Sabtu, 20 Juli 2013

CUTI AGUSTUS 2013

7-12 Agustus 2013 
17 Agustus 2013 

Senin, 15 Juli 2013

Depresi Bahaya Jika Tidak Diobati : Laporan Dari Central Nervous System Summit 2013 di Chengdu, China

Depresi Bahaya Jika Tidak Diobati ! 
"Laporan Dari Central Nervous System Summit 2013 di Chengdu, China"
oleh : dr.Andri,SpKJ (Klinik Psikosomatik RS OMNI Alam Sutera)

Saya sangat beruntung terpilih sebagai wakil dari Indonesia dalam acara Central Nervous System Summit 2013 di Chengdu yang diselenggarakan dari tanggal 13-14 Juli 2013. Acara yang dihadiri oleh sekitar 158 peserta dari beberapa negara Asia seperti Indonesia, Hongkong, Myanmar, Thailand, Malaysia, Taiwan, Vietnam dan tuan rumah China berlangsung interaktif dan mengedapankan keaktifan peserta dalam berdiskusi. Para pembicara di summit ini juga adalah orang-orang yang sudah terkenal dan pengalaman di bidangnya. Salah satunya adalah Prof David Sheehan dari University of South Florida, College of Medicine, USA yang merupakan orang yang banyak menghasilkan banyak penelitian dan alat ukur klinis di dalam ilmu psikiatri.
Plenary Lecture hari pertama diisi oleh Prof David Sheehan yang berbicara dengan judul " The Importance of restoring function in major depressive disorder".  Pada pendahuluan kuliahnya Prof Sheehan mengingatkan kembali sebagai seorang dokter, psikiater juga layaknya dokter lain mempunyai keterbatasan dalam melakukan terapi pada pasien. Psikiater tidak mampu untuk mengatasi semua gejala yan terdapat pada pasien. Lebih lanjut beliau mengatakan dari perspektif kebijakan kesehatan, dokter berkewajiban mengobati gejala ketika gejala tersebut sudah melewati ambang batas yang bisa membuat adanya masalah dalam kehidupan pasien.

Depresi Yang Membebani
Dalam kuliahnya Prof Sheehan mengingatkan kembali bahwa saat ini Gangguan Depresi Berat atau Major Depressive Disorder (MDD) adalah nomor tiga penyakit yang memberikan kontribusi terhadap beban penyakit global menurut WHO. Tahun 2020 nanti, diprediksikan akan menjadi nomor dua dan di tahun 2030 diprediksikan akan menjadi nomor satu!.
Kemampuan kembali ke fungsi normal pasien atau peningkatan fungsi normal pasien secara umum diapresiasi pasien sebagai salah satu yang penting. Lima faktor yang berhubungan dengan kondisi yang penting dalam hal kesembuhan depresi, dua di antaranya adalah berhubungan dengan kemampuan kembali dan peningkatakan fungsi normal pasien daripada sekedar hilangnya gejala.
Prof Sheehan dalam kuliahnya mengingatkan kembali bahwa ada perbedaan pandangan dari tiga tokoh sentral dalam kondisi kesakitan, yaitu Dokter, Pasien dan Peneliti. Dokter akan lebih mementingkan dalam praktek klinisnya untuk menanyakan apakah gejalanya hilang ("Are the symptoms gone?"), Peneliti sendiri akan bertanya apakah yang dimaksud dengan kesembuhan atau perbaikan itu? Berapakah skornya? Apakah alat yang dipakai untuk mengukur itu?. Sedangkan Pasien akan lebih berpikir, apakah saat ini saya menjadi lebih baik, lebih OK dan gejala yang makin lama makin membaik.
Sehingga dalam hal ini memang psikiater dalam prakteknya akan lebih harus memperhatikan tentang masalah bagaimana fungsi dari pasien tersebut dan bukan sekedar fokus pada hilangnya gejala pasien.Hal ini disebabkan karena banyak penelitian yang mengemukakan hal baha perbaikan gejala belum tentu selalu berhubungan dengan peningkatan kemampuan dalam kehidupan sehari-hari pasien.

Pengobatan Yang Tepat 
Prof Sheehan kembali menegaskan dalam kuliahnya bagaimana tahapan pengobatan yang diharapkan. Bagaimana kondisi Response (50% perbaikan), Remission (70% perbaikan) dan Recovery (100% perbaikan) akan mempengaruhi juga lamanya pengobatan yang dialami pasien. Hal ini berkaitan juga dengan angka kekambuhan dan bagaimana kemungkinan kekambuhan ini akan berhubungan dengan pengobatan dan lamanya makan obat.
Dikatakan jika pasien depresi episode pertama, maka angka kekambuhannya sebesar 50% walaupun diobati secara baik dan tepat. Sedangkan jika 2 episode meningkat angka kekambuhannya menjadi 75% dan jika lebih dari 2 episode menjadi lebih dari 90% angka kekambuhannya. Untuk itu Prof Sheehan menegaskan bahwa berhenti pengobatan pada kasus-kasus depresi yang episodenya sudah lebih dari dua kali adalah suatu dongeng yang tak berdasar. Sayangnya dalam praktek kita lebih sering menemukan kasus-kasus depresi yang sudah berulang kali kambuh dan sudah berulang kali pula mengalami pengobatan. Untuk kasus seperti ini Prof Sheehan menyarankan agar pengobatan depresi dilakukan sepanjang hidup pasien.

Demikianlah laporan hari pertama dari CNS Summit ini yang membicarakan lebih kepada bagaimana mencapai suatu fungsi normal kembali untuk pasien depresi. Apa yang dituliskan di artikel ini adalah rangkuman yang dianggap penting untuk disampaikan kepada pembaca sekalian. Semoga bermanfaat. Salam Sehat Jiwa

Bersama dengan Prof David Sheehan,"One of the best Guru in Psychiatry"

Rabu, 10 Juli 2013

Terapi Tepat Obat Untuk Depresi dan Cemas : Segera Lakukan !

Oleh : Dr.Andri,SpKJ
Psikiater Klinik Psikosomatik RS OMNI Alam Sutera

Saat berkesempatan menghadiri Neuroscience meeting di Kobe minggu lalu, saya mendapatkan banyak hal yang menarik yang ingin saya sampaikan buat pembaca yang mungkin mengalami masalah dengan gangguan depresi atau gangguan kecemasan. Hal ini terutama terkait dengan pengobatan dengan menggunakan obat antidepresan yang merupakan terapi lini pertama baik untuk pasien depresi ataupun gangguan kecemasan.

Walaupun obat antidepresan bukanlah satu-satunya modalitas dalam terapi pasien, namun demikian keuntungan berkenaan dengan penggunaan obat ini untuk pasien depresi dan kecemasan memang sudah dibuktikan oleh penelitian yang banyak dan mempunyai makna berbasis bukti (Evidence Based Medicine). Selayaknya pada pasien dengan gangguan jiwa berat seperti skizofrenia, pasien dengan gangguan cemas dan depresi juga perlu mendapatkan pengobatan segera dan dalam waktu yang pas. Hal ini sangat berguna untuk harapan kesembuhan yang lebih baik dan mencegah keberulangan. Di bawah ini akan saya bahas sedikit mengenai kepentingan pengobatan dengan obat antidepresan untuk pasien dengan gangguan kecemasan atau depresi.

Segera Lakukan Dengan Benar
Sebenarnya ketika pasien datang ke psikiater dengan keluhan psikologis ataupun fisik yang berkaitan dengan masalah kejiwaannya, ketidakseimbangan kalau tidak bisa dibilang kerusakan di otak sudah berlangsung jauh sebelum gejala itu timbul. Apa yang terjadi di otak pada pasien depresi dan cemas memang sangat kompleks, namun demikian pada awal-awal terjadinya ketidakseimbangan di otak tersebut, setiap orang mempunyai daya tahan terhadap tekanan ataupun ketidakseimbangan di dalam otak yang mengalami masalah tersebut. Itulah yang membuat tidak semua orang yang mengalami ketidakseimbangan sistem di otak mereka akan berujung pada timbulnya gejala-gejala gangguan jiwa yang menetap.

Pada kesempatan berseminar di Manila tahun lalu, ketika itu saya mengikuti Institute of Brain Medicine course, salah satu pembicara Prof Brian E.Leonard seorang profesor farmasi menegaskan hal di atas. Jadi kalau kita menemukan pasien di klinik yang mengalami gejala-gejala gangguan kejiwaan, sebenarnya apa yang terjadi pada otaknya sudah jauh sebelum gejala-gejala itu muncul. Inilah yang membuat pengobatan untuk pasien tersebut harus dilakukan dengan benar dan segera!.

Obati Dengan Obat Yang Tepat
Pemilihan obat memang menjadi salah satu teknik terapi yang krusial dan unik. Pasien gangguan kejiwaan walaupun mungkin memiliki gejala yang sama namun respon terhadap pengobatannya sangat berbeda-beda. Ada masalah efek samping obat yang sering terjadi pada penggunaan obat yang mungkin tidak terjadi pada semua orang. Efek terapinya untuk masing-masing obat juga tidak sama. Ada yang cocok dengan obat yang satu ada juga yang tidak cocok dengan obat yang lain. Pemilihan ini sangat penting dengan tetap berpedoman pada petunjuk laksana atau guideline yang disepakati berdasarkan penelitian berbasis bukti.

Obat yang diberikan berdasarkan gejala dan diagnosis pasien haruslah memahami juga prinsip-prinsip pengobatan yang tepat termasuk di dalamnya interaksi obat dengan obat lain terutama jika pasien juga memakan obat lain sebelum berobat ke psikiater. Pencatatan obat apa saja yang digunakan adalah sangat penting sebagai sumber informasi yang tepat untuk memberikan obat yang tepat dan minimal interaksinya dengan obat lain.

Antidepresan yang saat ini paling banyak dipakai di dalam klinis memang kebanyakan dari golongan Serotonin dan Serotonin-Norepinephrine. Kandungan obat seperti Sertraline, Fluoxetine, Escitalopram, Duloxetine dan Venlafaxine adalah beberapa yang sering dipaka. Tiap obat memiliki khas sendiri walaupun tidak ada satupun penelitian yang mampu memberikan rekomendasi yang paling bagus di antara obat-obat tersebut. Dokter perlu memberikan obat dengan pertimbangan klinis dan didasari oleh penelitian berbasis bukti yang kuat. Beberapa obat lain seperti Agomelatine juga diberikan untuk pasien dengan kondisi yang biasanya berhubungan dengan masalah kesulitan tidur baik secara sendiri atau bersama dengan obat antidepresan lain.

Berapa Lama Waktunya?
Satu hal yang paling sering ditanyakan pasien adalah berapa lama ia harus makan obat. Banyak pasien merasa tidak nyaman dengan kenyataan harus makan obat setiap hari yang membuatnya merasa seperti orang penyakitan atau cacat. Padahal menurut kebanyakan mereka kondisi kejiwaan bukanlah penyakit. Hal ini perlu dijelaskan kembali. Saya pernah menuliskan di blog saya (http://psikosomatik-omni.blogspot.com) tentang tahapan pengobatan di mana pasien harus mencapai respon pengobatan, hilangnya gejala dan kemudia lepas gejala tanpa obat sama sekali. Namun demikian pada kasus yang ditemui di dalam klinik, kondisi ini dicapai dengan suatu teknik pengobatan yang cukup waktu dan benar obatnya.

Rentang waktu pengobatan antara 6-12 bulan sejak gejala membaik (hilang) adalah yang disarankan. Jadi bukan dari sejak awal memakan obat namun sejak gejala membaik. Pada beberapa kasus seperti kondisi yang berulang atau adanya masalah gangguan psikotik maka pengobatan pasien bisa berlangsung lebih lama. Pengobatan yang sesuai dan tepat bertujuan untuk mendapatkan hasil yang baik dan bukan untuk membuat seolah-olah pasien tergantung dengan obat yang diberikan.

Semoga apa yang saya tuliskan ini dapat bermanfaat untuk pembaca sekalian. Salam Sehat Jiwa

Senin, 08 Juli 2013

Depresi Bukan Sekedar Kelainan Psikologis : Laporan Perjalanan Ke Osaka

Depresi Bukan Sekedar Kelainan Psikologis
Oleh : dr.Andri,SpKJ
Psikiater Klinik Psikosomatik RS OMNI Alam Sutera

Saya baru saja tiba dari Osaka, Jepang pagi ini setelah akhir pekan ini selama dua hari mengikuti acara seminar tentang Neurosains di Jepang. Perkembangan terakhir tentang kriteria diagnosis dibahas pada seminar ini, terutama berkaitan dengan terbitnya Buku Manual Diagnosis terbaru dari American Psychiatric Association DSM V yang menggantikan DSM IV-TR. Buku diagnosis DSM memang dikenal di kalangan psikiater dunia bukan hanya di Amerika Serikat sebagai “The Bible of Psychiatrist”. Buku ini memang mengkategorikan berbagai macam gangguan psikiatrik atau kejiwaan dengan gejala dan tanda yang dipaparkan secara khas dan detil untuk memberikan diagnosis kepada pasien. Walaupun dalam kenyataan di lapangan, dalam praktek sering kali pasien tidak selalu muncul dengan gejala khas, dalam pendidikan psikiatrik buku ini amat penting terutama karena keterkaitannya dengan penelitian di bidang psikiatri dan juga pengobatan pasien gangguan psikiatrik.

Gejala Fisik dan Diagnosis Depresi

Selama ini masyarakat bahkan kalangan medis sendiri lebih memahami depresi sebagai gangguan psikiatrik yang bersifat psikologis. Artinya dalam pandangan masyarakat awam dan kalangan medis yang tidak terlalu memahami masalah gangguan kejiwaan, depresi lebih dipandang sebagai sekumpulan gejala psikologis yang ditandai dengan rasa putus asa, kecewa berlebihan, ingin bunuh diri dan ketiadaan harapan.
Sedangkan gejala fisik seperti sulit konsentrasi, kehilangan konsentrasi, rasa lelah yang berlebihan, aktifitas motoric tubuh yang menurun adalah gejala fisik yang jarang dikenal sebagai gejala depresi. Hanya gangguan tidur seperti insomnia yang banyak dikeluhkan pasien dan dianggap merupakan kondisi yang mengganggu.
Selain psikologis yang lebih sering diperhatikan, banyak pasien tidak menganggap bahwa rasa nyeri yang dia alami sebenarnya bisa merupakan gejala depresi ataupun depresinya memperberat kondisi nyeri yang sudah ada. Hal ini tentunya sangat jarang diperhatikan karena gejala yang dikemukakan memang lebih dan sangat bersifat fisik. Di sinilah sering kali pasien mengalami penderitaan yang tak kunjung baik karena masalah nyeri ini mengaburkan gejala depresinya sendiri. Pasie menjadi lebih fokus mencari pengobatan untuk kondisi nyerinya daripada mencari bantuan psikiater untuk menyembuhkan depresinya.

Depresi dan Ketidakseimbangan Sistem Tubuh

Teori terjadinya gejala depresi sudah dikenal secara luas. Sejak diperkenalkan sekitar tahun 70an sampai sekarang teori sistem Monoamine yang melibatkan neurotransmitter atau zat di otak yaitu serotonin, dopamine dan norepineprin adalah teori depresi yang paling banyak dianut oleh para psikiater di dunia. Obat yang digunakan untuk mengatasi depresi juga dibuat berdasarkan teori ini. Obat lama seperti amitriptyline, mocoblemide, imipramine, clomipramine dan juga obat-obatan baru seperti Fluoxetine (Prozac), Sertraline (Zoloft), Duloxetine (Cymbalta), Venlafaxine (Efexor) adaah obat yang cara kerjanya berusaha untuk menyeimbangkan sistem otak ini. Fluoxetine dan Sertraline mempengaruhi serotonin saja, sedangkan duloxetine dan venlafaxine mempengaruhi serotonin dan norepineprin.

Namun demikian perkembangan selajutnya tentang depresi tidak hanya sampai pada ketidakseimbangan dopamine, serotonin dan norepinephrine saja. Lebih jauh lagi depresi pada manusia ternyata juga mempengaruhi dan dipengaruhi banyak sistem di tubuh. Sel glia di otak, sistem imun, gen BDNF, glutamate dan masih banyak sistem lain yang terlibat dan terpengaruh dalam depresi. Tidak heran banyak ahli bukan hanya psikiater tetapi juga para ilmuwan di bidang otak mengatakan bahwa “Depression is a systemic disease” yang berarti Depresi ini merupakan penyakit sistemik yang bisa melibatkan banyak organ dan sistem di dalam tubuh.


Depresi ke depannya telah menjadi fokus dalam penyakit di dunia terutama oleh badan kesehatan dunia WHO. Tahun 2020 diprediksikan bahwa beban yang diakibatkan oleh depresi akan menempati nomor dua setelah gangguan jantung dan pembuluh darah. Ini artinya dibandingkan dengan penyakit lain selain jantung, depresi telah diaggap sangat serius dan perlu penanganan yang menyeluruh. Semoga para pembaca yang mengalami depresi atau mempunyai kenalan atau kerabat yang menderita depresi dapat mengambil keputusan yang tepat untuk segera berobat. Keputusan yang tepat akan pengobatan yang tepat juga akan meningkatkan kualitas pasien depresi. Semoga laporan ini berguna. Salam Sehat Jiwa. 

Rabu, 03 Juli 2013

Gangguan Realita Mungkin Sebab Novi “Membuka” Baju ?

Gangguan Realita Mungkin Sebab Novi “Membuka” Baju ?
Oleh : dr.Andri,SpKJ
Pengamat Kesehatan Jiwa Masyarakat
Psikiater Klinik Psikosomatik RS OMNI Alam Sutera
Twitter : @mbahndi

Novi kembali membuah heboh. Belum selesai kasus persidangan kasus kecelakaan lalu lintas yang dialami olehnya saat ini dia mengalami kejadian yang hampir serupa. Jika dahulu Novi sang model ini ditemukan dalam keadaan minim busana di mobil yang dikendarainya, kali ini dia juga melakukan hal yang serupa yaitu membuka bajunya sambil berteriak-teriak. Sebenarnya apa yang terjadi pada Novi sehingga bisa melakukan hal seperti itu. Tulisan di bawah ini akan berusaha melihat sisi medis dan psikologis dari apa yang terjadi pada diri Novi.

Gangguan Realita
Semua orang pasti setuju jika apa yang dilakukan oleh Novi adalah hal yang tidak wajar. Tidak wajar dilakukan oleh orang yang mungkin dalam kondisi normal pikiran dan perasaannya. Tidak heran banyak pendapat yang mengatakan mungkin Novi mengalami gangguan kejiwaan sehingga nekat melakukan hal itu. Hanya orang yang pikiran dan perasaanny terganggu yang bisa melakukan hal tidak senonoh seperti itu, mungkin pikiran sebagian masyarakat.
Dalam ilmu kedokteran jiwa atau psikiatri, apa yang terjadi pada Novi bisa disebabkan karena berbagai faktor. Kondisi medis umum, masalah gangguan kejiwaan sampai penggunaan zat-zat yang mempengaruhi otak bisa menjadi penyebab perilaku yang dialami oleh Novi.
a.       Gangguan Medis Umum
Orang yang mengalami guncangan di otaknya akibat trauma kepala atau mengalami ketidakseimbangan otak akibat demam tinggi atau adanya infeksi otak bisa mengalami gejala-gejala gangguan dalam perilaku, perasaan dan pikirannnya. Dalam dunia medis orang ini mengalami delirium. Penyakit tumor otak, pasca kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan gegar otak atau karena demam tinggi akibat infeksi virus atau bakteri bisa menyebabka gejala-gejala gangguan perilaku dan perasaann.

b.      Gangguan Kejiwaan
Pasien yang mengalami gangguan kejiwaan seperti pasien skizofrenia bisa mengalami kondisi seperti yang terjadi pada Novi pada saat akut (atau saat kondisi skizofrenianya sedang kambuh). Tidak adanya penilaian realita sering menjadi penyebab kondisi gangguan perilaku pada pasien skizofrenia. Orang kemudian sering mengidentikan bahwa apa yang terjadi pada orang yang mengalami kekacauan pikiran dan tingkah laku berarti mengalami gangguan jiwa berat. Padahal tidak selalu. Pasien skizofrenia yang melakukan pengobatan dengan teratur biasanya bisa mengontrol pikiran dan perilakunya.

c.       Penggunaan zat narkotika
Penggunaan zat narkotika terutama alkohol, zat stimulan seperti sabu-sabu dan ekstasi bisa menyebabkan masalah dalam aktifitas sistem otak yang bisa mengarah ke suatu gangguan dalam penilaian realita. Aktifitas dopamin dan serotonin yang berlebihan pada orang yang menggunakan sabu-sabu atau ekstasi bisa mengarah kepada suatu kondisi adanya gejala halusinasi dan waham/delusi. Orang bisa mendengar bisikan-bisikan atau mengalami keyakinan paranoid berhubungan dengan orang dan hal-hal sekitar pasien. Kondisi ini yang bisa menjadi berbeda setiap orang, tergantung sistem otak orang tersebut. Alkohol juga bisa membuat adanya masalah perilaku karena sifatnya yang melawan inhibisi atau hambatan otak terhadap perilaku manusia. Sehingga orang yang makan alcohol bisa melakukan hal-hal di luar kewajaran karena tidak merasa malu atau tidak mempunyai pikiran untuk menghambat perilaku yang memalukan misalnya.


Kok Buka Baju?
Pertanyaan lain yang mungkin ada di benak pembaca adalah mengapa Novi ini membuka baju daam setiap kejadian dan mengatakan sambil berteriak-teriak untuk Perkosa dirinya? Untuk lebih jelasnya tentu perlu dilakukan pemeriksaan mendalam terhadap diri dan kejiwaan dari Novi sendiri. Apa yang membuat dirinya mempunyai pikiran seperti itu ketika dalam kondisi “mabuk”.
Penjelasan psikologis terkait dengan perilakunya mungkin bisa dikarenakan peristiwa traumatik di masa lalu yang berhubungan dengan perlakuan seksual. Sudah barang tentu seperti penyebab masalahnya sendiri harus dicari lebih lanjut lagi.

Perlu Diterapi

JIka memang kondisi Novi terkait dengan salah satu kondisi di atas, maka sebenarnya Novi perlu diterapi lebih lanjut. Jika masalah kejiwaan yang dialami Novi, maka ada baiknya pengobatan secara benar baik dari segi obat-obatan dan terapi psikologis perlu dilakukan kepada diri Novi. Apalagi jika masalah gangguan jiwa yang dialami bisa mengakibatkan pemakaian zat-zat narkotika yang malahan semakin memperberat masalah dan menimbulkan ekses yang kurang baik untuk diri dan kejiwaan Novi. Semoga tulisan ini bisa berguna untuk sedikit membuka wawasan kita akan fenomena gejala gangguan kejiwaan. Salam Sehat Jiwa.