Depresi
Bukan Sekedar Kelainan Psikologis
Oleh : dr.Andri,SpKJ
Psikiater Klinik Psikosomatik RS OMNI Alam
Sutera
Saya baru saja tiba dari Osaka, Jepang pagi
ini setelah akhir pekan ini selama dua hari mengikuti acara seminar tentang
Neurosains di Jepang. Perkembangan terakhir tentang kriteria diagnosis dibahas
pada seminar ini, terutama berkaitan dengan terbitnya Buku Manual Diagnosis
terbaru dari American Psychiatric Association DSM V yang menggantikan DSM
IV-TR. Buku diagnosis DSM memang dikenal di kalangan psikiater dunia bukan
hanya di Amerika Serikat sebagai “The Bible of Psychiatrist”. Buku ini memang
mengkategorikan berbagai macam gangguan psikiatrik atau kejiwaan dengan gejala
dan tanda yang dipaparkan secara khas dan detil untuk memberikan diagnosis
kepada pasien. Walaupun dalam kenyataan di lapangan, dalam praktek sering kali
pasien tidak selalu muncul dengan gejala khas, dalam pendidikan psikiatrik buku
ini amat penting terutama karena keterkaitannya dengan penelitian di bidang
psikiatri dan juga pengobatan pasien gangguan psikiatrik.
Gejala
Fisik dan Diagnosis Depresi
Selama ini masyarakat bahkan kalangan medis
sendiri lebih memahami depresi sebagai gangguan psikiatrik yang bersifat
psikologis. Artinya dalam pandangan masyarakat awam dan kalangan medis yang
tidak terlalu memahami masalah gangguan kejiwaan, depresi lebih dipandang
sebagai sekumpulan gejala psikologis yang ditandai dengan rasa putus asa,
kecewa berlebihan, ingin bunuh diri dan ketiadaan harapan.
Sedangkan gejala fisik seperti sulit
konsentrasi, kehilangan konsentrasi, rasa lelah yang berlebihan, aktifitas
motoric tubuh yang menurun adalah gejala fisik yang jarang dikenal sebagai
gejala depresi. Hanya gangguan tidur seperti insomnia yang banyak dikeluhkan
pasien dan dianggap merupakan kondisi yang mengganggu.
Selain psikologis yang lebih sering
diperhatikan, banyak pasien tidak menganggap bahwa rasa nyeri yang dia alami
sebenarnya bisa merupakan gejala depresi ataupun depresinya memperberat kondisi
nyeri yang sudah ada. Hal ini tentunya sangat jarang diperhatikan karena gejala
yang dikemukakan memang lebih dan sangat bersifat fisik. Di sinilah sering kali
pasien mengalami penderitaan yang tak kunjung baik karena masalah nyeri ini
mengaburkan gejala depresinya sendiri. Pasie menjadi lebih fokus mencari
pengobatan untuk kondisi nyerinya daripada mencari bantuan psikiater untuk
menyembuhkan depresinya.
Depresi
dan Ketidakseimbangan Sistem Tubuh
Teori terjadinya gejala depresi sudah
dikenal secara luas. Sejak diperkenalkan sekitar tahun 70an sampai sekarang
teori sistem Monoamine yang melibatkan neurotransmitter atau zat di otak yaitu
serotonin, dopamine dan norepineprin adalah teori depresi yang paling banyak
dianut oleh para psikiater di dunia. Obat yang digunakan untuk mengatasi depresi
juga dibuat berdasarkan teori ini. Obat lama seperti amitriptyline,
mocoblemide, imipramine, clomipramine dan juga obat-obatan baru seperti
Fluoxetine (Prozac), Sertraline (Zoloft), Duloxetine (Cymbalta), Venlafaxine
(Efexor) adaah obat yang cara kerjanya berusaha untuk menyeimbangkan sistem
otak ini. Fluoxetine dan Sertraline mempengaruhi serotonin saja, sedangkan
duloxetine dan venlafaxine mempengaruhi serotonin dan norepineprin.
Namun demikian perkembangan selajutnya
tentang depresi tidak hanya sampai pada ketidakseimbangan dopamine, serotonin
dan norepinephrine saja. Lebih jauh lagi depresi pada manusia ternyata juga
mempengaruhi dan dipengaruhi banyak sistem di tubuh. Sel glia di otak, sistem
imun, gen BDNF, glutamate dan masih banyak sistem lain yang terlibat dan
terpengaruh dalam depresi. Tidak heran banyak ahli bukan hanya psikiater tetapi
juga para ilmuwan di bidang otak mengatakan bahwa “Depression is a systemic
disease” yang berarti Depresi ini merupakan penyakit sistemik yang bisa
melibatkan banyak organ dan sistem di dalam tubuh.
Depresi ke depannya telah menjadi fokus
dalam penyakit di dunia terutama oleh badan kesehatan dunia WHO. Tahun 2020
diprediksikan bahwa beban yang diakibatkan oleh depresi akan menempati nomor
dua setelah gangguan jantung dan pembuluh darah. Ini artinya dibandingkan
dengan penyakit lain selain jantung, depresi telah diaggap sangat serius dan
perlu penanganan yang menyeluruh. Semoga para pembaca yang mengalami depresi
atau mempunyai kenalan atau kerabat yang menderita depresi dapat mengambil
keputusan yang tepat untuk segera berobat. Keputusan yang tepat akan pengobatan
yang tepat juga akan meningkatkan kualitas pasien depresi. Semoga laporan ini
berguna. Salam Sehat Jiwa.
2 komentar:
yg saya rasakan keluhan fisiknya yaitu KEHILANGAN KESEIMBANGAN dok..saya merasakan tidak ada gangguan depresi, karena saya jalanin hidup tiap hari biasa-biasa aja dan saya tetap bekerja seperti biasa..tidur malam pun tidak ada gangguan..apakah cukup dengan mengandalkan obat sertraline aja dok?kemaren dari dr rudi indrawan saya dikasih alganax 0.125 mg dan zerlin 50 mg.
Semoga Pak Dokter Andri selalu sehat.
Mhn informasi tentang jadwal praktek pak Dokter, Krn hari Sabtu kemaren kami ingin berobat, tapi dapat informasi dari ibuk dokter Yelli (spesialis anak) bahwa Pak Dokter tidak praktek hari itu. Wassalam.
Posting Komentar