Sabtu, 06 Januari 2018
Sakitnya Sama Kok Sembuhnya Beda?
Oleh : dr.Andri,SpKJ,FAPM (Psikiater Omni Hospital Alam Sutera)
Banyak pertanyaan dari pasien maupun yang saya dapatkan di media sosial saya terkait dengan mengapa banyak pasien yang merasa diagnosisnya sama dengan pasien lain tapi kok sembuhnya bisa berbeda. Gangguan kejiwaan termasuk yang sering saya tangani di praktek seperti gangguan cemas dan gangguan depresi memang memiliki berbagai macam gejala dan tanda yang mungkin berbeda untuk setiap orangnya.
Gangguan Cemas saja misalnya ada beberapa tipe Gangguan Cemas dari Gangguan Cemas Panik, Gangguan Cemas Menyeluruh, Fobia Sosial, Gangguan Stres Pasca Trauma, Fobia Spesifik, Gangguan Obsesif Kompulsif dan Reaksi Stres Akut. Gejala dan tanda dari masing-masing tipe ini berbeda dan bisa terkait dengan gejala fisik dan psikis yang berbeda pula penekanannya pada setiap pasien.
Jika seorang pasien didiagnosis misalnya Gangguan Cemas Panik, maka walaupun ada pasien lain yang didiagnosis sama, maka gejalanya bisa berbeda. Selain perbedaan gejala dan tanda yang mempengaruhi kesembuhan pasien, ada juga hal-hal lain yang mempengaruhi kesembuhan pasien walaupun diagnosisnya sama.
1. Faktor Genetik Bawaan
Faktor genetik bawaan setiap orang berbeda terkait masalah kejiwaan. Sampai saat ini para ahli meyakini ada faktor biologi terkait bawaan genetik yang membedakan mengapa seseorang bisa mengalami gangguan jiwa atau tidak. Faktor ini juga mempengaruhi kesembuhan pasien terkait dengan gejala dan tanda serta keparahan dari gangguan jiwa tersebut.
2. Faktor Kepribadian Dasar
Faktor kepribadian dasar pasien menjadi sesuatu yang menentukan juga keberhasilan terapi dan kesembuhan pasien. Pasien dengan kepribadian dasar pencemas misalnya, biasanya tipikal kepribadian obsesif kompulsif (anankastik atau awam menyebutnya perfeksionis) ketika mengalami gangguan cemas mungkin saat "sembuh" pun masih merasakan kecemasan sebagai bagian dari kehidupannya, berbeda dengan pasien yang dasar kepribadiannya tidak mengarah pada kondisi kecemasan.
3. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan sering dianggap faktor yang paling berpengaruh dalam timbul dan bertahannya masalah kejiwaan. Perbedaan lingkungan dari setiap pasien memiliki kontribusi pada upaya penyembuhan pasien. Jika lingkungan mampu diadaptasi baik oleh pasien, dukungan lingkungan terdekat yang baik untuk penyembuhan pasien, maka pasien akan lebih punya "modal" untuk menjadi lebih baik daripada yang tidak mendapatkan dukungan sama sekali. Sering kali faktor lingkungan ini tidak bisa dimodifikasi baik karena faktor luarnya lebih dominan misalnya pada kasus lingkungan kerja yang menekan dan pasien tidak bisa keluar atau beradaptasi dengan kondisi tersebut.
4. Riwayat Penggunaan Narkotika
Pada banyak kasus gangguan jiwa, dari pengalaman klinis, pasien yang mempunyai latar belakang riwayat penggunaan narkotika dalam praktek lebih sering mencapai kesembuhan dalam waktu yang lebih lama daripada yang tidak mempunyai riwayat narkotika. Misalnya beberapa pasien dengan riwayat penggunaan lama narkotika stimulan jenis sabu atau ekstasi biasanya akan mengalami masalah kecemasan atau depresi yang lebih berat daripada yang tidak.
5. Dukungan Orang Terdekat
Dukungan orang terdekat adalah salah satu yang paling sering dikaitkan juga dengan kesembuhan pasien. Pasien yang mendapatkan dukungan yang baik dari keluarga akan lebih mempunyai harapan kesembuhan lebih cepat daripada yang tidak mendapatkan dukungan atau bahkan penolakan dari keluarga.
Hal-hal tersebut di atas dapat dianggap sebagai faktor-faktor yang bisa mempengaruhi kesembuhan pasien dari masalah gangguan jiwa. Semoga artikel ini bermanfaat. Salam Sehat Jiwa
Senin, 01 Januari 2018
Tahun Baru Awal Yang Baik Memperbaiki Diri
Saya tidak merasa kita sudah di tahun 2018 pagi ini. Rasanya 2017 berlalu begitu cepat buat saya. Mungkin bagi sebagian orang ada yang merasanya lambat, tetapi karena saya melewatinya dengan penuh kegiatan, maka sepertinya 2017 ini berlalu begitu cepat.
Salah satu hal yang sering saya lakukan jelang akhir tahun kemarin adalah membuat resolusi atau seperti harapan akan apa yang akan dilakukan di tahun 2018. Saya berharap resolusi ini bisa menjadi tujuan dalam segala tindakan saya di tahun 2018. Tujuannya memang lebih bersifat individual, berisi harapan-harapan saya yang semoga bisa saya dapatkan di tahun 2018.
Salah satu yang saya alami jelang akhir 2017 adalah kegemaran saya untuk membaca buku motivasi yang sempat pudar kembali berkembang, bahkan selain membaca juga saya telah mendengarkan video-video dan audio motivasi lewat YouTube dan Itunes saya. Sesuatu yang sempat saya lupakan sementara ketika sibuk dalam kegiatan perkuliahan mahasiswa dan praktek. Sekarang saya mulai mendisiplinkan kembali untuk membaca satu halaman minimal buku motivasi saya dan atau mendengarkan audio atau YouTube motivasi menjelang pergi ke RS tempat saya praktek. Kebiasaan ini sudah berlangsung dua bulan terakhir dan mulai menjadi kebiasaan. Saya memahami diri saya bahwa terkadang sulit untuk mempunyai kebiasaan yang baik, kali ini saya dengan keyakinan penuh bisa melakukannya.
Semua saya lakukan sebagai bagian dari usaha memperbaiki diri. Saya merasakan masih banyak hal yang masih bisa diperbaiki dari diri saya dan bagaimana hal itu juga bisa berpengaruh untuk pasien-pasien saya. Secara teori mungkin saya memahami teori dalam perubahan pikiran dan perilaku, tetapi merasakan proses itu pada diri sendiri adalah pengalaman yang memberikan makna lain. Semoga hal ini bisa menjadi salah satu hal baik yang tetap akan dipertahankan dalam jangka waktu yang panjang. Bagaimana dengan anda? Sudahkah anda berniat untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi di tahun 2018? Semoga ya. Salam Sehat Jiwa
Selasa, 19 Desember 2017
Rabu, 22 November 2017
Kamis, 16 November 2017
Malingering atau Berpura-Pura Sakit
Malingering
atau Berpura-Pura Sakit
Oleh : dr.Andri,SpKJ,FAPM (Psikiater, Twitter : @mbahndi )
Malingering tidak dianggap sebagai gangguan jiwa. Buku Manual
Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental atau DSM-5 edisi terakhir terbitan
American Psychiatric Association menyatakan malingering menerima kode V sebagai
salah satu kondisi lain yang mungkin menjadi fokus perhatian klinis. Motivasi
untuk malingering biasanya bersifat eksternal misalnya menghindari tugas militer atau pekerjaan, mendapatkan kompensasi
finansial, menghindari tuntutan pidana, atau mendapatkan obat-obatan terlarang.
Jadi malingering adalah perilaku
yang disengaja untuk tujuan eksternal yang diketahui. Ini tidak dianggap
sebagai bentuk gangguan jiwa atau psikopatologi, meski bisa terjadi dalam konteks
gangguan jiwa lainnya.
Latar
Belakang
Menurut DSM-5, malingering harus dicurigai dengan adanya
kombinasi dari hal-hal berikut ini:
- Masalah medikolegal (misalnya, seorang pengacara merujuk pasien, seorang pasien mencari kompensasi karena cedera)
- Perbedaan yang ditandai antara tekanan yang diklaim dan temuan objektif
- Kurangnya kerjasama selama evaluasi dan dalam mematuhi perlakuan yang ditentukan
- Adanya gangguan kepribadian antisosial
Malingering sering dikaitkan dengan gangguan kepribadian antisosial
dan ciri kepribadian histrionik. Pengamatan langsung yang berkepanjangan dapat
mengungkapkan bukti berkelit karena sulit bagi orang yang berkomplot terkait
malingering untuk menjaga konsistensi dengan klaim palsu atau berlebihan untuk
waktu yang lama.Orang yang sedang berpura-pura biasanya tidak memiliki
pengetahuan tentang bagaimana harus bersikap dalam menjaga kelainan pura-pura
itu agar tampak benar-benar sakit.
Wawancara dan pemeriksaan yang berkepanjangan terhadap
seseorang yang dicurigai adanya kelainan malingering dapat menyebabkan
kelelahan dan mengurangi kemampuan orang yang sedang malingering untuk mempertahankan
tipuan tersebut. Urutan pertanyaan yang cepat akan meningkatkan kemungkinan
tanggapan yang kontradiktif atau tidak konsisten.
Misalnya pada orang yang melakukan kelainan psikotik, dia
sering membesar-besarkan halusinasi dan delusi tapi tidak bisa meniru gangguan
proses pemikiran formal. Mereka biasanya tidak dapat berpura-pura meniru afek tumpul
khas pasien psikotik dan ganguan berpikir konkret. Mereka sering menganggap
bahwa amnesia dan disorientasi adalah ciri psikosis.
Gambaran Keluhan, Pemeriksaan
Fisik dan Mental
Orang malingering biasanya keluhannya berlebihan dan tidak sesuai dengan yang biasanya dikeluhkan pasien pada umumnya. Mereka juga sering kali menyatakan ketidaksetujuan jika dianggap keluhannya tersebut tidak sesuai anatomis fisiologis yang dipahami dalam dunia kedokteran. Jika diberikan obat pun terkadang orang yang malingering menunjukkan respon yang tidak sesuai.
Pada Pemeriksaan Status Kejiwaan bisa dijumpai :
- Sikap pasien terhadap dokter pemeriksaan seringkali tidak jelas atau mengelak.
- Suasana hati mungkin mudah tersinggung atau bermusuhan.
- \ . Isi pikir ditandai dengan sibuk merujuk terus menerus atau “keasyikan” dengan penyakit yang diklaim atau cedera.
Meskipun neuroimaging tidak dapat digunakan untuk penilaian
diagnostik, subjek yang diinstruksikan untuk melakukan dengan sengaja pada tes
kognitif seolah-olah mereka menderita cedera otak akibat gangguan memori,
menunjukkan aktivasi yang lebih besar pada korteks prefrontal superior dan
medial saat berpura-pura cedera dibandingkan dengan kinerja optimal. Pola
spasial mengisyaratkan bahwa otak yang melakukan malingering harus berusaha lebih
keras untuk mengingat jawaban yang benar dan untuk menekannya. Ini tentunya
harus dikonfirmasi oleh dokter saraf dan dokter radiologi yang kompeten.
Apakah
Perlu Perawatan medis?
Pendekatan yang lebih disarankan adalah untuk menghadapi
orang tersebut adalah secara tidak langsung dengan mengatakan bahwa temuan
objektif tidak memenuhi kriteria diagnosis dokter untuk diagnosis medis. Biarkan
orang yang sedang malingering kesempatan untuk “menyelamatkan muka”.
Sebagai alternatif, dokter mungkin memberi tahu orang yang
malingering itu bahwa mereka diharuskan menjalani tes invasif dan perawatan
yang tidak nyaman.
Orang yang malingering hampir tidak pernah menerima rujukan
kejiwaan dan keberhasilan konsultasi semacam itu juga minimal. Hindari
konsultasi dengan spesialis medis lainnya karena rujukan semacam itu hanya menegaskan
malingeringnya.
Perlu ketegasan dokter dan upaya dari pihak medis tanpa
dicampuri oleh pihak lain dalam menangani kasus malingering. Dokter juga perlu
bekerja tanpa tekanan yang bisa mempengaruhi kebebasannya dalam melakukan
pekerjaan dokter. Jika kasus seperti ini terjadi di Indonesia maka hal ini
tercantum dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia pasal 3 “ Dalam melakukan pekerjaan
kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang
mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi”.
Semoga informai singkat ini bermanfaat. Salam Sehat Jiwa dan
Raga
Referensi :
Malingering in https://emedicine.medscape.com/article/293206-overview
Malingering in http://www.psychiatrictimes.com/forensic-psychiatry/malingering-key-points-assessment
Sabtu, 11 November 2017
Rabu, 08 November 2017
Jadwal Cuti (Update 9 Nov 2017)
1-2 Desember 2017
Senin, 4 Desember praktek hanya PAGI jam 08.00-12.00 (menerima hanya 15 pasien)
8-11 Desember 2017
Cuti Natal dan Akhir Tahun : 25-27 Desember 2017
Senin, 4 Desember praktek hanya PAGI jam 08.00-12.00 (menerima hanya 15 pasien)
8-11 Desember 2017
Cuti Natal dan Akhir Tahun : 25-27 Desember 2017
Langganan:
Postingan (Atom)