf otonom dan sistem hipotalamus pituitary adrenal (HPA Axis) yang membuat terjadinya keluhan-keluhan pasien saat ini. Sistem ini terpicu oleh kondisi stres yang akut maupun yang berlangsung kronik.
Tatalaksana pertama adalah dengan edukasi tentang kondisi yang terjadi pada pasien. Pasien diharapkan dapat mengerti dengan keadaannya dan mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pengobatan dengan obat antidepresan golongan SSRI (Sertraline) diberikan dalam jangka waktu 3 bulan. Penggunaan obat anticemas yang dipilih adalah Clobazam dengan dosis minimal (5mg) yang digunakan selama 2 minggu paling lama.

Hasil Evaluasi
Dua minggu setelah datang pertama kali, pasien datang kontrol kembali. Keluhan psikosomatik berupa nyeri pegal di dada sdh hilang dan pasien merasa lebih nyaman. Ada kondisi sesaat misalnya suasana yang panas atau kemacetan yang lama yang terkadang memicu keluhan itu kembali tetapi sangat jarang. Dalam dua minggu pasien hanya merasakan 2 kali keluhan itu datang. Kondisi serangan panik sdh tidak pernah terulang lagi. Pengobatan direncanakan diteruskan walaupun keadaan sudah lebih baik, hal ini untuk mencegah keberulangan. Pasien hanya menggunakan Sertraline saja karena Clobazam sudah dilepaskan.