Senin, 05 Oktober 2009

Stres dan Depresi Bukan Untuk Ditakuti

Beberapa hari yang lalu dunia infotaiment dikagetkan dengan video artis Marshanda yang dapat disaksikan via website YouTube di dunia maya. Kaget bukan karena Marshanda melakukan perbuatan tidak senonoh atau berfoto tidak sopan di dunia maya, tetapi karena sikap dan tingkah lakunya di video yang dianggap “aneh” oleh para rekan wartawan infotaiment. Jauh dari image Marshanda selama ini.
Padahal yang diangggap “aneh” itu oleh para wartawan infotaiment sebenarnya hanyalah tingkah laku Marshanda menari dan menyanyi dengan suara keras dan afeksi emosi yang kentara. Walau dikenal sebagai artis sinetron sejak dulu, kali ini gayanya di video tersebut seolah-olah menggambarkan dirinya apa adanya. Ada makian, tangisan dan tertawa yang semuanya terkesan sangat lepas.
Hal itu kemudian dihubungkan apakah Marshanda mengalami stres atau lebih parah lagi mengalami depresi dalam kehidupannya saat ini?
Manajemen dan keluarga Marshanda buru-buru memberikan keterangan pers sehubungan dengan keadaan ini. Bahkan dokter pribadinya turut bicara tentang kondisi kesehatan Marshanda. Sehubungan dengan kondisi kesehatan jiwanya, dokter pribadi Marshanda mengatakan belum perlunya Marshanda berkonsultasi ke psikiater.
Cerita lain dari dunia selebriti adalah mengenai sakit dan dirawatnya Cici Paramida di RS Gandaria. Berdasarkan berita di Warta Kota 23/08/2009, pengacara Cici Paramida meluruskan berita tentang sakit yang diderita Cici. Dia mengatakan “Tidak benar Cici Paramida sakit karena depresi akibat persoalan rumah tangganya. Tapi sakit karena kelelahan”

Depresi Penyakit Yang Memalukan
Kedua cerita selebriti di atas terus terang membuat saya tersenyum-senyum sekaligus prihatin. Betapa takutnya seseorang “dicap” menderita gangguan kesehatan jiwa. Kata-kata stres dan depresi seolah-olah adalah kata-kata yang tidak boleh dilekatkan pada diri seseorang. Dalam konteks yang lebih sempit kata stres dan depresi seringkali salah dihubungkan dengan gangguan jiwa berat alias “gila” yang dianggap memalukan.
Stres adalah sesuatu yang wajar dalam kehidupan manusia. Siapapun pernah mengalami stres dalam hidupnya. Saya pun ketika menjalani masa pendidikan spesialis kedokteran jiwa di FKUI pernah mengalami stres apalagi di saat-saat pembuatan tesis. Jadi rasanya stres bukanlah sesuatu yang memalukan untuk diakui. Selagi masih bisa diatasi dengan baik hal itu tidak akan terlalu mengganggu kehidupan.
Lain lagi dengan depresi. Depresi menurut kedokteran adalah suatu kondisi gangguan kesehatan jiwa yang ditandai oleh beberapa tanda dan dibatasi waktu. Tanda yang paling sering dikeluhkan berhubungan dengan afeksi emosi yaitu murung atau sedih, merasa tidak ada harapan atau sulit berpikir tentang masa depan dan perilaku psikomotor yang menurun sehingga orang tersebut terlihat malas dan enggan melakukan kegiatan. Hal itu pun harus terjadi minimal 2 minggu sebelum diagnosis depresi ditegakan.
Selain gejala yang tersebut di atas, seringkali terdapat kesulitan tidur, tidak ada nafsu makan, sulit konsentrasi dan tidak lagi menikmati hobi. Beberapa orang juga sering menjadi mudah tersinggung, mudah marah dan bahkan ada yang bertindak agresif.
Sebagian pasien depresi ada pula yang mengalami masa mania dalam kondisi sakitnya. Mania ditandai dengan gejala senang berlebihan, kurang kebutuhan tidur, pikiran-pikiran terlalu tinggi namun tidak sesuai kenyataan dan bisa melakukan perbuatan yang nekat dan membahayakan. Kondisi ini bergantian dengan kondisi depresi yang lebih dikenal dengan sebutan gangguan bipolar.

Depresi Ada Obatnya
Depresi adalah suatu gangguan kesehatan jiwa yang oleh badan dunia kesehatan WHO pada tahun 2020 diprediksikan akan menjadi beban utama nomor dua di bidang kesehatan. Data di banyak penelitian mengatakan kekerapan gangguan depresi di masyarakat sekitar 20-30%. Jauh lebih besar daripada kekerapan gangguan skizofrenia yang dikenal “gila” yang hanya 1% saja. Akibat depresi juga akan membuat produktifitas manusia menurun. Hal ini terutama terjadi lebih rentan pada wanita dibandingkan pada laki-laki.
Pengetahuan kedokteran sudah berkembang sangat pesat begitupun kedokteran jiwa. Hal-hal yang selalu dihubungkan dengan kondisi psikologis seseorang saat ini sudah dapat juga dibuktikan dengan pemeriksaan medis terutama pemeriksaan otak. Penelitian tentang depresi di luar negeri sangat jauh berkembang begitupun juga tentang pengobatannya.
Pengobatan pasien depresi tentunya memerlukan seorang dokter yang khusus menangani hal tersebut. Hal ini karena seringkali depresi bermanifestasi dalam bentuk keluhan-keluhan fisik seperti sulit tidur, keluhan psikosomatik dan rasa lelah berlebihan. Psikiater dengan latar belakang pendidikan dokter dan kemampuan psikoterapinya merupakan profesi yang paling cocok untuk menangani pasien depresi.
Orang seringkali takut ke psikiater karena perasaan malu dicap “gila”, ketakutan akan ketergantungan obat dan simpang siur tentang informasi mengenai penyakitnya. Kesulitan ini sebenarnya dapat ditanggulangi dengan berbagai macam cara. Calon pasien dan keluarga dapat mencari informasi tentang kondisi kesehatan jiwa pasien di internet. Banyak sekali pedoman untuk awam mengenai kesehatan jiwa terutama depresi yang dapat ditemukan di internet. Beberapa bahkan menyediakan ruang tanya jawab.
Informasi mengenai gangguan kesehatan jiwa juga harus kerap disebarluaskan. Media sangat berperan penting dalam hal ini. Wartawan infotaiment pun punya peran yang sangat besar jika mereka mau untuk ikut memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang seluk beluk gangguan depresi. Kalau terdapat kasus selebriti yang dianggap stres atau depresi, teman-teman wartawan dapat menghubungi narasumber yang kompeten seperti psikiater untuk bisa berkomentar tentang kondisi tersebut.
Terakhir tentunya peran dari profesi psikiater sendiri untuk melihat kondisi stigma gangguan jiwa di masyarakat sebagai suatu tantangan untuk terus menerus menyebarkan informasi yang benar dan tepat untuk masyarakat. Masyarakat harus terus diberikan informasi pengetahuan tentang kesehatan jiwa.
Kesehatan jiwa adalah sesuatu yang sangat berhubungan dengan kualitas kehidupan seseorang. Stres dan depresi yang mengganggu kesehatan jiwa juga merupakan ancaman terhadap kualitas hidup seseorang. Namun jika ditangani dengan baik hal itu tentunya tidak akan berlanjut. Satu hal yang pasti adalah jangan pernah malu dan takut mengakui bila memang kita mengalami stres atau depresi. Segera cari pertolongan yang tepat karena ini berhubungan dengan kehidupan kita sendiri.

Tulisan ini pernah dimuat di Suara Pembaruan Minggu

Tidak ada komentar: