Sabtu, 15 November 2014
Gejala Jantung Berdebar itu Selalu Sakit Jantung???
Gejala Jantung Berdebar Itu Selalu Sakit Jantung???
Oleh : dr.Andri,SpKJ,FAPM
Kemarin di hari kedua acara Academy of Psychosomatic
Medicine meeting di Fort Laudardale, Florida ada salah satu pembahasan yang
sangat sering saya temukan dalam praktek sehari-hari. Pembicara yang berasal
dari Belanda ini berbicara tentang keluhan panik pada pasie dengan nyeri dada
yang bukan jantung (non-cardiac chest pain) yang datang ke unit gawat darurat. Kebanyakan
pasien yang datang ke unit gawat darurat dengan keluhan ini sebenarnya tidak
mengalami gangguan jantung yang serius.
Data mengatakan bawah 50-90% pasien yang datang dengan
keluhan nyeri dada didiagnosis dengan nyeri dada yang tidak melibatkan jantung.
Lebih dari setengah pasien ini akan terus mengatakan adanya nyeri setelah
pulang perawatan dan tetap khawatir akan adanya penyakit jantung yang serius.
Kondisi
ini secara langsung meningkatkan angka kebutuhan perawatan, pemeriksaan dan
terapi terutama di unit gawat darurat.
Jika melihat hasil data penelitian yang disampaikan , sejak
tahun 1993, 2003, 2008 sampai dengan 2011 maka terjadi peningkatan kasus
gangguan panik di unit gawat darurat dari hanya sekitar 18% lalu menjadi 22%,
36% dan akhirnya 44%. Ini menandakan semakin tahun kondisi ini semakin banyak
dialami oleh masyarakat di tempat penelitian ini diadakan. Sayangnya di
Indonesia data seperti ini tidak ditemukan.
Peran Dokter
Pasien datang dengan keluhan di daerah dada tentunya
kebanyakan akan berpikir jantungnya bermasalah. Apalagi jika dengan kondisi
nyeri dan berdebar-debar. Walaupun pada banyak pendapat anekdot ahli yang
mengatakan kalau jantungnya berdebar kencang artinya jantungnya sangat sehat,
tetapi hal ini tidak bisa menentramkan pasien. Beberapa kasus serangan panik
dari pengalaman pasien sering kali didiagnosis dengan gangguan lambung saat
keluar dari unit gawat darurat.
Penelitian yang ditampilkan kemarin ini lebih mengedepankan
seberapa banyak gangguan panik didiagnosis oleh dokter di unit gawat darurat
pada pasien-pasien yang datang dengan nyeri dada.
Penelitian dengan design retrospective consecutive cohort
dri Januari 2013 sampai April 2013. Pasien yang diambil adalah pasien yang
mengalami nyeri dada dan jantung berdebar dan datang ke unit gawat darurat di
Rumah Sakit Pendidikan di Amsterdam, Belanda. Hasil akhir penelitian ini
dianalisis oleh peneliti independen.
Hasilnya dari 530 pasien yang datang dengan keluhan nyeri
dada dan berdebar-debar, 367 (69%) di antaranya mengalami keluhan-keluhan nyeri
dada yang tidak berkaitan dengan jantung. Janya 24 pasien (7%) yang mengalami
masalah psikososial yang nyata berkaitan dengan keluhannya tersebut. Dua pasien
di antaranya mengunjungi unit gawat darurat berulang lebih dari 50 kali.
Penelitian ini menemukan bahwa dokter di unit gawat darurat
ketika menemukan adanya keluhan jantung berdebar dan nyeri dada yang tidak berkaitan
dengan masalah jantung tidak langsung terpikir adanya masalah dengan gangguan
panik. Hal ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menggunakan metode
yang sama. Penelitian ini juga mengisyaratkan bahwa pelatihan para dokter unit
gawat darurat tentang deteksi gangguan panik dan gejalanya di unit gawat
darurat harus diadakan dan kemampuannya ditingkatkan. Hal ini karena
ketidakmampuan mendiagnosis masalah gangguan panik ini bisa mengarah ke
penggunaan pelayanan kesehatan yang tinggi.
Jika melihat hasil tersebut, saya mengatakan bahwa apa yang
terjadi di Indonesia juga tidak jauh berbeda. Gangguan panik sering tidak
menjadi diagnosis ketika pasien datang dengan keluhan debar-debar dan nyeri
dada. Kebanyakan kasus seperti ini akan keluar dengan diagnosis gangguan
lambung termasuk yang sekarang sedang banyak adalah GERD atau Gastro intestinal
reflux disorder.
Semoga laporan ini bermanfaat. Salam Sehat Jiwa.
Kamis, 13 November 2014
Memenuhi Harapan Pasien Gangguan Jiwa Untuk Pengobatan Lebih Baik
Memenuhi Harapan Pasien Gangguan Jiwa Untuk Pengobatan Lebih Baik
oleh : dr.Andri,SpKJ,FAPM (Psikiater Klinik Psikosomatik RS OMNI Alam Sutera)
Saat saya menuliskan artikel ini, saya sedang berada di ketinggian 39 ribu kaki dalam perjalanan menuju Dallas dari Jepang. Perjalanan panjang ini saya tempuh untuk menghadiri annual meeting Academy of Psychosomatic Medicine di Fort Laudardale, Florida. Penerbangan ke Dallas adalah penerbangan transit sebelum melanjutkan terbang ke Fort Laudardale. Ini kali ke empat saya ke Amerika Serikat dan masih sendirian sampai saat ini ke acara annual meeting ini.
Tema pertemuan kali ini memang lebih memfokuskan pada pengalaman klinis di praktek sehari-hari ketika berhubungan dengan pasien yang mengalami gangguan kejiwaan khususnya yang melibatkan faktor psikis dan fisik. Empat hari ke depan pertemuan ini akan diisi oleh pelatihan, simposium, oral paper dan poster dari beberapa kolega dari seluruh Amerika Serikat dan internasional. Tema yang diusung kali ini “Lessons from our best teachers : patients informed advances in clinical practice, research and leadership”
Harapan Lebih Baik
Dalam berbagai pertemuan dokter di seminar-seminar kebanyakan para dokter akan membicarakan tentang bagaimana perkembangan dalam mendiagnosis pasein lebih tepat, memberikan pengobatan dan rehabilitasi lebih baik serta harapan perkembangan pengobatan yang belum bisa menjawab masalah-masalah medis yang dialami saat ini. Tujuannya adalah agar memberikan harapan kualitas hidup lebih baik kepada pasien. Walaupun sering kali kondisi ini tidak mudah dicapai karena sering kali perkembangan penelitian tidak atau belum bisa menjawab hal-hal yang terjadi di klinis sehari-hari.
Belakangan para dokter sering membicarakan bagaimana mengaplikasikan apa yang didapat dalam penelitian ke dalam praktek klinis. Sering kali ditemukan apa yang dianggap menjadi rekomendasi dalam suatu penelitian ternyata tidak dapat diaplikasikan dalam klinis. Pengobatan di dalam klinis yang bersifat individual terkadang tidak bisa dijawab dari hasil penelitian yang melibatkan subjek penelitian yang besar dan beragam. Hal ini yang sering menjadi kendala yang terus diperhatikan dalam perkembangan kedokteran.
Kendala di Pengobatan Depresi
Demikian juga dengan apa yang terjadi di kalangan medis kesehatan jiwa. Masalah gangguan kejiwaan dan terapinya bukan hanya masalah yang terjadi di sebagian negara berkembang yang masih banyak dipenuhi stigma, tetapi juga di negara maju seperti Amerika Serikat. Sejak 2010 saya melihat secara langsung presentasi dari para ahli psikiatri khususnya yang bergerak di bidang psikosomatik medis dan masalah-masalah terkait diagnosis, terapi dan rehabilitasi serta pencegahan masalah gangguan jiwa masih terus berkembang. Manual kriteria diagnosis di Amerika Serikat mengalami perubahan sejak dikeluarkannya DSM-5 sejak tahun lalu, namun demikian perkembangan untuk memberikan manfaat kepada pasien tidak berhenti dengan perubahan manual kriteria diagnosis saja tetapi juga terkait dengan perkembangan terapi. Lain dari pada itu karena masalah gejala dan tanda gangguan jiwa subyektifnya cukup tinggi, beberapa kasus gangguan jiwa seperti bipolar depresi bahkan sering tidak terkenali sejak awal. Tentunya ini akan menghambat pengobatan yang tepat.
Rekomendasi di dalam pengobatan sendiri yang berkaitan dengan penelitian-penelitian dengan subjek penelitian yang besar sering kali tidak menjawab masalah klinis yang pasiennya individual. Beberapa masalah terkait pengobatan mulai dari lamanya respon terapi sampai lamanya pasien mengalami perbaikan adalah hal-hal terkait masalah gangguan depresi yang sampai saat ini masih tetap dicari tahu penyebabnya. Kebanyakan buku saat ini mengatakan bahwa respon terapi depresi biasanya baru dicapai setelah 2 minggu, bahkan beberapa sumber lain mengatakan obat antidepresan tidak akan berefek sebelum lebih dari 4 minggu digunakan.
Masalah lamanya respon akan sangat berhubungan dengan masalah kepatuhan berobat pasien depresi. Anda bisa bayangkan sendiri ketika anda berobat untuk sakit yang anda alami saat ini namun respon obatnya baru terjadi setelah dua minggu atau lebih. Apakah anda bisa menjadi yakin dengan pengobatan yang anda jalani dan akan meneruskan pengobatan? Ternyata banyak di dalam praktek sehari-hari hal ini menjadi hambatan dalam pengobatan depresi. Edukasi yang baik kepada pasien adalah satu-satunya jalan selain tentunya terus mencari pengobatan yang lebih tepat dan cepat. Topik-topik seperti inilah salah satu yang akan dibahas dalam pertemuan ini. Bagaimana mencoba memberikan solusi terbaik untuk dokter dan pasien dalam pengobatan gangguan jiwa khususnya gangguan depresi. Nantikan laporan saya selanjutnya dari pertemuan ini. Salam Sehat Jiwa.
oleh : dr.Andri,SpKJ,FAPM (Psikiater Klinik Psikosomatik RS OMNI Alam Sutera)
Saat saya menuliskan artikel ini, saya sedang berada di ketinggian 39 ribu kaki dalam perjalanan menuju Dallas dari Jepang. Perjalanan panjang ini saya tempuh untuk menghadiri annual meeting Academy of Psychosomatic Medicine di Fort Laudardale, Florida. Penerbangan ke Dallas adalah penerbangan transit sebelum melanjutkan terbang ke Fort Laudardale. Ini kali ke empat saya ke Amerika Serikat dan masih sendirian sampai saat ini ke acara annual meeting ini.
Tema pertemuan kali ini memang lebih memfokuskan pada pengalaman klinis di praktek sehari-hari ketika berhubungan dengan pasien yang mengalami gangguan kejiwaan khususnya yang melibatkan faktor psikis dan fisik. Empat hari ke depan pertemuan ini akan diisi oleh pelatihan, simposium, oral paper dan poster dari beberapa kolega dari seluruh Amerika Serikat dan internasional. Tema yang diusung kali ini “Lessons from our best teachers : patients informed advances in clinical practice, research and leadership”
Harapan Lebih Baik
Dalam berbagai pertemuan dokter di seminar-seminar kebanyakan para dokter akan membicarakan tentang bagaimana perkembangan dalam mendiagnosis pasein lebih tepat, memberikan pengobatan dan rehabilitasi lebih baik serta harapan perkembangan pengobatan yang belum bisa menjawab masalah-masalah medis yang dialami saat ini. Tujuannya adalah agar memberikan harapan kualitas hidup lebih baik kepada pasien. Walaupun sering kali kondisi ini tidak mudah dicapai karena sering kali perkembangan penelitian tidak atau belum bisa menjawab hal-hal yang terjadi di klinis sehari-hari.
Belakangan para dokter sering membicarakan bagaimana mengaplikasikan apa yang didapat dalam penelitian ke dalam praktek klinis. Sering kali ditemukan apa yang dianggap menjadi rekomendasi dalam suatu penelitian ternyata tidak dapat diaplikasikan dalam klinis. Pengobatan di dalam klinis yang bersifat individual terkadang tidak bisa dijawab dari hasil penelitian yang melibatkan subjek penelitian yang besar dan beragam. Hal ini yang sering menjadi kendala yang terus diperhatikan dalam perkembangan kedokteran.
Kendala di Pengobatan Depresi
Demikian juga dengan apa yang terjadi di kalangan medis kesehatan jiwa. Masalah gangguan kejiwaan dan terapinya bukan hanya masalah yang terjadi di sebagian negara berkembang yang masih banyak dipenuhi stigma, tetapi juga di negara maju seperti Amerika Serikat. Sejak 2010 saya melihat secara langsung presentasi dari para ahli psikiatri khususnya yang bergerak di bidang psikosomatik medis dan masalah-masalah terkait diagnosis, terapi dan rehabilitasi serta pencegahan masalah gangguan jiwa masih terus berkembang. Manual kriteria diagnosis di Amerika Serikat mengalami perubahan sejak dikeluarkannya DSM-5 sejak tahun lalu, namun demikian perkembangan untuk memberikan manfaat kepada pasien tidak berhenti dengan perubahan manual kriteria diagnosis saja tetapi juga terkait dengan perkembangan terapi. Lain dari pada itu karena masalah gejala dan tanda gangguan jiwa subyektifnya cukup tinggi, beberapa kasus gangguan jiwa seperti bipolar depresi bahkan sering tidak terkenali sejak awal. Tentunya ini akan menghambat pengobatan yang tepat.
Rekomendasi di dalam pengobatan sendiri yang berkaitan dengan penelitian-penelitian dengan subjek penelitian yang besar sering kali tidak menjawab masalah klinis yang pasiennya individual. Beberapa masalah terkait pengobatan mulai dari lamanya respon terapi sampai lamanya pasien mengalami perbaikan adalah hal-hal terkait masalah gangguan depresi yang sampai saat ini masih tetap dicari tahu penyebabnya. Kebanyakan buku saat ini mengatakan bahwa respon terapi depresi biasanya baru dicapai setelah 2 minggu, bahkan beberapa sumber lain mengatakan obat antidepresan tidak akan berefek sebelum lebih dari 4 minggu digunakan.
Masalah lamanya respon akan sangat berhubungan dengan masalah kepatuhan berobat pasien depresi. Anda bisa bayangkan sendiri ketika anda berobat untuk sakit yang anda alami saat ini namun respon obatnya baru terjadi setelah dua minggu atau lebih. Apakah anda bisa menjadi yakin dengan pengobatan yang anda jalani dan akan meneruskan pengobatan? Ternyata banyak di dalam praktek sehari-hari hal ini menjadi hambatan dalam pengobatan depresi. Edukasi yang baik kepada pasien adalah satu-satunya jalan selain tentunya terus mencari pengobatan yang lebih tepat dan cepat. Topik-topik seperti inilah salah satu yang akan dibahas dalam pertemuan ini. Bagaimana mencoba memberikan solusi terbaik untuk dokter dan pasien dalam pengobatan gangguan jiwa khususnya gangguan depresi. Nantikan laporan saya selanjutnya dari pertemuan ini. Salam Sehat Jiwa.
Senin, 03 November 2014
Laporan Perjalanan ke Amerika Serikat
Tahun ini kembali saya akan mengadakan perjalanan ke Amerika Serikat untuk menghadiri Academy of Psychosomatic Medicine annual meeting. Acara penuh kursus dan seminar ini akan berlangsung 12-15 November di Fort Lauderdale, Florida. Catatan akan apa yang saya dapatkan di acara ini akan dilaporkan setiap hari selama acara di www.health.kompas.com dan live twitter di @mbahndi dengan hashtag #APM2014. Semoga bermanfaat.
Langganan:
Postingan (Atom)