Rabu, 29 Februari 2012

Mekanisme Gangguan Cemas dan Keperluan Obat


Oleh : Dr.Andri,SpKJ (Psikiater Bidang Psikosomatik Medis)

Sejak mendalami bidang psikosomatik sejak memulai karier sebagai psikiater, saya lebih sering mendapatkan pasien-pasien dengan latar belakang gangguan kecemasan dan depresi yang menjadi dasar dari keluhan psikosomatiknya. Keluhan psikosomatik yang pasien keluhkan memang lebih banyak menekankan pada gejala fisik tapi sayangnya semua fungsi tubuhnya ketika diperiksa dengan pemeriksaan laboratorium atau penunjang semuanya dinyatakan dalam batas normal. Pasien kemudian sering bertanya mengapa hal itu terjadi ? Pada kesempatan pertemuan pertama dengan pasien saya biasanya menjelaskan panjang lebar tentang mekanisme terjadinya keluhan psikosomatik dan bagaimana gangguan kecemasan dan depresi menjadi pemicu hal ini.
Namun pertanyaan kemudian tidak berhenti sampai di situ saja. Beberapa pasien dan calon pasien yang bertanya lewat email kemudian menanyakan apakah gangguan dasarnya yaitu gangguan cemas bisa diobati tanpa menggunakan obat-obat psikiatri yang mereka kenal sebagai obat penenang ? Saya kemudian menjelaskan bahwa hal tersebut tergantung dari pasien dan bagaimana gejala tersebut telah dialami pasien. Di bawah ini saya akan sedikit menjelaskan tentang keperluan obat untuk gangguan cemas.

Gangguan Sistem Otak
Cemas bisa kita rasakan sehari-hari dengan adanya pemicu dari lingkungan ataupun internal diri kita sendiri. Kondisi sakit fisik, tekanan stres psikologis dan stres dari lingkungan sosial bisa membuat kecemasan pada diri kita. Rasa cemas ini kemudian diintepretasikan sebagai suatu stres oleh otak kita dan membuat otak kita meresponnya. Kondisi ini adalah bagian dari mekanisme sistem otak untuk mempertahankan kestabilan di dalam otak manusia. Respon stres tersebut dapat berupa pengaktifan sistem saraf otonom yang terdiri dari simpatis dan parasimpatis. Inilah yang membuat respon orang terhadap cemas adalah gejala-gejala seperti jantung berdebar, perasaan sesak napas, keringat dingin, ingin buang air besar/kecil, perasaan melayang, rasa seperti tidak stabil, gemetaran, kesemutan, perasaan tidak terkendali. Kondisi ini kemudian yang dirasakan pasien sebagai gejala psikosomatik.
Lalu kenapa pada sebagian orang mengatakan gejala-gejala tersebut timbul tanpa adanya pemicu ? Inilah yang disebut sebagai False Alarming di dalam otak. Mekanisme adaptasi stres oleh otak biasanya memang didasarkan karena adanya pemicu, namun pada suatu kondisi stres kronik maka otak bisa memberikan respon yang salah dan berespon secara otomatis walaupun tidak ada pemicu. Inilah yang menyebabkan pasien-pasien terutama pasien gangguan cemas panik merasakan adanya kondisi kecemasan dan gejala psikosomatik yang akut padahal dia tidak sedang dalam kondisi stres saat itu terjadi. Respon otomatis ini sebenarnya menandakan bahwa otak telah berada pada fase kelelahan (exhausted) yang akhirnya menyebabkan responnya kacau terhadap stres.

Membalikan Keadaan
Setelah mengetahui apa yang terjadi pada pasien gangguan cemas maka akan lebih mudah memahami apakah pasien memerlukan obat atau tidak saat ini. Kebanyakan pasien yang datang ke saya adalah pasien yang telah mengalami gejala-gejala psikosomatik yang sudah cukup lama. Sebelum datang biasanya mereka telah pergi ke beberapa dokter spesialis terutama jantung dan penyakit dalam untuk memeriksakan kondisi fisiknya. Setelah beberapa kali mengatakan tidak ada masalah baru biasanya pasien mulai berpikir ada apa sebenarnya. Terima kasih kepada media internet yang memberikan informasi tentang kondisi ini sehingga biasanya pasien akan bisa mengenali bahwa dirinya menderita gangguan kecemasan.
Lalu apa yang harus dilakukan ? Pasien yang datang dengan keluhan respon stres yang sudah kacau seperti yang saya ceritakan di atas biasanya memerlukan pengobatan dengan obat. Hal ini untuk memperbaiki sistem saraf di otaknya terutama sistem yang berkaitan dengan sistem monoamine yang berhubungan dengan kinerja zat serotonin, dopamin dan nor-epineprin. Perbaikan pada sistem ini akan membuat kestabilan dapat dicapai dalam proses perbaikan pasien.
Obat antidepresan golongan SSRI seperti SERTRALINE (dijual dengan berbagai macam merk) adalah obat utama yang biasanya diberikan pada pasien. Obat penenang golongan benzodiazepine seperti alprazolam, clobazam, diazepam biasanya diberikan dalam waktu sementara sebelum efek sertraline yang biasanya bekerja pada minggu kedua mulai berefek. Hal ini juga agar mampu memberikan pasien kebaikan dan rasa yang lebih nyaman karena kita ketahui pada pasien dengan gangguan kecemasan dan psikosomatik seringkali sensitif dengan efek samping obat walaupun sifatnya sementara. Untuk itu dosis antidepresan pun biasanya dimulai dengan dosis kecil dan dititrasi naik selanjutnya.
Pengobatan ini biasanya berlangsung selama beberapa bulan (rentang 3-12 bulan) tergantung kondisi perbaikan pasien. Walaupun di literatur barat dikatakan 12-18 bulan, rata-rata pasien yang saya tangani memakai obat antara 3-6 bulan. Setelah itu biasanya obat benar-benar dilepas dan pasien tidak memakai obat lagi. Diupayakan pemakaian obat tidak stop di tengah jalan agar menghindari keberulangan. Selain itu yang paling penting juga bagaimana mekanisme adaptasi stres secara psikologis diperbaiki. Ini hal yang sangat perlu dan sangat khas untuk tiap-tiap orang. Fungsinya adalah mencegah keberulangan kembali karena mekanisme adaptasi psikologis stres yang salah juga akan memicu kembalinya stres dan akhirnya merusak kembali sistem otak. Lingkaran setan yang harus diputuskan segera.
Semoga penjelasan ini bisa memberikan manfaat buat kita semua.
Salam Sehat Jiwa

Tidak ada komentar: