Sabtu, 18 April 2020

Hal-Hal Yang Bisa Kita Lakukan Untuk Menjaga Kesehatan Jiwa di Masa Pandemi COVID-19



Oleh : dr.Andri,SpKJ,FACLP* (Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa/Psikiater)

Kita sudah hampir sebulan lebih bergulat dengan pandemi COVID-19. Sejak diumumkan kasus pertama di awal Maret 2020, sampai saat ini pembicaraan terkait COVID-19 mewarnai kehidupan sehari-hari kita. Sepertinya tidak akan dalam satu hari pun kita tidak mendengar tentang COVID-19. Semua orang membicarakannya. Semua aspek kehidupan pun terpengaruh akibat pandemic ini. Anak-anak sekolah di rumah, banyak karyawan bekerja di rumah, mal tutup, peribadatan di rumah, bahkan rumah sakit pun lebih lengang daripada biasanya. Orang menjadi sangat khawatir bahkan beberapa cenderung mengalami kecemasan yang luar biasa karena pandemi ini sampai harus berobat ke dokter spesialis kedokteran jiwa.

Kita sebagai manusia harus menyadari bahwa perubahan ini juga akan mempengaruhi kesehatan jiwa kita. Perubahan hidup yang tiba-tiba ini dapat membuat orang yang mengalaminya kesulitan beradaptasi dan terganggu kesehatan jiwanya. Sebagian orang mungkin bisa melewatinya dengan baik setelah beberapa saat, namun tentunya kita semua perlu untuk melakukan hal-hal yang bisa membuat kita lebih baik lagi kesehatan jiwanya.

Apa Yang Bisa Kita Lakukan?

1.     Pertimbangkan cara terhubung dengan orang lain: Panggilan video call dengan teman dan keluarga dapat membantu mengalahkan perasaan terisolasi.

2.     Bantu dan dukung orang lain: Pikirkan bagaimana kita bisa membantu orang-orang di sekitar kita. Hal ini bisa membuat perbedaan besar bagi mereka yang kita bantu dan dapat membuat kita merasa lebih baik juga. Pemberian Alat Perlindungan Diri (APD) ke tenaga kesehatan salah satunya.

3.     Bicarakan tentang kekhawatiran kita : Ingatlah bahwa ini adalah waktu yang sulit bagi semua orang dan berbagi perasaan kita dan hal-hal yang kita lakukan untuk mengatasinya dapat membantu banyak orang juga.

4.     Jaga kesejahteraan fisik kita : tetap makan makanan yang sehat, seimbang, minum air yang cukup, berolahraga di dalam jika memungkinkan dan di luar sekali sehari (tetap jaga jarak setidaknya 2 meter dari orang lain sebagaimana diuraikan dalam pedoman jarak social)

5.     Jaga pola tidur kita: cobalah untuk mempertahankan pola tidur yang teratur dan menjaga kesehatan tidur/“sleep hygiene” yang baik ; seperti menghindari layar smartphone sebelum tidur, mengurangi kafein dan menciptakan lingkungan yang tenang.

6.     Cobalah untuk mengelola perasaan yang sulit: cobalah untuk fokus pada hal-hal yang dapat kita kendalikan, termasuk dari mana kita mendapatkan informasi dan tindakan untuk membuat diri kita merasa lebih siap.

7.     Kelola asupan media dan informasi kita: Berita 24 jam dan pembaruan di media sosial yang konstan dapat membuat kita lebih khawatir. Mungkin akan sangat membantu untuk hanya memeriksa berita pada waktu yang ditentukan dalam waktu yang singkat (tidak lebih dari sejam) atau membatasi diri kita untuk tidak memeriksa berita tersebut secara online.

8.     Dapatkan fakta dari sumber terpercaya : kumpulkan informasi terpercaya yang akan membantu kita menentukan secara akurat risiko kita sendiri atau orang lain tertular virus corona (COVID-19) sehingga kita dapat mengambil tindakan pencegahan yang wajar.

9.     Pikirkan tentang rutinitas harian baru kita : Pikirkan tentang bagaimana kita dapat beradaptasi dan menciptakan rutinitas baru yang positif. Kita bisa mencoba untuk terlibat dalam kegiatan yang bermanfaat (seperti membersihkan, memasak atau berolahraga) atau kegiatan yang bermakna (seperti membaca atau menelepon teman). Kita mungkin merasa terbantu juga untuk menulis rencana untuk hari atau akhir minggu kita.

10.  Lakukan hal-hal yang kita sukai: Jika kita tidak dapat melakukan hal-hal yang biasanya kita nikmati karena kita tinggal di rumah, cobalah untuk memikirkan bagaimana kita dapat menyesuaikannya, atau mencoba sesuatu yang baru. Ada banyak tutorial dan kursus online gratis.

11.  Tetapkan tujuan: Menetapkan tujuan dan mencapainya memberikan rasa kontrol dan tujuan. Pikirkan hal-hal yang Anda inginkan atau perlu lakukan yang masih bisa kita lakukan di rumah.

12.  Tetap aktifkan pikiran kita : Baca, tulis, mainkan game, lakukan teka-teki silang, sudoku, membuat puzzle atau menggambar dan melukis. Temukan sesuatu yang sesuai untuk dengan minat kita.

13.  Luangkan waktu untuk rileks dan fokus pada masa kini: Teknik relaksasi dapat membantu beberapa orang menghadapi perasaan cemas. Kita juga bisa melakukan meditasi atau latihan pernapasan. Video-video mengenai hal ini bisa didapatkan di berbagai media. Terapkan yang paling cocok untuk kita

14.  Jika memungkinkan sekali sehari keluar rumah melihat lingkungan bisa dilakukan : Menghabiskan waktu di ruang hijau dapat memberi manfaat bagi kesejahteraan mental dan fisik kita. Jika kita tidak bisa keluar, kita  dapat mencoba untuk mendapatkan efek positif ini dengan menghabiskan waktu dengan jendela terbuka, atau mengatur ruang untuk duduk dan melihat pemandangan (jika mungkin) dan mendapatkan sinar matahari alami.


Kita menyadari bahwa hal ini mungkin akan masih lama kita harus lalui. Jaga kesehatan jiwa dan raga kita dengan baik di masa pandemi ini akan membuat kita lebih baik lagi ke depannya. Salam Sehat Jiwa

*Dokter Jiwa di Omni Hospital Alam Sutera
Twitter : @mbahndi 
YouTube Channel : Andri Psikosomatik

Jumat, 10 April 2020

Beban Berat Pasien Gangguan Jiwa di Masa Pandemi COVID-19


Beban Berat Pasien Gangguan Jiwa di Masa Pandemi COVID-19
Oleh : dr.Andri,SpKJ (Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa, Praktek di OMNI Hospital Alam Sutera)

Sampai saat tulisan ini dibuat saya masih berpraktek seperti biasa di rumah sakit. Jam praktek sore memang saya tiadakan dan jumlah pasien pun dibatasi sesuai himbauan dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) agar psikiater juga berperan aktif dalam memutuskan rantai penularan COVID-19 dan mengurangi orang datang ke rumah sakit jika tidak terlalu penting atau masih bisa ditunda.
Beberapa pasien yang saya temui satu bulan belakangan ini adalah pasien yang kambuh sakitnya setelah bertahun-tahun sembuh. Saya memang sudah sejak 10 tahun yang lalu fokus pada penanganan kasus gangguan cemas dan masalah psikosomatik, kedua kasus ini mengalami peningkatan beberapa tahun terakhir dan di masa pandemi ini keberulangan gangguan ini pada pasien yang sudah sembuh meningkat.  Pandemi COVID-19 ini telah menimbulkan ketakutan dan kecemasan yang akhirnya membuat kondisi pasien kembali seperti dulu terutama sekali adalah pasien gangguan cemas. Mereka mengatakan bahwa gejala-gejala cemas mulai muncul seiring pemberitaan yang masif terkait COVID-19 ini.

Bagaimana Dengan Pasien Gangguan Jiwa Berat?

Pandemi COVID-19 merupakan krisis yang berat bagi pasien dengan penyakit mental berat seperti skizofrenia dan sistem perawatan kesehatan yang melayani mereka seperti dikatakan Dr Benjamin Druss dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Rollins Universitas Emory di Atlanta, Georgia.
Dalam pendapat yang dipublikasikan secara online pada 3 April 2020 di JAMA Psychiatry, Dr Druss mengatakan bahwa "bencana pandemi global ini secara tidak proporsional mempengaruhi populasi masyarakat miskin dan rentan serta pasien dengan penyakit mental berat. Mereka mungkin termasuk yang paling terpukul. Lebih jauh Dr. Druss mengatakan pasien dengan gangguan jiwa berat memiliki "berbagai kerentanan" yang menempatkan mereka pada risiko yang lebih tinggi untuk terinfeksi COVID-19.
Beberapa hal Ini termasuk tingginya angka merokok, menderita penyakit kardiovaskular dan paru-paru, kemiskinan, dan tunawisma. Bahkan merujuk pada apa yang terjadi di Amerika Serikat, perkiraan menunjukkan 25% dari populasi tunawisma di Amerika Serikat memiliki penyakit mental yang berat. "Anda harus mengawasi populasi rentan ini ; mereka yang cacat dan mengalami disabilitas fisik, orang-orang dengan penyakit mental yang serius, orang yang miskin, dan orang yang memiliki jaringan sosial terbatas," lanjut Dr Druss. Indonesia sendiri dari data terakhir di Riskesdas 2018 ada sekitar 450 ribu orang mengalami gangguan jiwa berat.

Saatnya Mendayagunakan Telepsikiatri

Penting bagi pasien dengan gangguan jiwa berat untuk mendapatkan informasi terkini dan akurat tentang mengurangi risiko dan mengetahui kapan harus mencari perawatan medis untuk COVID-19. Bahan edukasi komunikasi yang dikembangkan untuk populasi umum perlu dirancang untuk mengatasi “melek” kesehatan terbatas dan tantangan dalam menerapkan rekomendasi jarak fisik.
Pasien dengan gangguan jiwa berat juga membutuhkan dukungan dalam mempertahankan kebiasaan sehat, termasuk diet dan aktifitas fisik, serta manajemen diri kondisi mental dan kesehatan fisik kronis seperti masalah kardiovaskuler. Dr Druss menekankan bahkan dalam menghadapi kendala saat ini pada pemberian perawatan kesehatan mental, memastikan akses ke layanan sangat penting. Jangan sampai konsultasi rutin menjadi terhambat karena adanya pandemi ini. Telepsikiatri adalah salah satu cara efektif untuk mengatasi masalah ini kata Dr Druss lebih lanjut.
Dokter jiwa tentunya sering menjadi dokter pertama yang dikunjungi untuk orang dengan gangguan jiwa berat, sehingga para dokter ini perlu pelatihan untuk mengenali tanda dan gejala COVID-19 dan mempelajari strategi dasar untuk mengurangi penyebaran penyakit, tidak hanya untuk pasien mereka tetapi juga untuk diri mereka sendiri. Memastikan keselamatan dan kesejahteraan penyedia perawatan kesehatan mental adalah "prioritas yang jelas" Dr Druss mengatakan "Setiap penyedia layanan kesehatan diberikan tanggung jawab memeriksa banyak pasien, jadi menjaga kesehatan fisik dan mental mereka akan sangat penting." Lebih lanjut Dr Druss mengatakan.

Untuk meringankan ketegangan COVID-19 pada pusat kesehatan mental masyarakat seperti panti-panti jiwa dan rumah sakit jiwa yang berisiko tinggi untuk wabah dan memiliki kapasitas terbatas untuk mengobati penyakit medis, tempat seperti ini memerlukan rencana darurat untuk mendeteksi dan mengatasi wabah jika terjadi.
"Perencanaan dan pelaksanaan yang hati-hati pada berbagai tingkat akan sangat penting untuk meminimalkan hasil yang merugikan dari pandemi ini untuk populasi yang rentan ini," kata Dr Druss.

Kita Harus Bergerak Cepat

Pengalaman praktek belakangan ini di masa wabah COVID-19 ditambah dengan kutipan pemberitaan di atas mengatakan bahwa masa pandemi ini membuat masalah yang besar bagi banyak pasien gangguan jiwa. Keberulangan gejala dan kesulitan adaptasi karena latar belakang masalah kejiwaan yang dimiliki membuat pasien gangguan jiwa lebih rentan mendapatkan efek dari pandemic ini baik secara mental maupun secara fisik.
Penyedia layanana kesehatan jiwa juga diminta untuk bisa tanggap terhadap kondisi ini. Beruntungnya di Indonesia, Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) cepat tanggap dalam menjamin penyediaan layanan kedokteran jiwa dengan tetap menjalankan pembatasan fisik dan mengurangi pasien datang ke rumah sakit dengan layanan telepsikiatri semasa tanggap darurat ini kecuali pada kondisi gawat darurat psikiatri seperti percobaan bunuh diri, melukai orang lain dan gejala psikotik (halusinasi dan delusi) yang berat. Sesuai dengan Surat Keputusan nomor : 034/Sek/PDSKJI/III/2020 Jakarta tertanggal 22 Maret 2020 yang salah satunya menghimbau penggunaan layanan telepsikiatri/telemedisin jika memungkinkan di instansi tempat dokter jiwa bekerja.
Semoga wabah COVID-19 ini segera berlalu. Tetap Jaga Jarak Aman, Cuci Tangan Dengan Sabun dan Air Mengalir, Pakai Masker Jika Berada di Luar Rumah dan Jangan Lupa Jaga Kesehatan Jiwa dengan berpikir rasional dan tidak terlalu khawatir berlebihan dalam menanggapi pandemi ini. Salam Sehat Jiwa.

Sumber artikel :

COVID-19: Psychiatric Patients May Be Among the Hardest Hit ditulis oleh Pauline Anderson dan diterbitkan secara online pada April 09, 2020 di https://www.medscape.com/viewarticle/928416#vp_1


(LIVE) BINCANG SUAMI ISTRI "TIPS AGAR TIDAK BOSAN #DIRUMAHAJA"