Rabu, 31 Januari 2018

Perubahan jam Praktek untuk hari Rabu dan Jumat

Mulai Februari 2018, khusus untuk praktek di hari Rabu dan Jumat
Jam praktek berubah ke jam 13.00-16.00
Mohon menelpon terlebih dahulu sebelum datang

Terima kasih
Info : 02129779999

Selasa, 30 Januari 2018

Persepsi Kita adalah Segalanya


Saya baru saja memasuki tahun ke sepuluh saya berpraktek, sejak 2008 saya berpraktek, saya memang mengkhususkan diri pada kasus-kasus gangguan cemas dan depresi. Sejak tahun 2010 saya lebih mengkhususkan lagi kepada masalah-masalah gangguan psikosomatik yang sering dikaitkan dengan adanya keluhan fisik yang tidak didasari adanya masalah di organ yang pasien keluhkan. Depresi dan Gangguan Cemas adalah dasar dari keluhan psikosomatik ini biasanya. 
Telaah pasien terkait masalah psikosomatik tentunya dikaitkan dengan pendekatan BIOPSIKOSOSIAL. Secara biologi tentunya pasien yang mengalami masalah kejiwaan memang dikaitkan dengan adanya perubahan fungsional di otak pasien. Hal ini sudah dibuktikan secara ilmiah dan telah dipublikasikan sejak beberapa puluh tahun yang lalu. Ini artinya bahwa kondisi yang berkaitan dengan masalah kejiwaan bukanlah masalah yang tidak ada dasarnya di otak. Penjelasan tentang hal ini memang sering kali tidak mudah dipahami namun tentunya bukan berarti tidak bisa dipahami. Dalam praktek sering kali saya menerangkan secara sederhana peran dari fungsi otak dan kaitannya dengan masalah gangguan kejiwaan. 
Faktor psikologis adalah bagian kedua yang berkaitan dengan masalah kejiwaan. Faktor Psikologis ini sebenarnya juga dikaitkan dengan faktor biologis atau genetik bawaan. Kita bisa melihat dalam kenyataan hidup sendiri bahwa anak yang dilahirkan di keluarga yang sama dengan orang tua yang sama dan diasuh oleh keluarga yang sama juga bisa berbeda sifat dan perilakunya. Anak saya sendiri kembar dan keduanya berbeda sifat dan perilaku walaupun kembar identik, satu telur dan satu plasenta tentunya. 
Lingkungan atau faktor sosial adalah faktor yang sering lebih diperhatikan banyak orang sebagai salah satu pemicu masalah kejiwaan. Stres kerja, beban pekerjaan, masalah rumah tangga, masalah sekolah dan kuliah sering dikaitkan dengan masalah kejiwaan yang dialami seseorang. Padahal semua itu tidak serta merta berlaku untuk semua orang. Kita sendiri bisa melihat bahwa banyak orang yang mengalami masalah yang sama tapi responnya berbeda. Respon inilah yang berkaitan dengan bagaimana kita menghadapi masalah dalam kehidupan kita dan tentunya ini akan berkaitan dengan kesehatan jiwa kita sendiri. 
Persepsi dan Respon Kita
Respon kita terhadap stres sebenarnya dikaitkan dengan persepsi kita terhadap pemicu stres tersebut. Persepsi kita terhadap stres itu bisa beda-beda setiap orang walaupun jenis stresnya sama. Contoh jika kita harus bermacet-macetan di jalan tol menuju tempat kerja, jika dalam perjalanan kita sendiri tanpa adanya teman bicara maka mungkin kadar stres kita akan meningkat, namun jika dalam perjalanan kita ditemani oleh pasangan kita sambil bercerita tentang hal-hal baik dalam keluarga kita mungkin respon dan kadar stres kita akan berbeda. Persepsi kitalah yang menentukan hal ini. 
Kita tidak bisa mengubah lingkungan, itu adalah hal di luar dari diri kita. Namun sebaliknya kita bisa mengubah diri kita sendiri, kita bisa mengubah persepsi kita sendiri dan bagaimana kita merespon stres. Kita sering kali mendengarkan para bijaksana mengatakan kita harus SABAR dan IKHLAS. Kedua hal ini sepertinya mudah diucapkan namun sulit dilaksanakan. Ikhlas menerima keadaan seperti apa adanya, menerima bahwa hal yang terjadi pada diri kita adalah memang yang harus terjadi pada diri kita tanpa mempertanyakan mengapa hal itu bisa terjadi pada diri kita bukan pada yang lain adalah salah satu bentuk penerimaan dan juga cara awal untuk melatih "mindfulness". 
Kita harus mengupayakan persepsi positif terhadap hal yang terjadi pada kita. Kita harus mencari hal positif dari segala hal yang terjadi pada diri kita. Ini akan membantu kita untuk mampu mengupayakan terus berpikir positif. Pada intinya persepsi kita yang akan membuat segalanya berbeda. 
Mulai sekarang ada baiknya kita mulai membantu diri kita sendiri untuk memperbanyak asupan asupan positif di dalam pikiran kita, karena pada dasarnya pikiran negatif tidak mudah dihilangkan kalau tidak ada cadangan pikiran positif dalam jumlah banyak. Agar mampu berpikir positif, kita bisa melatih awalnya dengan perilaku positif, melakukan banyak hal-hal positif. Kebiasaan positif akan mampu mengubah pikiran kita dan begitupun sebaliknya. Semoga kita bisa melatih pikiran positif kita agar menjadikan kita selalu mempunyai persepsi yang baik akan segala hal dalam kehidupan kita. Salam Sehat Jiwa
Sumber tulisan di blog Kompasiana saya sendiri : https://www.kompasiana.com/psikosomatik_andri/5a6fc7ddab12ae269e4050c2/persepsi-kita-adalah-segalanya 

Minggu, 28 Januari 2018

1000 Buku Cemas Sudah Terjual, Masih Tersisa 1000 Buku Lagi!

Saya berterima kasih kepada para pembaca buku saya yag terbaru "Segala Sesuatu Tentang Cemas" yang telah membeli buku saya sejak diterbitkan Agustus 2017 kemarin.
Akhir Januari ini telah 1000 buku saku terjual. Semoga bagi yang belum memilikinya bisa segera memiliki. Harganya Rp.30 ribu rupiah saja (di luar ongkos kirim).
Persedian buku tinggal 1000 lagi dan hanya bisa didapatkan dengan memesan online.
Cara Pesannya mudah bisa dengan pesan lewat WA ke 08994211055 dengan menuliskan PESAN BUKU beserta nama, alamat lengkap dan jumlah pesanan. 
Buku akan dikirimkan setiap Selasa dan Jumat dari Tangerang setelah pembayaran diterima.
Terima kasih semua

Salam Sehat Jiwa
dr.Andri

Minggu, 21 Januari 2018

Kecanduan Gawai dan Internet

Kecanduan internet dan gawai belakangan mulai menjadi perhatian. Walaupun dalam buku kriteria diagnosis terbaru dari American Psychiatric Association yaitu DSM 5 terbitan tahun 2013 belum dimasukkan dalam kriteria diagnosis kecanduan, kecanduan internet (termasuk kecanduan game online yang dimainkan lewat komputer dan gawai) sebenarnya telah menjadi perhatian dan ingin dimasukkan dalam salah satu kriteria gangguan jiwa. Belakangan ada niatan WHO yang akan merevisi ICD 10 dan memasukkan kriteria kecanduan game dan internet dalam kriteria diagnosis gangguan jiwa.

Beberapa hal yang dikaitkan dengan kriteria kecanduan internet (dalam hal ini juga termasuk kecanduan game online) adalah
1. Hilangnya kontrol terhadap penggunaan internet
2. Adanya kecenderungan terus menerus (preokupasi) terhadap internet
3. Adanya perubahan suasana perasaan jika tidak terpapar terhadap internet (game) dalam hal ini menjadi depresi dan cemas berlebihan
4. Adanya gejala "putus zat" ketika tidak berhubungan dengan internet, ada perasaan mudah tersinggung, cemas berlebihan, tidak nyaman dan bisa agresif atau tantrum
5. Adanya penurunan fungsi pribadi dan sosial (dalam hal ini dalam pekerjaan dan akademik)
6. Menghabiskan waktu lebih dari 6 jam berhubungan dengan internet di luar kepentingan akademik dan atau lebih dari 6 bulan penggunaan internet yang tidak ada korelasi dengan kepentingan sehari-hari.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan juga telah membuat adanya hubungan antara gangguan kecanduan internet dengan beberapa gangguan jiwa seperti depresi, pikiran bunuh diri, perilaku obsesif kompulsif, gangguan makan, gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktifitas, serta penyalahgunaan zat dan alkohol. Penelitian di Amerika Serikat sendiri menyatakan bahwa lebih dari 26,3% remaja di sana termasuk dalam kategori kecanduan internet yang mana angka ini melebihi angka pada kecanduan zat lainnya.

Perubahan di Otak

Kecanduan internet dihubungkan dengan perubahan di sistem dopamin. Aktifasi yang berlebihan dalam penggunaan internet berhubungan dengan berkurangnya transporter dopamine di otak yang membuat stagnasi atau berdiamnya dopamin lebih lama di celah sinaps otak. Hal ini yang membuat stimulasi dopamin berlebihan yang akan menyebabkan efek euforia. Hal ini terlihat juga pada orang yang mengalami kecanduan zat dan perilaku adiktif lainnya.
Selain itu pula penelitian mengatakan adanya peningkatan aliran darah di area otak yang berhubungan dengan "reward and pleasure". Artinya internet akan mengaktifkasi pusat rasa senang di otak dan akan membuat rasa ingin lagi dan lagi yang lebih besar.

Pencegahan Kecanduan Internet Pada Anak dan Remaja

Beberapa kasus kecanduan internet dan game online sudah tampak di masyarakat kita sehari-hari. Belakangan kita mendengar adanya dua siswa di Bondowoso yang dirawat di Rumah Sakit Jiwa karena kecanduan game. Beberapa hal di bawah ini mungkin bisa jadi tips buat kita bersama

a. Jadilah contoh yang baik buat anak
Kita sebagai orang tua memang juga harus mengurangi ketergantungan kita terhadap gawai, game dan internet. Mulailah membaca buku kembali daripada memegang tablet atau smartphone kita berlama-lama

b. Buat Aturan yang Tepat
Kita tidak bisa menghindarkan mereka dari gawai, dalam pergaulan juga banyak yang akan mempengaruhi mereka, tapi kita bisa memberikan aturan yang tepat terkait penggunaan gawai ini. Berikan waktu yang sesuai untuk anak-anak memegang gawai dan batasi waktunya.

c. Lakukan aktifitas yang lain
Lakukan aktifitas lain seperti membaca buku, "board games", seni karya, olahraga atau permainan yang tidak menggunakan gawai.

d. Beli Gawai untuk keperluan yang baik bukan hanya untuk keperluan sosial

e. Bermainlah bersama anak tanpa gawai!

f. Luangkan waktu untuk bersama anak tanpa ada gawai di sekitar kita termasuk saat makan bersama di luar rumah.

Saya sendiri tahu tidak mudah di era internet melakukan hal-hal di atas, tetapi jika kita mampu mengurangi ketergantungan kita terhadap gawai maka hasilnya pun akan lebih baik buat kita bersama ke depannya. Salam Sehat Jiwa (Twitter : @mbahndi)



Rabu, 17 Januari 2018

Mengenali Potensi Diri



Kita mungkin pernah ditanya tentang apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan kita. Beberapa di antaranya ditanyakan saat menjalani pemeriksaan psikologis, lainnya mungkin ditanya saat dalam wawancara dengan calon atasan atau orang yang berkepentingan dengan kita. Tapi apakah kita sendiri pernah mencoba mengenali diri kita dengan merenung apakah yang menjadi kelebihan dan kekurangan kita?

Kelebihan dan kekurangan diri kita adalah potensi diri kita yang perlu kita ketahui dan pahami. Sering kali dalam praktek saya mencoba untuk menggali potensi itu di diri pasien ketika berhadapan dengan situasi dan masalah tertentu. Tidak ada orang yang lebih memahami diri sendiri dibandingkan orang itu sendiri. Ketika dia mampu untuk mengenali kelebihan dan kekurangannya maka semakin baik pula dia mengenal dirinya. 

Ada beberapa orang yang lebih mengenali kekurangannya, jika fokusnya terhadap diri hanya pada kekurangannya maka orang demikian bisa tidak percaya diri. Pada beberapa kasus yang saya tangani terkait dengan depresi, orang yang banyak memandang selalu dirinya kekurangan akan mudah menjadi depresi. Dia tidak bisa dan biasa melihat potensi kelebihan dirinya dan sering kali enggan untuk menggalinya lebih dalam lagi. Ada hubungan kondisi ini terkait dengan kepribadian orang tersebut. Beberapa orang memang banyak yang hidup dalam kondisi seperti ini sejak kecil. Lingkungan tidak memberikan kesempatan buat dirinya untuk mengenali kelebihan dirinya. Bagi sebagian orang banyak yang beranggapan menonjolkan kelebihan adalah suatu pertunjukan ego dan itu tidak diperkenankan dalam masyarakat. 

Ada sebagian kecil lainnya yang juga sulit menonjolkan kelebihan dirinya karena mempunyai orang tua yang sangat dominan. Orang tua yang sangat otoriter dan terlalu banyak mengatur sering kali tidak memberikan kesempatan untuk anaknya berkembang dan menampilkan potensi dirinya. Beberapa di antaranya mungkin terlihat mempunyai potensi diri namun yang sebenarnya terjadi adalah potensi itu dipaksakan oleh orang tuanya sehingga lebih menjadi gambaran potensi orang tua yang "dititipkan" ke anak. Anak sendiri tidak nyaman dengan kelebihan itu dan pada suatu saat bisa menjadi "kelelahan" dalam menjaga kelebihan itu. 

Buat sebagian orang yang lebih sering menonjolkan kelebihannya tanpa pernah menyadari adanya kekurangan dirinya juga bukan suatu hal yang baik. Orang ini bisa terlihat sangat percaya diri namun sangat sombong. Kelebihan yang dimiliki seolah menjadi hal yang harus selalu dipertontonkan dan pada akhirnya akan membuat masalah buat orang tersebut, terutama jika berhubungan dengan banyak orang. Ada beberapa kasus orang yang sangat sulit berubah karena dia merasa apa yang dia lakukan sekarang adalah sudah yang terbaik. Kesulitannya melihat kekurangan diri membuat dia menjadi sulit berubah dan menjadi lebih bisa menerima kondisi sebenarnya. Pada kondisi yang parah gambaran ini bisa terlihat pada kondisi orang dengan gangguan kepribadian narsisistik. 

Melihat ini sebenarnya yang dibutuhkan adalah keseimbangan dalam melihat potensi diri. Jika kita mampu melihat secara seimbang diri kita dengan baik maka pada dasarnya kita juga mampu untuk memilah mana yang baik dan yang buruk dari diri kita. Kelebihan dan kekurangan kita bisa menjadi potensi yang sama-sama bisa kita olah agar menjadi sesuatu yang baik buat kita. Tidak ada manusia yang sempurna. Semoga tulisan singkat ini bermanfaat. Salam Sehat Jiwa

Senin, 15 Januari 2018

Persepsi Kita Mampu Mengubah Keadaan!

Tidak mudah mengambil langkah pertama saat kita ingin berubah. Langkah awal namun demikian merupakan hal yang mendasar dalam bagaimana kita mau memulai perubahan.
Sering kali kita dihadapkan kepada kenyataan tidak bisa berubah karena keadaan.
Sering kali kita juga lupa bahwa sebenarnya kondisi tersebut dipengaruhi oleh diri kita sendiri.
Keadaan mungkin tidak bisa berubah, tapi persepsi kita terhadap keadaan tersebut bisa kita ubah

Andri, 16 Januari 2018

Minggu, 14 Januari 2018

Perubahan Jadwal Praktek Khusus Rabu dan Jumat Menjadi Jam 13.00-16.00 (Mulai Februari 2018)

Perubahan Jadwal Praktek Khusus Rabu dan Jumat
Menjadi Jam 13.00-16.00 (Mulai Februari 2018)

Sabtu, 06 Januari 2018

Sakitnya Sama Kok Sembuhnya Beda?



Oleh : dr.Andri,SpKJ,FAPM (Psikiater Omni Hospital Alam Sutera)

Banyak pertanyaan dari pasien maupun yang saya dapatkan di media sosial saya terkait dengan mengapa banyak pasien yang merasa diagnosisnya sama dengan pasien lain tapi kok sembuhnya bisa berbeda. Gangguan kejiwaan termasuk yang sering saya tangani di praktek seperti gangguan cemas dan gangguan depresi memang memiliki berbagai macam gejala dan tanda yang mungkin berbeda untuk setiap orangnya.
Gangguan Cemas saja misalnya ada beberapa tipe Gangguan Cemas dari Gangguan Cemas Panik, Gangguan Cemas Menyeluruh, Fobia Sosial, Gangguan Stres Pasca Trauma,  Fobia Spesifik, Gangguan Obsesif Kompulsif dan Reaksi Stres Akut. Gejala dan tanda dari masing-masing tipe ini berbeda dan bisa terkait dengan gejala fisik dan psikis yang berbeda pula penekanannya pada setiap pasien.
Jika seorang pasien didiagnosis misalnya Gangguan Cemas Panik, maka walaupun ada pasien lain yang didiagnosis sama, maka gejalanya bisa berbeda. Selain perbedaan gejala dan tanda yang mempengaruhi kesembuhan pasien, ada juga hal-hal lain yang mempengaruhi kesembuhan pasien walaupun diagnosisnya sama.

1. Faktor Genetik Bawaan
Faktor genetik bawaan setiap orang berbeda terkait masalah kejiwaan. Sampai saat ini para ahli meyakini ada faktor biologi terkait bawaan genetik yang membedakan mengapa seseorang bisa mengalami gangguan jiwa atau tidak. Faktor ini juga mempengaruhi kesembuhan pasien terkait dengan gejala dan tanda serta keparahan dari gangguan jiwa tersebut.

2. Faktor Kepribadian Dasar
Faktor kepribadian dasar pasien menjadi sesuatu yang menentukan juga keberhasilan terapi dan kesembuhan pasien. Pasien dengan kepribadian dasar pencemas misalnya, biasanya tipikal kepribadian obsesif kompulsif (anankastik atau awam menyebutnya perfeksionis) ketika mengalami gangguan cemas mungkin saat "sembuh" pun masih merasakan kecemasan sebagai bagian dari kehidupannya, berbeda dengan pasien yang dasar kepribadiannya tidak mengarah pada kondisi kecemasan.

3. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan sering dianggap faktor yang paling berpengaruh dalam timbul dan bertahannya masalah kejiwaan. Perbedaan lingkungan dari setiap pasien memiliki kontribusi pada upaya penyembuhan pasien. Jika lingkungan mampu diadaptasi baik oleh pasien, dukungan lingkungan terdekat yang baik untuk penyembuhan pasien, maka pasien akan lebih punya "modal" untuk menjadi lebih baik daripada yang tidak mendapatkan dukungan sama sekali. Sering kali faktor lingkungan ini tidak bisa dimodifikasi baik karena faktor luarnya lebih dominan misalnya pada kasus lingkungan kerja yang menekan dan pasien tidak bisa keluar atau beradaptasi dengan kondisi tersebut.

4. Riwayat Penggunaan Narkotika
Pada banyak kasus gangguan jiwa, dari pengalaman klinis, pasien yang mempunyai latar belakang riwayat penggunaan narkotika dalam praktek lebih sering mencapai kesembuhan dalam waktu yang lebih lama daripada yang tidak mempunyai riwayat narkotika. Misalnya beberapa pasien dengan riwayat penggunaan lama narkotika stimulan jenis sabu atau ekstasi biasanya akan mengalami masalah kecemasan atau depresi yang lebih berat daripada yang tidak.

5. Dukungan Orang Terdekat
Dukungan orang terdekat adalah salah satu yang paling sering dikaitkan juga dengan kesembuhan pasien. Pasien yang mendapatkan dukungan yang baik dari keluarga akan lebih mempunyai harapan kesembuhan lebih cepat daripada yang tidak mendapatkan dukungan atau bahkan penolakan dari keluarga.

Hal-hal tersebut di atas dapat dianggap sebagai faktor-faktor yang bisa mempengaruhi kesembuhan pasien dari masalah gangguan jiwa. Semoga artikel ini bermanfaat. Salam Sehat Jiwa

Senin, 01 Januari 2018

Tahun Baru Awal Yang Baik Memperbaiki Diri

Saya tidak merasa kita sudah di tahun 2018 pagi ini. Rasanya 2017 berlalu begitu cepat buat saya. Mungkin bagi sebagian orang ada yang merasanya lambat, tetapi karena saya melewatinya dengan penuh kegiatan, maka sepertinya 2017 ini berlalu begitu cepat. 
Salah satu hal yang sering saya lakukan jelang akhir tahun kemarin adalah membuat resolusi atau seperti harapan akan apa yang akan dilakukan di tahun 2018. Saya berharap resolusi ini bisa menjadi tujuan dalam segala tindakan saya di tahun 2018. Tujuannya memang lebih bersifat individual, berisi harapan-harapan saya yang semoga bisa saya dapatkan di tahun 2018. 
Salah satu yang saya alami jelang akhir 2017 adalah kegemaran saya untuk membaca buku motivasi yang sempat pudar kembali berkembang, bahkan selain membaca juga saya telah mendengarkan video-video dan audio motivasi lewat YouTube dan Itunes saya. Sesuatu yang sempat saya lupakan sementara ketika sibuk dalam kegiatan perkuliahan mahasiswa dan praktek. Sekarang saya mulai mendisiplinkan kembali untuk membaca satu halaman minimal buku motivasi saya dan atau mendengarkan audio atau YouTube motivasi menjelang pergi ke RS tempat saya praktek. Kebiasaan ini sudah berlangsung dua bulan terakhir dan mulai menjadi kebiasaan. Saya memahami diri saya bahwa terkadang sulit untuk mempunyai kebiasaan yang baik, kali ini saya dengan keyakinan penuh bisa melakukannya. 
Semua saya lakukan sebagai bagian dari usaha memperbaiki diri. Saya merasakan masih banyak hal yang masih bisa diperbaiki dari diri saya dan bagaimana hal itu juga bisa berpengaruh untuk pasien-pasien saya. Secara teori mungkin saya memahami teori dalam perubahan pikiran dan perilaku, tetapi merasakan proses itu pada diri sendiri adalah pengalaman yang memberikan makna lain. Semoga hal ini bisa menjadi salah satu hal baik yang tetap akan dipertahankan dalam jangka waktu yang panjang. Bagaimana dengan anda? Sudahkah anda berniat untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi di tahun 2018? Semoga ya. Salam Sehat Jiwa