Kamis, 31 Mei 2012

CUTI PRAKTEK

Untuk info lebih lanjut hubungi : 
(021) 53128555 atau (021) 53128222

Terima kasih,
dr.Andri,SpKJ
Kepala Klinik Psikosomatik RS OMNI Alam Sutera

Minggu, 06 Mei 2012

Psikoterapi Untuk Pasien Medis Umum (Laporan Konas Psikoterapi 2012)


oleh : dr.Andri,SpKJ (Psikiater)

Hari ini baru saja saya memaparkan makalah saya berjudul “Brief Psychotherapy in Medically Ill Patient” atau Psikoterapi Singkat pada Pasien Kondisi Medis di penyelenggaraan Konas Psikoterapi di Hotel Novotel Mangga Dua, Jakarta. Sebagai psikiater yang mendalami bidang Consultation-Liaison Psychiatry dan Psikosomatik Medis, topik psikoterapi pun saya pilih yang berhubungan dengan kondisi medis umum.
Psikoterapi adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kemampuan psikiater dalam merawat pasien-pasiennya. Beberapa kasus psikiatri yang ditemukan di klinik malahan lebih mengedepankan psikoterapi daripada psikofarmaka. Psikiater yang bekerja di rumah sakit umum sebagai bagian dari tenaga konsultan ataupun sebagai anggota tim dari suatu tim medis khusus juga akan sering melakukan psikoterapi pada pasiennya. Hanya saja biasanya psikoterapi yang dilakukan oleh psikiater pada pasien dengan kondisi medis umum agak berbeda dengan apa yang dilakukan pada pasien psikiatri yang tanpa mengalami kondisi medis umum. (Wise and Rundell,2005)

Pasien dengan kondisi medis umum sering kali mengalami gangguan mental emosional karena menderita sakitnya. Mereka juga sering kali menggunakan mekanisme adaptasi yang kurang dewasa walaupun pada banyak kondisi keadaan sakit berat pun dapat diterima dengan baik oleh pasien. Laporan dari Academy of Psychosomatic Medicine yang dipaparkan pada presentasi berjudul Value Added by CL/PM Services to Prevention & Treatment of Mental Disorders in the General Hospital mengatakan bahwa faktor psikososial bertanggung jawab terhadap 18-20% hari perawatan pasien di rawat inap (Saravay et al, 2010). Walaupun demikian pasien biasanya tidak menyadari adanya kondisi mental emosional yang dialaminya. Hal ini yang membuat proses konsultasi dan psikoterapi oleh psikiater biasanya terjadi karena permintaan dokter yang merawat pasien dan bukan dari pasiennya sendiri.

PSIKOTERAPI MEDIS
Psikoterapi yang dilakukan oleh pasien dengan kondisi medis umum di rumah sakit umum pada banyak kepustakaan dikenal dengan istilah psikoterapi medis atau medical psychoterapy (Wise and Rundell, 2005). Dr Lipsitt tahun 2002 mengatakan bahwa Psikoterapi Medis ditujukan untuk pasien medis umum dan dilakukan oleh dokter yang terlatih di bidang psikiatri. Psikoterapi medis harus dilakukan oleh psikiater karena selain perlu melakukan psikoterapi, psikiater juga perlu memahami kondisi medis umum yang dialami pasien. Latar belakang dokter membuat psikiater lebih mampu memahami kondisi medis umum daripada praktisi psikoterapi lainnya (Lipsitt, 2002).

Hal yang mendorong dokter untuk mengkonsultasikan kepada psikiater untuk dilakukan psikoterapi biasanya berhubungan dengan kondisi mental emosional pasien yang mempersulit penyembuhan dan perawatan pasien. Kondisi mental emosional yang dimaksud biasanya berhubungan dengan ciri kepribadian tertentu yang dimiliki pasien. Selain itu pasien dikonsulkan kepada psikiater untuk dilakukan psikoterapi jika terdapat masalah hubungan komunikasi antara pasien dan staf rumah sakit yang sekiranya dianggap dapat menghambat terapi pasien.
Beberapa pasien tidak menyadari adanya masalah emosional yang dialaminya dan bagaimana kondisi itu berpengaruh terhadap proses pengobatan pasien. Inilah yang membuat pasien kurang termotivasi untuk menjalani psikoterapi yang diberikan atas saran dokter yang merawat karena bukan atas keinginan pasien sendiri. Namun demikian banyak pasien yang menyenangi proses psikoterapi ini. Pasien sering menganggap bahwa konsultasi dengan psikiater dalam cakupan psikoterapi adalah suatu bonus dalam perawatan medisnya.
Banyaknya hal yang mempengaruhi proses psikoterapi pada pasien dengan kondisi umum di perawatan inap membuat psikiater biasanya melakukan psikoterapi secara singkat. Singkat dalam hal ini diartikan dari waktu pertemuan dan jumlah sesi psikoterapi yang diberikan. Walaupun demikian banyak manfaat yang bisa diambil dari proses psikoterapi singkat ini. Itulah mengapa dalam praktek, psikiater perlu memahami dengan baik teknik psikoterapi singkat sehingga pertemuan tunggal pun akan berguna bagi pasien.
Sampai bertemu di Konas Psikoterapi selanjutnya.
Salam Sehat Jiwa

Minggu, 29 April 2012

Pemeriksaan Apa Yang Membuktikan Depresi/Cemas?

Ketika pasien bertanya kepada saya tentang pemeriksaan apa yang bisa membuktikan adanya masalah di otak pasien terkait dengan gangguan cemas atau depresi yang dideritanya, terus terang saya tidak bisa merekomendasikan pemeriksaan apa yang umum dilakukan dalam praktek sehari-hari. Sistem otak yang terganggu dalam gangguan cemas adalah kondisi terkait fungsional sistem yang melibatkan banyak faktor sistem di otak, ada sistem saraf otonom, sistem aksis hipotalamus-pituitary-adrenal, serta sistem neurotransmitter monoamine (terkait tiga sistem lainnya yaitu serotonin,dopamin dan norepineprine). Sistem yang terganggu ini bukan bersifat anatomis yang bisa dicek masalahnya dengan pemeriksaan CT-Scan atau MRI. Pemeriksaan EEG juga tidak bisa mengungkapkan apa yang terjadi di dalam tiga sistem yang saya sebutkan di atas. Paling mungkin dan yang banyak diteliti adalah pemeriksaan dengan menggunakan f-MRI (functional MRI) dan PET-SCAN yang sebenarnya dalam praktek sehari-hari jarang digunakan atau bahkan tidak pernah sama sekali.

Gambar 1. Imaging f-MRI pada pasien depresi
 (sumber : Google images from www.mayoclinic.com)

Tampak pada gambar di atas adala hasil f-MRI pada pasien depresi. Terlihat bahwa gambaran pasien yang tidak depresi lebih banyak bagian otaknya yang aktif (bercahaya) dibandingkan dengan pasien depresi yang lebih banyak yang tidak aktif (tidak bercahaya). Hal ini memang secara teori dan klinik terbukti bahwa pasien yang mengalami depresi kebanyakan mengalami gangguan dalam kognitif (fungsi pikirnya) sehingga tampak sulit konsentrasi, sulit berpikir, sulit memutuskan sesuatu dan kesulitan daya kognitif yang lain. 

Gambar 2. Gambaran PET-Scan pada pasien depresi 
(sumber : Google Search http://www.biologicalunhappiness.com

Gambar di atas adalah pasien depresi yang telah mengalami perbaikan setelah pengobatan. Gambaran PET-SCAN memperlihatkan bagian-bagian otak yang mulai aktif secara menyeluruh yang sangat berbeda dengan gambaran sebelumnya. 

Pemeriksaan inilah yang secara penelitian membuktikan adanya perbaikan yang nyata pada pasien depresi ataupun cemas depresi yang diberikan pengobatan, baik dengan obat atau psikoterapi. Sayangnya pemeriksaan ini tidak dilakukan secara rutin di klinik. Selain hanya bersifat konfirmasi dan untuk menunjang hasil pengobatan, harganya juga relatif mahal. Diagnosis pasien depresi atau cemas sampai saat ini masih menggunakan pedoman diagnosis yang sudah diakui secara internasional yaitu ICD-10 (WHO) atau DSM-IV TR (American Psychiatric Association). 





Sabtu, 28 April 2012

Sembuh Dari Gangguan Cemas, Mungkinkah ?


Oleh : dr.Andri,SpKJ (Psikiater Psikosomatik Medis)
Banyak pasien yang sering menanyakan kepada saya apakah gangguan cemas yang dideritanya dapat sembuh atau tidak. Pasien menanyakan hal ini tentunya bukan tanpa alasan. Begitu banyak pasien dengan gangguan cemas yang merasa "terjebak" dalam penggunaan obat anticemas atau dikenal sebagai penenang. Ketergantungan secara psikologis dan fisik sering dilaporkan oleh pasien yang "hanya" mengandalkan obat anticemas seperti alprazolam untuk mengatasi gangguan cemasnya. Padahal sudah sejak beberapa tahun yang lalu beberapa penelitian terbaru di bidang gangguan cemas mengatakan penggunaan obat anticemas golongan benzodiazepin seperti alprazolam sudah mulai ditinggalkan karena kemungkinan mengalami ketergantungan cukup besar apalagi jika tidak dalam pengawasan psikiater. Apalagi di negara barat yang banyak individunya meminum alkohol dalam jumlah lebih banyak maka biasanya kondisi ketergantungan akan lebih mudah tercapai. Obat antidepresan golongan SSRI saat ini yang menjadi pilihan dalam pengobatan gangguan cemas.
Tentang apa itu gangguan cemas dan berbagai macam tipenya pernah saya tulis di berbagai tulisan yang saya tulis di blog ini, namun pertanyaan yang sering muncul di ruang praktek tetaplah seragam, yaitu "Apakah saya bisa sembuh dari gangguan cemas ini?"
Keterlibatan Genetik dan Lingkungan
Ketika menuliskan tulisan ini saya baru saja beberapa hari yang lalu pulang dari pertemuan regional negara asia yang membahas perkembangan terbaru di bidang neuroscience terkait dengan gangguan kejiwaan depresi, cemas, bipolar dan skizofrenia. Dalam dua hari pertemuan ini saya banyak mendapatkan updateilmu terkait kondisi gangguan cemas dan faktor-faktor penyebabnya. 
Sampai saat ini memang tidak ada yang bisa menjelaskan faktor utama terjadinya ketidakseimbangan sistem di otak sehingga membuat pasien mengalami gangguan cemas. Keterlibatan faktor genetik dan lingkungan masih dianggap faktor yang berperan secara sinergis dalam "membentuk" suatu kondisi gangguan kecemasan. Namun walaupun demikian kedua faktor ini tidak dapat berdiri sendiri. Jika terdapat faktor genetik bawaan tetapi tidak ada faktor lingkungan maka tidak akan terjadi gangguan kecemasan. Begitupun jika memang kondisi lingkungan dalam arti begitu banyaknya stres atau tekanan dalam kehidupan namun tidak didukung oleh faktor genetik bawaan maka kondisi gangguan kecemasan juga tidak terjadi.
Kok Bisa Kambuh ?
Jika ditanyakan oleh pasien apakah penyakit ini bisa kambuh tanpa ragu saya menjawab BISA. Penjelasan tentang mengapa bisa kambuh sebenarnya sederhana. Seperti juga kondisi flu yang biasanya berhubungan dengan kondisi keseimbangan kesehatan individu, maka sering saya mengumpamakan gangguan cemas itu sebagai kondisi yang tidak berbeda dari flu. Artinya pasien bisa menjadi baik dan tidak kambuh jika pengobatan dilakukan dengan baik dan tepat serta menjaga kondisi badan dan pikiran yaang baik. 
Pengobatan dengan obat-obat antidepresan lebih sering diperlukan untuk memperbaiki keseimbangan sistem otak pada pasien gangguan cemas. Setelah seimbang maka diharapakn keluhan-keluhan psikologis dan fisik terkait cemas bisa hilang atau mereda sama sekali. Saat keseimbangan tercapai inilah maka pola-pola pikir positif akan bisa muncul dan menjadi suatu bekal untuk menghadapi kondisi stres sehari-hari. 
Namun jika pola pikir tidak terlatih dan lingkungan juga memang sangat tidak nyaman dan diidentifikasikan sebagai suatu kondisi yang penuh tekanan, maka lama-lama keseimbangan sistem di otak yang pada walanya sudah benar itu kembali berulah. Pada saat inilah keluhan-keluhan cemas muncul lagi dan itulah yang dinamakan kambuh (relaps).
Walaupun bisa kambuh jangan kecil hati kalau ini adalah akhir dari segalanya. Pasien sering merasa putus asa jika kambuh walaupun itu banyak terjadi karena memang angka kekambuhan pada pasien depresi misalnya bisa mencapai 50% lebih walaupun mendapatkan pengobatan. Untuk itulah dalam setiap sesi konsultasi, pendidikan dan informasi tentang penyakit ini saya berikan detil agar mencegah kesalahpahaman. Kondisi pasien bisa baik sama sekali dari kondisi kecemasan tetapi bukan berarti tidak bisa kambuh. Kuncinya adalah seberapa besar pasien bisa mempertahankan pola adaptasi stressnya dan mampu beradaptasi dengan stres kehidupaan sehari-hari itu.  
Jadi tidak perlu menjadi putus asa jika anda kambuh dari gangguan cemas, tetapi juga jangan terlalu pesimis sampai mengatakan bahwa tidak bisa sembuh dari gangguan cemas.
Salam Sehat Jiwa

Kamis, 22 Maret 2012

CUTI PRAKTEK BULAN APRIL 2012

CUTI PRAKTEK 23-26 APRIL 2012 


Kembali praktek 27 April 2012 


Terima kasih atas perhatiannya,
dr.Andri,SpKJ 
Kepala Klinik Psikosomatik RS OMNI ALAM SUTERA 

Minggu, 18 Maret 2012

Adakah Obat Terbaik Untuk Gangguan Kecemasan?


Oleh : dr.Andri,SpKJ (Psikiater)

Saya mengikuti berbagai macam forum di Facebook ataupun Kaskus. Banyak juga di antara pembaca artikel saya di Kompasiana atau blog pribadi saya bertanya kepada saya lewat email ataupun posting komentar. Pertanyaan mereka biasanya berkisar tentang apakah mereka menderita gangguan kecemasan yang banyak rupanya itu. Untuk pertanyaan seperti ini biasanya saya agak sulit memberikan jawaban karena tidak memeriksa langsung pasien. Biasanya saya hanya memberikan penjelasan sedikit tentang kemungkinan diagnosis yang dialami oleh penanya dengan dilatarbelakangi keluhan-keluhan yang ada. Namun ketika saya ditanyakan masalah obat apa yang paling cocok untuk gangguan kecemasan, maka tulisan di bawah ini mungkin bisa menjawab pertanyaan para pasien selama ini.

A. Psikofarmaka
Perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran khususnya di bidang pengobatan telah melahirkan obat-obatan terbaru di bidang ini. Khusus untuk gangguan kejiwaan, tahun 1990an sampai sekarang kelihatan tampak pesat sekali perkembangan obat-obatan gangguan kejiwaan terutama gangguan kecemasan. Beberapa penelitian berbasiskan bukti telah dilakukan oleh peneliti di dalam maupun di luar negeri. Berbagai macam ras dan warna kulit telah mengikuti penelitian ini, hasilnya adalah suatu penilitian-penelitian yang berbasis bukti yang bisa diaplikasikan dalam praktek sehari-hari karena telah mengikuti metode yang tepat dan aman.
Obat-obatan seperti Antidepresan golongan SSRI (Serotonin Selective Reuptake Inhibitor) belakangan dinilai dari berbagai penelitian sebagai obat yang tepat untuk mengatasi berbagai gangguan kecemasan. Sifat obat yang mampu banyak diterima berbagai golongan usia dan ras membuat obat ini menjadi pilihan utama pengobatan gangguan kecemasan. Dahulu sebelum obat ini ditemukan, pengobatan dengan obat golongan anticemas Benzodiazepine adalah pilihan utama. Obat seperti Alprazolam (yang dijual dengan berbagai macam merk) adalah salah satunya. Namun dengan perkembangan waktu dan semakin banyaknya kasus-kasus ketergantungan dan toleransi obat ini maka belakangan penggunaannya diwaspadai dan tidak digunakan secara tunggal sebagai obat gangguan cemas yang membutuhkan pengobatan jangka waktu lama.
Pengobatan pasien gangguan kecemasan dengan antidepresan SSRI juga membutuhkan waktu. Berbagai literatur barat mengatakan waktu antara 12-18 bulan pengobatan agar meminimalkan kekambuhan. Tetapi pada prakteknya banyak perbaikan di dapatkan ketika obat dipakai antara 6-12 bulan saja. Tentunya pemakaian obat ini harus sesuai petunjuk dokter dan sangat bersifat individual. Dalam artian tiap orang akan berbeda waktu pengobatannya tergantung dengan kondisi sakitnya.

B. Psikoterapi
Psikoterapi adalah menggunakan cara-cara psikologis dalam pengobatan. Terapi kognitif seperti CBT (Cognitive Behavior Therapy) adalah salah satu yang paling sering dipakai. Selain itu psikoterapi berorientasi tilikan seperti psikoanalisis pun bisa dilakukan. Trend belakangan adalah munculnya hipnoterapi yang dilakukan oleh banyak orang dengan klaim berbagai macam yang bisa dilakukannya.
Secara teoritis untuk melakukan psikoterapi seorang praktisi harus memahami psikodinamika kepribadian manusia. Hal ini dipelajari dan diterapkan dalam latihan-latihan terstruktur yang biasanya didapatkan pada pendidikan dokter spesialis kedokteran jiwa dan pendidikan master untuk psikolog klinis. Ini berarti sebenarnya tanpa mempelajari dinamika kepribadi dan berlatih secara benar, seseorang tidak bisa mengklaim dirinya mampu melakukan psikoterapi bahkan untuk psikoterapi suportif sekalipun. Namun pada kenyataannya di lapangan ada beberapa dokter non spesialis jiwa atau bahkan praktisi yang mengaku melakukan psikoterapi dalam prakteknya. Saya jadi bertanya-tanya apakah maksud psikoterapi yang dimaknai sama ?
Psikoterapi sendiri dilakukan bukan tanpa hambatan. Banyak kendala untuk melakukan hal ini. Resistensi pasien dan terapis sendiri sering menjadi kendala awal. Biasanya pasien menolak atau terapis mendapati dirinya mengalami countertransference (merasa ada perasaan tidak nyaman ketika bersama pasien diakibatkan pasien mengingatkannya pada sosok bermakna yang traumatis di masa lampau). Belum lagi masalah waktu yang harus ditepati dan disepakati. Tugas-tugas yang harus dilakukan pasien di rumah ketika tidak bersama terapis adalah hal-hal lain yang perlu mendapatkan perhatian. Intinya melakukan psikoterapi yang benar-benar itu ternyata memang tidak mudah.

C. Complementary and Alternative Therapy
Belakangan sering banyak pertanyaan dari penanya apakah ada cara-cara non-obat yang bisa dilakukan untuk mengatasi kecemasan. Herbal, jamu, buah, atau apapun itu yang dianggap dapat memperbaiki kondisi kecemasan pasien seringkali ditanyakan. Intinya sebagai seorang ilmuwan maka saya hanya bisa mengatakan bahwa apapun terapi yang diberikan sepanjang itu belum atau tidak merupakan hasil penelitian berbasis bukti maka dimasukkan ke dalam terapi alternatif dan tambahan dalam kedokteran.
Kita tentunya tidak bisa langsung setuju jika ternyata ada suatu terapi yang hanya berhasil pada satu atau beberapa orang lalu dikatakan terapi itu adalah terapi yang mujarab untuk semua pasien. Penelitian berbasis bukti perlu untuk membuktikan klaim itu agar menjadi suatu hasil rekomendasi yang benar. Itulah mengapa walaupun mungkin berguna bagi banyak orang beberapa terapi tidak bisa direkomendasikan karena kemungkinan lemah ketika dilakukan dalam penelitian besar.
Memang intinya pengobatan untuk gangguan kecemasan itu sangat individual. Cara tertentu untuk seseorang belum tentu bisa cocok jika dilakukan kepada orang lain. Bahkan pada penggunaan obat-obatan yang sudah dibuktikan lewat penelitian juga bisa terjadi hal-hal yang berbeda untuk tiap orang. Tidak heran begitu banyak jenis obat dan terapi untuk satu jenis gangguan kecemasan saja. Maka dari itu jika anda bertanya kepada saya apakah obat terbaik untuk gangguan cemas, maka jawaban saya semua tergantung kondisi anda.
Salam Sehat Jiwa